Tugu Tellumpoccoe Bone, Tempat Perjanjian 3 Raja 'Bosowa' Melawan Gowa 1582 M

Tugu Tellumpoccoe Bone, Tempat Perjanjian 3 Raja 'Bosowa' Melawan Gowa 1582 M

Agung Pramono - detikSulsel
Minggu, 20 Mar 2022 20:00 WIB
Tugu Tellumpoccoe di Bone.
Tugu Tellumpoccoe di Timurung Dusun Bunne Desa Allamungeng Patue Kecamatan Ajangale Bone. (Foto: Agung Pramono/detikSulsel)
Bone -

Kerajaan Bone di masa lampau beberapa kali terlibat perang sengit oleh agresi kerjaan Gowa ke wilayahnya. Hingga akhirnya pada sekitar tahun 1582 Masehi, Kerajaan Bone yang kian tertekan oleh perang lantas mengajak kerajaan Soppeng dan Wajo yang berada di sekitarnya untuk membuat perjanjian melawan agresi Gowa, yang kemudian disebut Perjanjian Tellumpoccoe.

Diinisiasi Raja Bone ke-7 La Tenrirawe Bongkangnge, 3 kerajaan Bosowa (Bone, Soppeng, Wajo) akhirnya membuat kesepakatan bersama untuk menekan agresi Gowa. Perjanjian berlangsung pada 1582 Masehi di Timurung Dusun Bunne Desa Allamungeng Patue Kecamatan Ajangale Bone.

Di wilayah ini kini berdiri Tugu Tellumpoccoe, yang bertujuan mengenang Perjanjian Tellumpoccoe. Tugu ini berjarak sekitar 55,4 kilometer dari Kota Watampone, menuju ke jalan poros arah Kabupaten Wajo. Naskah asli perjanjian masih tersimpan rapi di lemari di rumah Raja Arajange, halaman rumah jabatan (rujab) Bupati Bone.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau dibilang Tellumpoccoe, itu (artinya) persekutuan Bone, Wajo, dan Soppeng. Inilah yang membuat aliansi untuk membendung kerajaan-kerajaan di Sulsel seperti Gowa pemegang hegemoni. Inilah yang membatasi kekuasaannya Gowa untuk memperluas hegemoni," kata Budayawan Bone, Andi Yushan Tenritappu kepada detikSulsel, Sabtu (12/3/2022).

Tugu Tellumpoccoe di Bone.Tempat Perjanjian Tellumpoccoe oleh kerajaan Bone, Soppeng, dan Wajo (Bosowa). Foto: Agung Pramono/detikSulsel

Dalam catatan Lontara Bugis dijelaskan bahwa pada masa Bone di bawah pemerintahan Raja Bone ke-7 La Tenrirawe Bongkangnge beberapa kali mengalami bencana perang yang didalangi oleh pihak Gowa dan Luwu. Walaupun Bone selama itu selalu unggul, namun dapat dimaklumi bahwa Bone menderita kerugian harta benda dan sumber daya manusia (SDM) serta kehidupan sosial budaya.

ADVERTISEMENT

Untuk memperkuat kedudukan Bone sebagai suatu kerajaan yang tangguh, La Tenri Rawe menjalin hubungan kerja sama dengan Arung Matowa Wajo yang bernama To Uddamang. Begitu juga dengan Datu Soppeng yang bernama Lamappaleppe Pollipue Datu Soppeng.

"Maka diadakanlah pertemuan di Cenrana untuk memperkuat hubungan antara Bone, Wajo, dan Soppeng. Sejak saat itu, tiga daerah sudah bersekutu, jadi tidak seenaknya kerajaan lain mau mengadakan perluasan daerah," jelas Yushan.

Perjanjian Tellumpoccoe ini diprakarsai oleh Raja Bone dan Kajaolaliddong (penasihat kerajaan). Ada tiga batu ditenggelamkan. Kerajaan Bone menanam batu besar menandakan bahwa Bone sebagai saudara tua, kemudian Raja Wajo menanam batu dengan ukuran lebih kecil sebagai saudara tengah dan batu dengan ukuran paling kecil ditanam oleh Raja Soppeng menandakan saudara muda.

"Ini buah pikirannya semua Lamellong (cendekiawan kerajaan), yang akhirnya pada waktu itu Bone disegani oleh kerajaan lain," ungkap Yushan.

