Cerita Kesaktian Pusaka Peninggalan Raja Bone di Arajang Rujab Bupati

Cerita Kesaktian Pusaka Peninggalan Raja Bone di Arajang Rujab Bupati

Agung Pramono - detikSulsel
Minggu, 23 Okt 2022 17:26 WIB
Senjata Pusaka di Arajang Rujab Bupati Bone
Foto: Keris Lamakkawa yang tersimpan di Arajang Rujab Bupati Bone. (Agung Pramono/detikSulsel)
Bone -

Bangunan Arajang di dalam kompleks Rumah Jabatan (Rujab) Bupati Bone, Sulawesi Selatan (Sulsel), menyimpan berbagai senjata pusaka peninggalan Raja Bone. Benda pusaka tersebut dulunya digunakan Raja Bone ke XV Arung Palakka untuk mempertahankan Kerajaan Bone.

Senjata pusaka yang tersimpan di Arajang diantaranya adalah pedang Latea Riduni, keris Lamakkawa, Alameng Tata Rapeng, dan tombak yang bernama La Salaga.

Budayawan Bone Andi Yushan Tenri Tappu mengatakan semua benda pusaka kerajaan tersebut dianggap sakral. Senjata-senjata tersebut sangat sakti dan memiliki kekuatan mistis.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ia mengungkapkan keris Lamakkawa dapat membunuh layaknya racun. Tidak perlu menancapkan keris tersebut untuk membunuh musuh.

Keris ini dapat membunuh musuhnya dalam waktu 15 menit hanya dengan sebuah goresan.

ADVERTISEMENT

"Dia punya magic itu yang terkandung luar biasa, karena diciptakan tidak sembarangan, disertai dengan mantra dan sesajen, diciptakan oleh panre besi (pandai besi) kerajaan. Memang orang sakral yang bikin dulu," jelasnya kepada detikSulsel, Jumat (21/10/2022).

Senjata Pusaka di Arajang Rujab Bupati BoneSenjata Pusaka di Arajang Rujab Bupati Bone. (Agung Pramono/detikSulsel)

Tidak kalah sakti dan mistis adalah pedang Latea Riduni. Yushan mengatakan Kelewang La Tea Riduni, merupakan pedang pendek yang berlapis emas dan dihiasi batu intan permata. Konon pedang itu tidak bisa dikuburkan bersama tuannya.

Latea Riduni dulu dimiliki oleh seorang raja kecil di bawah naungan Kerajaan Bone. Pada waktu tuannya meninggal, pedang tersebut hendak dikuburkan bersama tuannya.

"Setelah beberapa hari muncul itu benda pusaka. Saat muncul lagi itu benda pusaka di atas ditanam lagi, esok harinya ditanam lagi dan muncul kembali," ujar Yushan menceritakan kisah pusaka tersebut.

Pihak kerajaan saat itu, lanjut Yushan, terus berupaya menanam benda pusaka tersebut namun tidak pernah berhasil. Akhirnya pusaka tersebut diberikan ke Raja Bone ke-VI, La Uliyo Bote-e, Matinroe Ri Itterung.

"Diserahkan ke Raja Bone ke VI, bahwa ini benda pusaka yang tidak bisa dikuburkan dengan bahasa Bugis Latea Riduni," sebut Yushan.

Selanjutnya, pusaka ini dianggap sakral dan menjadi perlengkapan pelantikan raja.

"Sekarang di simpan di Museum Arajang. Latea Riduni itu berbentuk pedang seperti huruf Lam dalam bahasa Arab," bebernya.

Sejak Latea Riduni dipersembahkan, tidak pernah lagi dikuburkan. Setelah penyerahan kedaulatan kerajaan ke republik semua benda pusaka disimpan di Arajang.

Yushan menerangkan, Latea Riduni hanya dikeluarkan dari Arajang pada momen Hari Jadi Bone untuk acara Mattompang Arajang. Dengan tujuan membersihkan benda pusaka.

"Inilah menjadi ikonnya Bone yang menjadi inti perayaan HJB (Hari Jadi Bone). Mensucikan benda-benda pusaka kerajaan. Biar acara yang lain tidak dilaksanakan, yang penting Mattompang Arajang wajib dilakukan," terangnya.

Sakralnya Arajang di Rujab Bupati Bone

Menyimpan senjata pusaka peninggalan Kerajaan Bone membuat Arajang menjadi tempat yang sakral. Untuk memasuki Arajang tidak boleh sembarang waktu, hanya pada momen-momen tertentu Arajang ini bisa dibuka.

Yushan mengatakan tidak ada larangan khusus untuk mengunjungi dan masuk di Arajang. Namun, pengunjung harus memiliki niat yang baik serta bertutur kata dan berperilaku yang sopan saat masuk di Arajang.

Bangunan Arajang di kompleks Rujab Bupati BoneBangunan Arajang di kompleks Rujab Bupati Bone. (Agung Pramono/detikSulsel)

Yushan menekankan tidak bisa bermain-main di dalam Arajang, apalagi berbuat hal buruk. Jika nekat melakukannya maka akan mengalami hal mistis.

Termasuk ketika pengunjung meremehkan dan tidak mempercayai kesakralan Arajang dan benda pusaka di dalamnya, pengunjung akan langsung ditunjukkan buktinya melalui kejadian mistis.

"Di dalam Arajang semua benda pusaka yang pernah digunakan Arung Palakka untuk mempertahankan Kerajaan Bone. Semua benda dianggap benda sakral dan mistik. Tidak boleh sembarang bicara misal, apa ini, begini ji. Biasa orang kemasukan. Makanya tidak bisa main-main di Arajang. Tidak sembarangan orang bisa berkata-kata," sebutnya.

Yushan menceritakan, pernah ada rombongan instansi yang masuk ke Arajang. Diantara mereka tidak percaya akan kesakralan Arajang. Ia mengatakan saat itu orang tersebut langsung kesurupan hingga ditangani oleh ustadz.

"Pernah dulu ada orang yang masuk dan tidak percaya, malah banyak bicara langsung kerasukan. Dipanggilkan pi ustaz untuk rukyah ki baru sadar. Makanya orang di situ tidak boleh bermain-main," kata Yushan.

Sebelum difungsikan sebagai tempat penyimpanan benda pusaka, Arajang dulunya merupakan pendopo. Tepatnya pada saat Rujab Bupati Bone digunakan sebagai istana sementara pada masa pemerintahan Raja Bone ke-31, La Mappanyukki pada tahun 1931.

Arajang kini menjadi museum pusat tepat penyimpanan benda-benda pusaka Kerajaan Bone. Benda-benda pusaka ini disucikan dan tidak dibuka untuk umum.

"Benda-benda kerajaan itu tersimpan dengan baik di Museum Arung Palakka (Museum Arajang) yang berada di Kompleks Rumah Jabatan Bupati Bone. Benda-benda pusaka itu disucikan tidak tidak terbuka untuk umum, melainkan proses penyuciannya hanya dilaksanakan di dalam Museum Arajang," sebutnya.




(alk/nvl)

Hide Ads