Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Parepare, Sulawesi Selatan (Sulsel) menyoroti tipologi Masjid Terapung yang belum jelas. SK pengurus yang telah terbit juga direkomendasikan ditinjau ulang karena terkesan tidak dibuat dengan dasar yang jelas.
"Status masjid juga tidak tahu masuk tipologi yang mana. Apakah masjid raya, masjid agung atau masjid besar yang harus dikelola pemda. Ini statusnya Masjid Terapung tidak jelas masuk di tipologi (jenis) yang mana," kata Ketua Komisi II DPRD Parepare Muhammad Yusuf Lapanna kepada detikSulsel, Rabu (3/4/2024).
Yusuf menegaskan kejelasan tipologi atau jenis Masjid Terapung tersebut menjadi pembahasan dalam rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD Parepare pada Selasa (2/4). Pemkab mengaku belum memperjelas hingga kini tipologi Masjid Terapung tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini yang tidak jelas, jadi pemerintah belum pernah mengeluarkan status ini masjid apa. Tipologinya yang mana? Salah satu rekomendasi kami meminta Pemda memperjelas status masjid ini sehingga pemerintah punya dasar dalam mengelola Masjid Terapung ini," tegasnya.
Dia menyebut setiap masjid punya status masing-masing untuk membedakan pengelolaan dan SK pengurus masjid yang dikeluarkan. Maka kata dia, seharusnya Masjid Terapung BJ Habibie juga harus diperjelas status dan pemberian SK-nya.
"Kalau dia masjid raya cukup di-SK-kan kecamatan. Nah ini kan SK keluar atas nama wali kota. Itu juga kami tanyakan dasarnya tetapi Kabag Hukum tidak bisa menjelaskan bahwa apa dasar pemerintah kota mengeluarkan SK wali kota," jelasnya.
Legislator Gerindra ini mengatakan, SK yang telah terbit sebelumnya perlu ditinjau ulang. Salah satu alasannya karena tipologi masjid yang dasar hukumnya tidak jelas.
"SK (SK yang terbit) tidak jelas dan terbit atas nama Wali Kota Parepare dan banyak pengurus tidak tahu dia sebagai pengurus. Jadi perlu ditinjau, kami akan berikan rekomendasi agar ditinjau SK tersebut," paparnya.
Sebelumnya diberitakan, Bendahara Pengurus Masjid Terapung dr Ibrahim Kasim mengakui adanya penolakan menyalatkan jenazah pada tahun 2023 lalu. Dia beralasan penolakan tersebut karena pembangunan masjid saat itu belum rampung dan diresmikan, sehingga pihaknya kebingungan untuk memberi izin.
"(Pembangunan masjid) Belum pi rampung, belum diresmikan, jadi pengurus sementara bingung, bagaimana ini mau dipakai salat jenazah. Tapi tidak ada niat menghalang-halangi sebenarnya," kata dr Ibrahim Kasim kepada detikSulsel, Rabu (3/4).
Sebagai informasi, awal mula polemik sorotan terhadap pengelolaan Masjid Terapung bermula saat seorang warga bernama Husain Almahdaly mengaku ditolak menyalatkan jenazah tantenya di Masjid Terapung BJ Habibie, Selasa (12/3). Husain menyebut Wakil Ketua I Bidang Idarah Masjid Terapung Muhammad Anzar yang tidak mengizinkan dengan dalih belum direstui Ketua Pengurus Masjid, Taufan Pawe.
"Alasannya katanya tidak mendapat restu dari Taufan Pawe," kata Husain kepada wartawan, Selasa(26/3).
(asm/sar)