Monumen Korban 40.000 Jiwa Bulukumba, Pesan Perjuangan Kemerdekaan RI

Monumen Korban 40.000 Jiwa Bulukumba, Pesan Perjuangan Kemerdekaan RI

Agung Pramono - detikSulsel
Selasa, 12 Des 2023 20:11 WIB
Monumen Korban 40.4000 Jiwa di Bulukumba.
Foto: Monumen Korban 40.000 Jiwa di Bulukumba. (Agung Pramono/detikSulsel)
Makassar -

Sebidang dinding yang membentang sepanjang 20 meter di sebuah kawasan di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan (Sulsel) tampak dipenuhi relief puluhan manusia yang mengalami penyiksaan. Kondisi mereka begitu miris, dalam kondisi tangan terikat dan bersimpuh, mereka ditodong dengan belasan senjata.

Di bagian sisi lainnya, terlihat sebuah ukiran mobil yang membawa 4 orang Belanda memegang senjata. Di depannya ada ukiran orang tergeletak tak berdaya, menjadi gambaran kekejaman pasukan Belanda, Depote Speciale Troepen (TSP) pimpinan Raymond Westerling di monumen Korban 40.000 Jiwa, Kabupaten Bulukumba.

Monumen Korban 40.4000 Jiwa di Bulukumba.Kekejaman pasukan Westerling yang tergambarkan dalam Monumen Korban 40.4000 Jiwa di Bulukumba. (Foto: Agung Pramono/detikSulsel)

Tim detikSulsel mengunjungi monumen tersebut pada Selasa (12/12/2023). Lokasinya berada di Jalan Martadinata, Kelurahan Terang-terang, Kecamatan Ujung Bulu, Kabupaten Bulukumba. Monumen itu berjarak 500 meter dari Kantor Bupati Bulukumba.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meskipun relief berwarna hitam keemasan itu sudah banyak yang pudar, gambaran kekejaman pasukan Westerling masih bisa terlihat dengan sangat jelas.

Selain memperlihatkan kekejaman Westerling dan pasukannya membantai rakyat di Sulsel, monumen ini juga banyak menggambarkan semangat perjuangan rakyat Bulukumba dalam menghadapi teror berdarah tersebut.

ADVERTISEMENT

Tiga orang yang digambarkan sebagai pejuang tampak memegang laras panjang, di atasnya ada truk yang bertuliskan "Misi Pemoeda Merah Putih Makassar". Tepat di sampignya, tampak sekumpulan manusia memegang spanduk yang bertuliskan 'PPNI BOELOKOMBA'. Spanduk itu diikatkan ke dua buah tiang dan dijunjung hingga melewati atas kepala.

Monumen Korban 40.4000 Jiwa di Bulukumba.Monumen Korban 40.4000 Jiwa di Bulukumba. (Foto: Agung Pramono/detikSulsel)

Di tengah-tengah monumen tertulis besar "Lebih Baik Mati Berkalang Tanah dari pada Hidoep Didjadjah Kembali". Di sebelahnya ada tulisan Lasykar Brigade Pemberontakan Boeloekoemba Angkatan Rakyat (PBAR). Dalam ukiran itu tampak rakyat menunjukkan perlawanannya dengan mengacungkan sebuah parang ke atas.

Kemudian, ada patung berkuda memegang senjata yang mengarahkan ke atas yang di sampingnya ada ukiran rumah adat Bulukumba dan kapal. Di ujung bawah sebelah kanan tertulis Penyerahan Kedoelatan Repoeblik Indonesia, 27 Desember 1949.

Pada sisi atas tembok, terdapat tulisan 'Monumen Korban 40.000 Jiwa & Pejuang Kemerdekaan' berwarna putih. Tepat di bagian tengah atas tembok, berdiri patung burung garuda berwarna merah.

Monumen Korban 40.000 Jiwa Gambarkan Perlawanan Rakyat Bulukumba

Monumen Korban 40.4000 Jiwa di Bulukumba.Monumen Korban 40.000 Jiwa di Bulukumba. (Foto: Agung Pramono/detikSulsel)

Budayawan Bulukumba Andi Mahrus menerangkan, monumen korban 40.000 jiwa di Bulukumba dibangun oleh Pemerintah Daerah pada tahun 2015, di masa Bupati Andi Muhammad Sukri Andi Sappewali. Pembangunan monumen tersebut atas usulan para seniman dan budayawan yang memiliki kepedulian terhadap sejarah perjuangan pemuda Bulukumba dalam merebut kemerdekaan RI.

"Monumen itu merupakan bentuk perlawanan para pemuda Bulukumba dahulu di masa-masa awal kemerdekaan. Tahun 1946 bersifat gerilya, namun terkendali oleh struktur organisasi yang rapi," ujar Mahrus kepada detikSulsel, Selasa (12/12/2023).

Mahrus menjelaskan, dalam mempertahankan kemerdekaan RI yang baru saja diproklamasikan, maka di tahun 1945 terbentuk organisasi Persatuan Pergerakan Nasional Indonesia (PPNI) Wilayah Bulukumba. Di dalamnya bergabung beberapa tokoh pejuang, antara lain M. Bakri, Andi Muhammad Ali, Andi Siradjuddin, Andi Abdul Muluk, Andi Panamung, H. Abdul Karim, Dadi Abdullah, Abdul Watif Masri dan lain-lain.

"Oleh karena situasi semakin genting akibat Belanda dan tentara sekutunya ingin kembali merebut Indonesia. Maka di awal November 1945 para pemuda pejuang memperkuat pergerakannya secara operasional dengan membentuk organisasi Barisan Merah Putih yang berkedudukan di kota Bulukumba untuk memperluas akses pergerakan, sekaligus menghimpun lebih banyak pejuang dari seluruh wilayah Bulukumba, termasuk Tanete dan Bontotiro," bebernya.

Mahrus menerangkan, pada pertengahan November 1946 kembali dibentuk satu brigade khusus untuk bergerilya melawan tentara NICA yang bernama Pemberontak Bulukumba Angkatan Rakyat (PBAR). Berigade ini dipimpin oleh Ketua Umumnya Andi Syamsuddin Mattola selaku komandan, Wakil Ketua Abdul Azis Paturusi selaku Kepala Staf, dengan anggota antara lain Andi Mappijalan, Abdul Hamid, H.A.R, Daeng Ngeppe, Andi Sappewali, Abd. Maula, Andi Patiroi, Paturusi Dg. Pabeta, Andi Mappisabbi, H. Ahmad.

"Semua pergerakan organisasi tersebut memiliki tujuan bersama yakni menghadapi tentara Belanda atau NICA yang berusaha ingin kembali menjajah Indonesia," ujarnya.

Pembantaian Pasukan Westerling di Bulukumba

Monumen Korban 40.4000 Jiwa di Bulukumba.Monumen Korban 40.000 Jiwa di Bulukumba. (Foto: Agung Pramono/detikSulsel)

Dalam Buku Tragedi Westerling, dijelaskan bahwa pembantaian terhadap pejuang dan rakyat di Bulukumba berlangsung pada pada 3 Januari 1947. KNIL menjadi pihak yang bertanggung jawab atas tragedi ini.(1)

Dalam pembantaian yang dilakukan di Bulukumba, pasukan Westerling menyerang beberapa lokasi, di antaranya wilayah Dampang, Ponre dan Lapangan Pemuda Bulukumba.

"Pembantaian dilakukan secara berkeliling di setiap kampung dengan tujuan mencari tokoh pejuang," ujar Mahrus.

Diduga ada 250 orang lelaki dieksekusi pada Januari 1947, ada juga yang menyebutkan 379 orang, namun belum ada sumber yang menjelaskan secara pasti berapa korban di Bulukumba.(1)

Di tengah kekacauan yang terjadi akibat pembantaian pasukan Westerling, Brigade PBAR tak patah semangat. Mereka terus bergerilya membuat kekacauan untuk menghambat pergerakan Westerling yang sudah memasuki kampung-kampung mencari para pejuang.

Beberapa tokoh pejuang Bulukumba yang ikut dibantai oleh Westerling di tahun 1946, yaitu Abdul Azis Paturusi, Andi Mappijalan, Andi Syamsuddin Mattola, Andi Siradjuddin. Selain tokoh pejuang, rakyat yang tak bersalah pun tak luput dari aksi kekejaman Westerling.

"Ada juga ratusan rakyat Bulukumba yang tidak berdosa yang dibantai Westerling," jelas Mahrus.

Sebelum menyerang wilayah Bulukumba, Westerling telah melakukan serangkaian aksi pembantaian di wilayah lainnya di Sulsel. Setelahnya, Westerling juga masih menyerang beberapa wilayah lain. Aksi pembantaian tersebut berlangsung pada periode Desember 1946 hingga Februari 1947.

Dalam menjalankan aksinya, Westerling dibantu oleh 123 tentara pasukan khusus yang tergabung dalam Depot Speciale Troepen (DST). Misinya berdarah ini dimulai sejak ditetapkannya status darurat perang atau SOB (Staat van Oorlog en Beleg) di wilayah Sulsel pada 11 Desember.(1)

Referensi:

1. Tragedi Westerling Sang Pembantai Rakyat Indonesia oleh Agus N. Cahyo
2. Wawancara budayawan Bulukumba Andi Mahrus




(urw/nvl)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detiksulsel

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads