Ketua Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi) Sulawesi Selatan (Sulsel), Yonggris menyebut politik uang membuat masyarakat stres. Dia mengatakan hal itu dikarenakan masyarakat terbebani dalam memilih.
"Politik uang itu bisa menimbulkan stres di masyarakat, karena mungkin saja ada beban antara dia ingin memilih seseorang (yang berbeda) dengan pesanan dari duit yang dia terima," ujar Yonggris kepada detikSulsel, Minggu (17/11/2024).
Dia mengatakan pihak-pihak yang memiliki kekuasaan kerap bermain dengan politik uang. Menurutnya, itu adalah hal yang sangat berbahaya serta membuat masyarakat tertekan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Begitu juga orang yang punya kuasa bermain dengan politik uang dan politik kekuasaan, bahaya sekali. Itu menimbulkan tekanan di masyarakat," katanya.
Yonggris menuturkan politik uang sulit dihindari oleh masyarakat. Sebab, menurutnya kondisi masyarakat saat ini masih banyak yang belum sejahtera.
"Sebab uang masih menjadi kebutuhan masyarakat kita, karena masih banyak yang belum sejahtera. Jadi ya terpaksa, ini satu hal yang tidak bisa kita hindari," tuturnya.
Begitupun dengan oknum yang menggunakan politik uang sebagai kendaraan mendapatkan suara. Sulit untuk dicegah, maka dari itu politik disebut menjadi sangat mahal.
"Artinya politik kita menjadi politik yang sangat mahal, karena harus mengeluarkan biaya yang sangat besar. Dampaknya itu pasti siapapun yang terpilih, sudah mengeluarkan uang banyak, pasti berusaha kembali modal minimal," sambungnya.
Namun, Yonggris tetap mengimbau masyarakat agar tidak terlibat dengan politik uang. Dia juga menyinggung pihak yang menerima uang tersebut memiliki konsekuensi.
"Kalau kamu terima uangnya orang, lalu kamu tidak pilih dia, itu kebohongan. Kita sudah terima uangnya, kita sudah janji mau pilih dia, ternyata kita tidak pilih. Artinya kebohongan, melanggar juga itu, artinya tidak jujur," ucapnya.
Menurutnya, suara masyarakat tidak bisa dibeli dengan uang. Kata dia, pilkada harus dilalui dengan kejujuran agar berjalan damai.
"Dalam pilkada itu harus jujur dan berintegritas. Kalau tidak jujur, apa yang masyarakat inginkan itu kan akhirnya tidak sesuai dengan kenyataannya. Misalnya, terjadi kecurangan, pencurian suara, sudah pasti tidak ada kedamaian," kata Yonggris.
"Jadi, kejujuran lalu adanya kebebasan orang memilih tanpa tekanan, itu yang membuat orang menjadi damai," tutupnya.
(ata/ata)