Survei Pemilihan Gubernur Maluku Utara (Pilgub Malut) dari Indikator Politik Indonesia yang mencapai 100,1 persen mendapat sorotan. Peneliti Indikator Politik Indonesia sebagai lembaga yang melakukan survei pun memberikan penjelasan atas angka tersebut.
"Jika persentase suara paslon disederhanakan menjadi 1 digit di belakang koma, maka penjumlahannya tidak tepat 100 persen, melainkan 100,1 persen," kata Founder Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi dalam keterangannya, Senin (11/11/2024).
Burhanuddin menuturkan, penggunaan bilangan desimal dalam penyusunan angka hasil survei lazim digunakan. Bahkan, penggunaan bilangan desimal juga kerap ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dalam menyatakan persentase penjualan minuman dari total penjualan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada juga pertumbuhan penduduk, persen pajak, dan lainnya. Pada temuan survei di Provinsi Maluku Utara, terutama terkait perolehan elektabilitas pasangan calon, berlaku bilangan desimal," ujarnya.
Menurut Burhanuddin, hal serupa juga berlaku jika persentase suara pasangan calon berupa bilangan desimal dengan tiga digit di belakang koma, maka penjumlahannya menjadi 99,999 persen. Tetapi jika bilangan desimal disajikan dalam bentuk bilangan desimal 2 dan 0 digit di belakang koma, maka penjumlahannya tepat 100 persen.
"Dengan begitu, efek seperti ini menjadi lumrah terjadi akibat pembulatan bilangan desimal. Persoalannya, ketika jumlah elektabilitas ditambahkan dengan massa mengambang, totalnya menjadi 100,1 persen, tidak bulat 100 persen," katanya.
Lebih lanjut Burhanuddin menuturkan, penjumlahan menjadi 100,1 persen merupakan suara yang disederhanakan akibat dari efek penerapan bilangan desimal. Sebab, bilangan desimal umumnya terdiri dari banyak angka di belakang koma, bahkan tak terhingga.
"Sehingga lumrah dinyatakan dalam bentuk yang lebih sederhana untuk kemudahan dalam membacanya, yaitu mengurangi jumlah digit di belakang koma hingga 3, 2, 1 atau 0 angka di belakang koma," tuturnya.
Burhanuddin juga menambahkan, aturan penyederhanaan bentuk bilangan desimal juga sudah berlaku secara umum, di mana jika angka terakhir lebih besar dari 5, maka pembulatan dilakukan ke atas pada angka di depannya. Misalnya bilangan 20,678 persen disederhanakan menjadi 2 digit di belakang koma menjadi 20,68 persen.
"Jika kita sederhanakan kembali menjadi hanya 1 digit, maka menjadi 20,7 persen dan jika disederhanakan lagi maka menjadi 21 persen," jelas Burhanuddin.
Sementara, jika angka terakhir 5 atau lebih rendah, maka pembulatan dilakukan ke bawah, misalnya bilangan 20,254 persen disederhanakan menjadi 20,25 persen. Angka tersebut bisa disederhanakan lagi menjadi 20,2 persen, atau 20 persen.
"Penjumlahan segugus bilangan desimal dari suatu persentase, kadang tidak menghasilkan angka yang tepat 100 persen. Ini akibat dari penyederhanaan setiap proporsi menjadi bentuk desimal yang lebih sedikit jumlah digit di belakang koma," ujarnya.
Sementara itu, Sekjen Perhimpunan Survei Opini Publik Indonesia (Persepsi), Djayadi Hanan mengatakan, apa yang terjadi dengan hasil survei Indikator di Maluku Utara merupakan hal yang kerap dialami lembaga survei. Menurutnya, hal tersebut bukan karena lembaga survei salah menghitung, tapi efek pembulatan.
"Bukan karena lembaga survei salah menghitung, tetapi karena efek pembulatan yang terjadi. Suatu bilangan dapat dibulatkan ke atas atau ke bawah dengan pembulatan bilangan. Ini karena komputer tidak dapat secara akurat menggambarkan beberapa angka," kata Djayadi.
Djayadi melanjutkan, secara khusus komputer hanya dapat menggambarkan angka bulat dalam batas tertentu. Semuanya tergantung pada ukuran kata yang digunakan untuk menggambarkan angka bulat.
"Jadi soal 100,1 persen itu tidak perlu diributkan, karena yang ribut malah ketahuan tidak memahami matematika," imbuh Djayadi.
Sebelumnya, Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei elektabilitas Pilgub Malut 2024. Survei ini dilakukan pada periode 20-28 Oktober 2024 menggunakan metode multistage random sampling di seluruh kabupaten/kota di Maluku Utara.
Total responden dalam penelitian ini sebanyak 800 orang. Dengan asumsi metode simple random sampling, ukuran sampel 800 responden memiliki toleransi kesalahan atau margin of error sekitar Β±3,5% pada tingkat kepercayaan 95 persen.
Hasilnya, Sherly Tjoanda Laos-Sarbin Sehe unggul dengan 40,7% dan disusul Husain Alting Sjah-Asrul Rasyid Ichsan 20,7%. Kemudian Muhammad Kasuba-Basri Salama 15,5%; dan Aliong Mus-Sahril Thahir 10,4%.
(sar/ata)