Kisah Herman Tunanetra Asal Makassar Raih Gelar Sarjana di UIM

Darmawanti Adellia Adipradana - detikSulsel
Kamis, 09 Jun 2022 17:17 WIB
Foto: Herman, mahasiswa tunanetra raih gelar sarjana di Universitas Islam Makassar (UIM). (Darmawanti Adellia Adipradana/detikSulsel)
Makassar -

Keterbatasan fisik tak mematahkan semangat Herman (30) untuk tetap bisa menempuh pendidikan. Pria tunanetra asal Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) itu membuktikannya dengan meraih gelar sarjana di Universitas Islam Makassar (UIM).

Herman merupakan mahasiswa jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) di Fakultas Agama Islam (FAI) UIM. Ia lulus dan diwisuda dengan indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,50 atau mendapat predikat memuaskan pada Selasa (7/6) lalu.

Tentu saja, meraih gelar sarjana itu tidaklah mudah baginya. Herman butuh kerja ekstra dibanding dengan mahasiswa lain pada umumnya. Sebab, di kampusnya belum ada fasilitas khusus untuk penyandang disabilitas. Terlebih, dia satu-satunya mahasiswa tunanetra di kampusnya.


"Tidak ada (program difabel). Hanya itu memang ada sih beberapa dosen yang maklumi (keadaan Herman)," kata Herman saat ditemui detikSulsel di kediamannya, Jalan Teuku Umar 9, Kelurahan Kaluku Bodoa, Kecamatan Tallo, Makassar, Rabu (8/6/2022).

Sebagai penyandang disabilitas, Herman berusaha keras agar tidak tertinggal dengan mahasiswa lainnya di kelas. Berbagai cara ia lakukan agar materi yang diberikan dosen tetap dapat ia terima dengan baik.

Salah satu yang kerap dilakukannya ialah merekam materi yang disampaikan dosen di kelas menggunakan handphone (HP). Setelah itu, rekaman tersebut kemudian ditranskrip setelah tiba di rumah.

"Saya ketik materinya dosen, saya pause (rekaman), baru saya ketik lagi jadi jelas pertemuan pertama, pertemuan kedua, dan pertemuan ketiga," tuturnya.

Herman mengaku tetap mengikuti proses kuliah seperti mahasiswa lainnya, termasuk membeli buku, meski tak bisa ia baca. Namun, pria kelahiran tahun 1992 itu tak mati akal, dengan meminta temannya membaca materi di buku tersebut untuk direkam lalu ditranskrip lagi.

"Tidak ada (buku materi huruf braille), karena nggak ada kampus yang cetak buku dengan huruf braille selain di sekolah saya dulu," ungkapnya.

Aral pun tak bisa ia hindari. Ada kalanya Herman tak berkutik saat dihadapkan pada mata kuliah yang mengharuskan mahasiswa menulis kaligrafi. Syukurnya, dosen pengampuh mata kuliah memberikan toleransi kepada Herman dengan mengerjakan tugas lisan, termasuk saat final semester.

"Itu (mata kuliah Hadis dan Bahasa Arab) kan pakai kaligrafi itu saya tidak bisa 100 persen itu. Ada beberapa dosen itu (diganti) dilisankan (tugas dan final)," kisahnya.

Herman harus membawa pendamping saat mengikuti final tertulis. Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.




(asm/nvl)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork