Warga Tamalanrea Makassar Tolak PLTSa karena Bisa Cemari Udara-Air Tanah

Adhe Junaedi Sholat - detikSulsel
Rabu, 06 Agu 2025 16:54 WIB
Foto: Warga tanda tangan petisi penolakan PLTSa saat unjuk rasa di DPRD Kota Makassar, Rabu (6/8/2025). (Foto: Adhe Junaedi Sholat/detikSulsel)
Makassar -

Warga Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) bersikeras menolak rencana pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) di wilayah mereka. Kehadiran PLTSa diyakini bisa berdampak buruk bagi warga sekitar.

Warga Tamalanrea, Dadang Anugerah mengatakan, lokasi PLTSa di kelilingi perumahan, area publik dan kawasan pemerintahan. Bahkan ada rumah warga yang berbatasan langsung dengan lokasi pembangunan PLTSa.

"Kalau kita melihat bangunannya, nanti akan ada cerobong asap dari proses pembakaran sampah. Kalau berdasarkan referensi, (asap) bisa memberi dampak (pencemaran udara) kurang lebih 1 Km, jadi radius 1 Km," kata Dadang dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi C DPRD Makassar, Selasa (5/8/2025).


Pencemaran udara itu, kata Dadang, akan berlangsung selama 30 tahun sesuai kontrak yang dipegang PT Sarana Utama Energy (SUE). Ia menegaskan warga tidak menolak kehadiran teknologi pengolahan sampah, tapi keberadaannya tidak semestinya berada di tengah permukiman padat.

"Kami mendukung PLTSa, tapi bukan di tengah rumah warga. Ini menyangkut kesehatan anak-cucu kami. Katanya izin operasional 30 tahun. Itu berarti selama tiga dekade kami harus menghirup udara tercemar setiap hari dari 1.300 ton sampah yang diolah," ujarnya.

Dadang juga mengkhawatirkan pencemaran air tanah karena mayoritas warga menggunakan air bor. Jika air di sana tercemar, tentu tak ada lagi sumber air bersih yang bisa didapatkan.

"Kalau udaranya tercemar dan airnya juga, habis sudah harapan hidup sehat di sini," ungkapnya.

Penolakan juga datang dari warga Mula Baru, Dg Dolo yang menuding pihak perusahaan lebih dulu mendekati warga yang dianggap mendukung proyek, hingga memecah belah solidaritas warga. Menurutnya, proyek yang berada di kawasan pergudangan dan perkampungan buruh ini punya risiko jangka panjang terhadap lingkungan.

"Perusahaan cari orang yang pro. Ujungnya kita dibenturkan. Ada juga yang setuju karena faktor finansial. Rata-rata warga di sini buruh pabrik. Kalau udara dan air tercemar, siapa yang pikirkan nasib mereka ke depan?" katanya.



Simak Video "Video Pramono Ungkap Progres Kerja Sama PLTSa dengan Danantara"


(ata/asm)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork