Masyarakat Kota Makassar menganut kepercayaan dan agama yang beragam. Tak heran, di kota ini tersebar berbagai tempat ibadah dari berbagai agama dan kepercayaan.
Salah satunya adalah Vihara Ibu Agung Bahari. Tempat ibadah untuk penganut agama Buddha ini telah berdiri sejak ratusan tahun dan menjadi salah satu bangunan bersejarah di Kota Daeng.
Tidak hanya dijadikan sebagai tempat beribadah, vihara ini juga kerap dikunjungi wisatawan di Makassar. Vihara ini pun ditetapkan sebagai benda cagar budaya oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sulawesi Selatan, Tenggara, dan Barat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lantas, seperti apa sejarah dan corak arsitektur Vihara Ibu Agung Bahari di Makassar ini? Yuk simak ulasan lengkapnya berikut ini!
Sejarah Vihara Ibu Agung Bahari
Mengutip dari jurnal Universitas Hasanuddin berjudul Vihara Ibu Agung Bahari (Identifikasi Lokasi dan Analisis Nilai Penting), Vihara Ibu Agung Bahari dibangun pada tahun 1738. Vihara ini dulunya dikenal sebagai Klenteng Thian Hou Kiong/Ma Tjo Poh. Klenteng tersebut dibangun untuk memuja Dewi Ma Tjo Poh yang dipercaya sebagai dewi pembawa berkah dan keselamatan di laut.
Dulunya vihara ini terletak di Hoogepad (Jalan Ahmad Yani sekarang). Kemudian, pada saat Vereenigde Oostindische Compagnie (VOC) berkuasa di Makassar, vihara ini dipindahkan ke kawasan Pecinan atau tepatnya di Jalan Sulawesi, Kelurahan Pattunuang, Kecamatan Wajo, Makassar.
Pada tahun 1997 klenteng ini pertama kali disebut dengan nama vihara. Hal tersebut lantaran pada saat itu terjadi kerusuhan etnis Tionghoa yang menyebabkan beberapa orang berpindah agama menjadi penganut Buddha dan merubah fungsi klenteng menjadi fungsi vihara.
Kerusuhan yang terjadi kala itu menyebabkan sebagian dari bangunan ini rusak.
Selanjutnya pada tahun 2003, beberapa umat Buddha di Makassar secara sukarela menyumbangkan dana dan bertekad membangun tempat peribadahan yang lebih layak dan nyaman, maka dipugarlah vihara ini dengan tidak melupakan aspek sejarahnya, kecuali pintu masuk dan sayap kiri vihara.
Semenjak dibangun, Vihara ini telah tiga kali dipugar, yaitu pada tahun 1805, 1831, dan 1867. Sebagai peninggalan sejarah destinasi wisata religi, keberadaan bangunan Vihara Ibu Agung Bahari dilindungi UU No.11 tahun 2010 dengan nomor register 342 oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Provinsi Sulawesi Selatan, Tenggara dan Barat.
Arsitektur Vihara Ibu Agung Bahari
Secara keseluruhan bangunan Vihara Ibu Agung Bahari memiliki luas sebesar 660 m2. Bangunan Vihara ini berbentuk persegi panjang dengan gaya arsitektur khas Tiongkok.
Pintu vihara ini bertipe Pai-Lou dengan warna dasar merah yang sangat identik dengan warna otentik etnis Tionghoa. Bangunan vihara ini dilengkapi dengan sejumlah ornamen-ornamen, seperti sepasang lukisan panglima perang.
Patung di kedua sisi pintu masing-masing menggambarkan singa betina dan singa jantan. Kedua patung ini diukir secara utuh, dengan tinggi 85 cm. Tangan kiri kedua patung ini mencengkeram sebuah bola, dan tubuh mereka dihiasi dengan desain selendang merah.
Patung ini merepresentasikan kekuatan, keberanian, dan ketabahan dengan cara yang megah dan indah. Patung tersebut berguna untuk mencegah masuknya pengaruh jahat (penolak bala).
Selain itu, terdapat dua prasasti dengan tulisan bahasa Mandarin di bagian depan vihara. Tulisan tersebut dibuat dengan cat atau tinta berwarna merah, dengan warna hitam di bagian dasar dan kaligrafi kuning keemasan di bagian atas.
Di antara kedua prasasti tersebut terdapat lukisan Cina dan hitam. Dua naga kecil diukir di bagian atas prasasti, sementara seekor naga yang cukup besar diukir di bagian bawah yang cukup besar.
Vihara ini terdiri dari sejumlah bangunan yang fungsional. Adapun bangunan-bangunan tersebut, yakni:
Bagian depan berupa halaman (gapura utama);
Unit utama (pusat vihara) terdiri atas teras, bagian tengah dan bagian dalam;
Bagian kiri (sayap kiri) terdapat kamar yang saling berhubungan; dan
Bagian ujung Belakang sebagai ruang sembahyang.
Tujuan Wisata Religi di Makassar
Vihara Ibu Agung Bahari masih menjadi tempat ibadah bagi umat Buddha hingga saat ini. Baik yang tinggal di sekitar vihara maupun yang datang dari daerah lain di Makassar dan bahkan luar negeri.
Walaupun vihara ini berfungsi sebagai tempat ibadah agama Buddha, tempat tersebut juga sesekali difungsikan sebagai tempat perayaan hari-hari besar kepercayaan tradisional Tionghoa.
Selain menjadi tempat peribadatan, Vihara Ibu Agung juga ramai dikunjungi oleh wisatawan lokal maupun mancanegara untuk sekedar rekreasi ataupun edukasi. Hal tersebut karena arsitektur dan sejarah Vihara Ibu Agung Bahari yang menarik untuk dikaji.
Nah, demikianlah ulasan seputar sejarah, arsitektur dan tujuan wisata dari Vihara Ibu Agung Bahari di Makassar. Siap untuk berkunjung?
(edr/urw)