Keberadaan kelelawar di Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel) memiliki keiistimewaan. Kelelawar tersebut dilindungi melalui peraturan daerah (perda).
Nilai histori kelelawar di Soppeng menjadi salah satu pertimbangan pemerintah daerah (pemda) setempat memberikan perlindungan. Selain itu, karena kelelawar ini sudah menjadi ikon atau ciri khas Kabupaten Soppeng.
Saat ini, jika menyebut nama Kabupaten Soppeng, maka yang terbayang salah satunya adalah sekumpulan kelelawar yang bergelantungan di atas pohon. Kelelawar-kelelawar itu tinggal dan hidup di pepohonan asam pusat Kota Watansoppeng.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ciri khas lainnya yakni akan tercium bau menyengat khas kelelawar jika berada di sekitar Watansoppeng. Orang-orang bisa melihat kelelawar yang tengah tertidur sambil bergelantungan tersebut dengan leluasa di pusat kota.
Kelelawar-kelelawar itu pun tak terusik dengan riuhnya kendaraan yang lalu lalang atau aktivitas masyarakat lainnya. Mereka justru akan memperlihatkan aktivitasnya saat menjelang petang di mana waktunya bagi mereka untuk mencari makan.
Perlindungan tersebut diatur melalui Perda Nomor 66 Tahun 2006. Di dalam perda itu, mengganggu kelelawar di pusat Kota Watansoppeng, apalagi menebang pohon asam seantero Kota Watansoppeng tempat koloni ribuan kelelawar itu bergelantungan, bisa didenda, bahkan dipenjara.
Selain itu, Pasal 7 Perda 66 Tahun 2006 itu juga diatur kewajiban mencegah terjadinya penurunan tingkat kelestarian burung kelelawar yang berkaitan dengan adanya kegiatan perburuan burung kelelawar. Termasuk tindakan penebangan pohon tempat bermukim kelelawar tersebut, harus berkoordinasi dengan unit kerja yang menangani lingkungan hidup.
"Keluarnya aturan tersebut karena populasi satwa kelelawar semakin lama semakin menurun. Makanya harus dijaga," kata Kabid Penataan dan Peningkatan Kapasitas Lingkungan Hidup DLH Soppeng Abd Rasyid kepada detikSulsel, Jumat (21/10/2022).
Pada 2007, populasi kelelawar di Soppeng diperkirakan kurang lebih 800 ekor. Namun seiring berjalannya waktu, populasinya semakin menurun menjadi kurang lebih 682 ekor saat itu.
"Ada berbagai faktor yang membuat populasinya menurun. Salah satunya adalah perburuan dan perusakan habitatnya," sebutnya.
Janji Setia Kelelawar Soppeng
![]() |
Ada legenda yang menceritakan tentang putri Raja La Temmamala dengan kelelawar di Soppeng. Sang putri pernah membuat perjanjian dengan hewan yang ada di Soppeng, termasuk dengan kelelawar.
"Bahkan saking akrabnya, mereka membuat sebuah perjanjian untuk saling menjaga sampai kapan pun," kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Soppeng Andi Sumangerukka.
Sang putri lalu dipersunting oleh seorang pangeran dari kerajaan lain. Setelah resmi menikah, pangeran mengajak sang putri untuk ikut dengannya melakukan perjalanan panjang ke daerah lainnya. Sang putri tidak bisa menolak.
Dalam perjalanannya, sang putri rupanya tidak lagi kembali ke tanah Soppeng. Ketidakhadiran sang putri di tengah para hewan yang telah sepakat memegang janji akhirnya membuat situasi tidak terkendali. Mereka saling berebut kekuasaan.
Karena itu, hewan-hewan tersebut memilih untuk pergi dari tanah Soppeng. Namun tidak dengan kelelawar yang tetap setia memegang janji menunggu kedatangan sang putri.
"Salah satunya (yang bertahan) adalah kelelawar atau kalong. Mereka tetap setia menunggu sang putri kembali, bahkan hingga saat ini. Begitu kisah yang beredar di masyarakat," tutur Sumangerukka.
(asm/sar)