Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak gugatan yang diajukan oleh 2 pasangan calon (paslon) terkait hasil Pemilihan Gubernur (Pilgub) Maluku Utara (Malut). Permohonan pemohon dinilai kabur (obscuur) dan MK menilai tidak ada pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) yang dapat membatalkan hasil Pilgub Malut 2024.
"Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua MK Suhartoyo dalam Sidang Pengucapan Putusan Nomor 258/PHPU.GUB-XXIII/2025 yang diajukan paslon nomor urut 3 Muhammad Kasuba-Basri yang berlangsung di MK, Rabu (5/2/2025).
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menegaskan bahwa KPU tidak terbukti melakukan pelanggaran saat meloloskan Pihak Terkait, yakni pasangan calon nomor 4 Sherly Tjoanda-Sarbin Sehe sebagai peserta Pilgub Malut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
MK menilai KPU Malut telah terbukti menjalankan prosedur pemeriksaan kesehatan Sherly Tjoanda dengan benar berdasarkan peraturan perundang-undangan.
"Dengan diloloskannya bakal pasangan calon pengganti dari Pihak Terkait yang menggantikan suaminya yang mengalami kecelakaan, yang telah melalui proses pemeriksaan kesehatan yang benar dan transparan di Rumah Sakit Angkatan Darat Gatot Soebroto Jakarta telah membuktikan tidak adanya pelanggaran yang termasuk jenis terstruktur, sistematis, dan masif yang dapat membatalkan hasil pemilihan gubernur dan wakil gubernur Maluku Utara tahun 2024," ujar Arief.
"Terlebih lagi sesuai dengan fakta yang terungkap di persidangan, Mahkamah tidak menemukan bukti yang meyakinkan bahwa Termohon melakukan verifikasi administrasi dan verifikasi faktual dalam tahapan pencalonan, khususnya terkait kesehatan Pihak Terkait secara tidak benar," sambungnya.
Berdasarkan pertimbangan hukum tersebut, Mahkamah tak dapat mengabaikan pemberlakuan Pasal 158 ayat 2 huruf b Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) terkait ambang batas untuk mengajukan permohonan. Dalam Pilgub Maluku Utara, Pemohon meraih 91.297 suara dan pasangan calon nomor urut 4 sebagai Pihak Terkait mendapatkan 359.416 suara. Artinya terdapat selisih 268.119 suara atau 38 persen.
Selanjutnya, MK juga memutuskan menolak gugatan yang diajukan oleh Husain Alting Sjah dan Asrul Rasyid Ichsan terkait hasil Pilgub Malut. Gugatan pasangan calon nomor urut 1 Pilgub Malut itu dinilai kabur (obscuur).
"Berdasarkan alasan-alasan tersebut, tidak terdapat keraguan bagi Mahkamah untuk menyatakan bahwa permohonan Pemohon tidak jelas atau kabur atau obscuur. Dengan demikian, eksepsi Termohon atau Pihak Terkait yang menyebut permohonan tidak jelas atau obscuur adalah beralasan menurut hukum," ujar Ketua MK dalam pembacaan putusan.
Dengan pertimbangan permohonan Pemohon dinyatakan kabur, maka eksepsi lainnya, seperi jawaban Termohon, keterangan Pihak Terkait, keterangan Bawaslu, serta pokok permohonan tidak perlu dipertimbangkan lebih lanjut.
Sebelumnya, Husain-Asrul menuding adanya pemilih di Pilgub Malut yang menggunakan KTP dari 12 provinsi di luar Malut. Namun, dalil ini dinilai tidak berdasar karena Pemohon tidak dapat menguraikan alamat domisili dari masing-masing pemilih yang dimaksud.
Selain itu, Pemohon dinilai mengabaikan ketentuan Pasal 30 Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2019 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013. Peraturan ini mengatur bahwa NIK sebagai nomor identitas tunggal digunakan untuk semua urusan pelayanan publik dan berlaku seumur hidup serta tidak berubah meskipun terjadi perubahan domisili.
(sar/ata)