KPAI Minta Negara Tanggung Nasib Anak Yatim Piatu gegara Tragedi Kanjuruhan

Berita Nasional

KPAI Minta Negara Tanggung Nasib Anak Yatim Piatu gegara Tragedi Kanjuruhan

Tim detikNews - detikSulsel
Senin, 03 Okt 2022 09:24 WIB
Tampak seorang pendukung Persis Solo menyalakan lilin. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha.
Foto: ANTARA FOTO/MOHAMMAD AYUDHA
Jakarta -

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta pemerintah bertanggung jawab terhadap nasib anak-anak yang menjadi yatim piatu akibat orang tuanya meninggal saat tragedi Kanjuruhan. Anak-anak yang mendadak menjadi yatim piatu tersebut membutuhkan dukungan negara.

"Mendorong negara cq Pemerintah Pusat dan Daerah terkait untuk bertanggung jawab terhadap jatuhnya korban jiwa dan luka-luka dalam tragedi Kanjuruhan, Malang," kata Kommisioner KPAI, Retno Listyarti, dalam siaran persnya, dilansir dari detikNews, Senin (3/9/2022).

"Begitupun bagi anak-anak yang orang tuanya meninggal saat tragedi ini butuh dukungan negara, karena mereka mendadak menjadi yatim atau bahkan yatim piatu, tulang punggung keluarganya ikut menjadi korban tewas dalam peristiwa ini," sambung Retno.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Retno mengatakan bentuk tanggung jawab itu perlu berupa rehabilitasi psikis hingga santunan. Rehabilitasi psikis dibutuhkan terutama bagi anak-anak yang masih dirawat di rumah sakit

Dia juga menyebut tragedi Kanjuruhan adalah tragedi kemanusiaan. Penggunaan gas air mata di stadion sepakbola dinyatakannya membahayakan semua orang dalam kerumunan, termasuk anak-anak.

ADVERTISEMENT

Lebih lanjut Retno mengatakan gas air mata dapat menyebabkan rasa terbakar pada kulit, rasa perih di mata dan timbul air mata, gangguan di saluran pernapasan berupa hidung berair, batuk, dan rasa tercekik, gangguan saluran pencernaan seperti rasa terbakar di tenggorokan hingga muntah, terlebih bila serbuk gas air mata masuk ke paru-paru maka napas bakal sesak.

"Itulah mengapa penggunaan gas air mata tersebut dilarang oleh FIFA. FIFA dalam Stadium Safety and Security Regulation Pasal 19 menegaskan bahwa penggunaan gas air mata dan senjata api dilarang untuk mengamankan massa dalam stadion," kata Retno.

Retno juga menyoroti perihal penolakan rekomendasi agar pertandingan digelar sore hari, bukan malam hari seperti yang telah terjadi. Lebih dari itu, situasi menjadi tidak aman bgi anak-anak.

"Memang membawa anak-anak dalam kerumunan massa sangat berisiko apalagi di malam hari, karena ada kerentanan bagi anak-anak saat berada dalam kerumunan, karena kita tidak bisa memprediksi apa yang akan terjadi dalam kerumunan tersebut," kata Retno.

Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy mengatakan sebanyak 488 orang menjadi korban tragedi Kanjuruhan usai pertandingan sepakbola Arema versus Persebaya itu. Dari 448 korban, 302 orang di antaranya mengalami luka ringan, 21 orang luka berat, dan 125 orang meninggal dunia.




(hmw/hmw)

Hide Ads