Kelelawar atau kalong tidak tinggal dan hidup begitu saja di pusat kota Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan (Sulsel). Ada mitos malapetaka di balik keberadaan kelelawar tersebut.
Mitos itu muncul dalam perjanjian yang mengikat antara Raja Soppeng pertama, La Temmamala dan Raja Kelelawar Putih. Perjanjian antara kedua raja itu diyakini masyarakat sudah ada sebelum kemunculan To Manurunge di Soppeng.
Berdasarkan cerita yang dihimpun Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Soppeng, perjanjian itu bermula saat rombongan kelelawar yang dipimpin oleh rajanya melintas di sebuah lembah subur dan sejuk. Mereka hendak mendatangi putri dari Raja La Temmamala untuk meminta perlindungan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Raja Kalong saat itu menceritakan rombongannya sedang dalam pelarian. Mereka dikejar-kejar untuk dimusnahkan. Sang putri yang punya keahlian berkomunikasi dengan hewan kemudian menjadi perantara.
Melalui perantara sang putri, raja mengizinkan rombongan kalong untuk bermukim di daerahnya. Namun sebelumnya, sang raja bertanya apa keuntungan yang bisa diberikan rombongan kalong ini terhadap rakyatnya.
"Saat itu dikatakan kalong bisa memberi tanda-tanda, bila suatu malapetaka akan melanda Soppeng, maka sebagai tandanya kami akan meninggalkan Soppeng," tutur Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Soppeng, Karim saat ditemui detikSulsel di kantornya, Kamis (20/10/2022).
Raja La Temmamala lalu meminta adanya jaminan kepada kelelawar untuk tidak memakan buah-buahan milik rakyatnya. Bila perjanjian ini dilanggar, maka kelelawar akan terkena kutukan menjadi binatang yang lebih kecil.
Suatu waktu, ada seekor kalong yang melanggar perjanjian. Raja Kelelawar beserta rakyatnya pun sangat malu dengan kejadian ini. Kelelawar yang melanggar akhirnya menerima kutukan menjadi Diko atau hewan yang lebih kecil.
Dari sinilah akhirnya kelelawar memilih untuk bergelantungan di pusat kota Soppeng. Kepala mereka menghadap ke bawah dan menutupi wajahnya dengan sayap-sayapnya.
"Sampai saat ini cerita perjanjian tersebut masih terjaga sampai sekarang. Namun untuk mengetahui pastinya harus ada penelitian lebih lanjut," ucap Karim.
Mitos Malapetaka Kelelawar Soppeng
![]() |
Keberadaan kelelawar Soppeng akan memberikan tanda bila akan terjadi malapetaka atau bencana. Kelelawar akan pergi sebagai pertanda buruk, dan sebaliknya menjadi pertanda baik jika terus berada di tempatnya.
"Kalau kelelawar hilang di Soppeng berarti ada tanda-tanda bahaya. Pernah waktu kejadian terbakar Pusper (Pusat Pertokoan) kelelawar menghilang. Mereka baru kembali setelah kebakaran," kata Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Soppeng Andi Sumangerukka.
Mitos tersebut pun hingga kini banyak dipercayai oleh masyarakat Soppeng. Masyarakat mesti waspada bila kelelawar di pusat kota itu tiba-tiba saja tidak berada di tempatnya. Pertanda bencana.
Pemerintah Daerah (Pemda) Kabupaten Soppeng pun sudah membuat peraturan daerah (perda) untuk menjaga kelelawar tersebut tetap berada di tempatnya. Salah satu aturannya ialah terkait larangan untuk menebang pohon di sekitar pusat kota Soppeng.
"Makanya kelelawar di Soppeng dilestarikan oleh pemerintah dan dijaga. Bahkan sampai harus dibuatkan Perda untuk tetap melestarikannya, dengan tidak sembarang menebang pohon asam yang ditempatinya," ucap Sumangerukka.
Sumangerukka menyebut sebenarnya ada banyak versi tentang keberadaan kelelawar di Kabupaten Soppeng. Cerita yang berkembang pun tidak dipercayai oleh semua atau dikembalikan kepada masing-masing individu.
"Namun yang pasti begitulah cerita yang kami dapatkan dari orang tua dulu. Bisa juga dijadikan sebagai komparasi atau perbandingan dengan hasil penelitian," tutup Sumangerukka.
Dibuat Jadi Taman Kalong
![]() |
Sebagai bentuk pelestarian keberadaan kelelawar atau kalong, Pemda Soppeng membuat Taman Kalong di lokasi mereka tinggal. Taman itu terletak di Kelurahan Botto, Kecamatan Lalabata.
Dari Kota Makassar, jarak menuju lokasi mesti menempuh sekitar 180 kilometer atau kurang lebih 5 jam perjalanan. Uniknya, di lokasi tersebut juga ada Museum Villa Yuliana, dan Masjid Agung Darussalam, sebagai pelengkap keindahan pusat kota Soppeng.
Di Taman Kalong itulah dikelilingi pohon asam. Jarak antara satu pohon dengan pohon lainnya sekitar 10 meter, yang masing-masing pohon sudah ditempati kelelawar untuk bergelantungan.
Tempat ini tak jarang menjadi destinasi favorit bagi orang-orang yang ingin sekadar melepas penat atau berswafoto. Di taman ini sudah ada patung kelelawar yang bisa menjadi objek berfoto bagi pengunjung.
(asm/tau)