Sejarawan Unhas, Suriadi Mappangara menjelaskan, Kerajaan Gowa sering berperang dengan kerajaan Bone, makanya pada abad ke 16 Bone kemudian merasa perlu membangun kekuatan, jadi diajak lah Soppeng dan Wajo, mereka hanya bertemu dan sepakat.

"Tapi waktu itu kerajaan Wajo mengatakan saya ini berada dalam pengaruh Gowa, namun kerajaan Bone tegaskan tidak perlu takut, nanti kami berhubungan dengan Gowa. Soppeng waktu itu merasa kerajaannya kecil maka meminta wilayah sebagian dari Wajo dan Bone," ucapnya.

Suriadi menyebutkan, itulah cikal bakal lahirnya Perjanjian Tellumpoccoe, persekutuan tiga wilayah. Ini untuk membendung hegemoni Gowa yang terus membangun kekuatan dengan Pelabuhan Ujung Pandang yang sudah ada saat itu. Jadi Bone khawatir sehingga membangun aliansi yang bertujuan untuk membendung serangan dari luar. Utamanya kekhawatiran ekspansi yang dilakukan Gowa.

"Saat itu Gowa mencoba menyebarkan agama Islam pada tahun 1608 M lalu ditolak oleh Tellumpoccoe karena dianggap Gowa bukan kepentingan agama semata, melainkan ada modus lain seperti kepentingan politik dan ekonomi," sebutnya.

Tugu Tellumpoccoe di Bone.Lokasi yang menjadi saksi bisu Perjanjian Tellumpoccoe pada 1582 Masehi di Desa Allamungeng Patue, Kecamatan Ajangale, Bone. Foto: Agung Pramono/detikSulsel

Perjanjian Tellumpoccoe sering dipakai oleh raja-raja atau petinggi dari ketiga kerajaan ini kalau timbul perselisihan. Tellumpoccoe ini memiliki dampak besar, walaupun tidak bertahan lama, tetapi pengaruhnya sangatlah besar pada periode berikutnya.

Suriadi menuturkan, pada tahun 1609 Gowa menyerang Soppeng, lalu menyerang Wajo tahun 1610, dan Bone pada tahun 1611. Bone diserang bukan persoalan ekspansi wilayah, namun karena Bone menurunkan Raja Bone Latenriruwa Sultan Adam Matinroe Ri Bantaeng dari tahtanya gegara menerima ajaran Islam.

"Di situlah Raja Gowa marah. Dia bertanggungjawab atas penyebaran Islam itu karena dampaknya kepada Raja Bone. Marahnya karena (Raja Bone) diturunkan dari tahtanya sebagai raja," jelasnya.

Isi Perjanjian Tellumpoccoe dan terjemahannya :

1. Malilusipakainge, Rebba Sipatokkong, Siappidapireng riperinyameng (memperingati bagi mereka yang tidak menaati kesepakatan, saling mengingatkan jika ada yang tersungkur dan saling membantu dalam suka duka).

2. Tessibaicukkeng, tessiccinnaianyyang ulaweng matasa, pattola malampe, waramparang maega pada malebbang risaliweng temmalebbang rilaleng (tidak akan saling mengecilkan peran, tidak akan saling menginginkan perebutan takhta dan penggantian putra mahkota dan tidak saling mencampuri urusan dalam negeri).

3. Teppettu-pettu siranreng sama sama pi mappettu, tennawa nawatomate janccitta, tennalariang angin risaliweng bitara, natajeng tencajie, iya teya ripakainge, iya riduai, maumaruttung langie, mawoto paratiwie, temmalukka akkulu adangetta, natettongi dewata sewwae. (tidak akan putus satu satu melainkan semua harus putus, perjanjian ini tidak akan batal karena kita mati dan tidak akan lenyap karena dihanyutkan angin keluar lagi mustahi terjadi. Siapa yang tidak mau diperingati dialah yang harus diserang kita berdua walaupun langit runtuh dan bumi terbang perjanjian ini tidak akan batal dan disaksikan oleh Tuhan yang maha Esa).

4. Sirekkokeng tedong mawatang, sirettowang panni sipoloang poppa, silasekeng tedong siteppekeng tanru tedong (saling menundukkan kerbau yang kuat saling mematahkan paha saling mengebirikan kerbau artinya mereka akan saling memberikan bantuan militer untuk menundukan musuh yang kuat).

5. Tessiottong warang parang, tesipallattuana' parakeana (tidak akan saling berebutan harta benda dan berlaku bagi penerus).




(tau/nvl)

Hide Ads