Legislator Makassar Harap Lokasi PLTSa Pindah ke TPA Antang Usai Didemo Warga

Legislator Makassar Harap Lokasi PLTSa Pindah ke TPA Antang Usai Didemo Warga

Adhe Junaedi Sholat - detikSulsel
Kamis, 07 Agu 2025 11:50 WIB
Rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD Makassar usai demo warga menolak lokasi PLTSa di Kecamatan Tamalanrea.
Foto: Rapat dengar pendapat (RDP) di DPRD Makassar usai demo warga menolak lokasi PLTSa di Kecamatan Tamalanrea. (Adhe Junaedi/detikSulsel)
Makassar -

Komisi C DPRD Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), merekomendasikan lokasi pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) dipindahkan ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tamangapa Antang di Kecamatan Manggala. Hal ini setelah rencana penempatan PLTSa di Kecamatan Tamalanrea diprotes warga.

"Kami memberikan masukan untuk wilayah pembuangan atau pengolahan sampah itu bisa di tempat awalnya (di TPA Antang)," kata anggota Komisi C DPRD Makassar Ray Suryadi Arsyad usai melaksanakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama warga Tamalanrea, di Gedung DPRD Makassar, Rabu (6/8/2025).

Ray beranggapan, TPA Antang sangat mendukung untuk dijadikan lokasi pembangunan PLTSa. Apalagi masyarakat di kawasan itu sudah memahami situasi di Kecamatan Manggala memang dipersiapkan sebagai zonasi pembuangan sampah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami menganggap ketika memang masih ada kesempatan tempat untuk dipindahkan, maka kami sepakat untuk dipindahkan," tuturnya.

Menurut Ray, penolakan warga soal penempatan PLTSa di Kecamatan Tamalanrea sangat wajar. Masyarakat khawatir PLTSa tersebut bisa mengganggu kebutuhan dasar warga termasuk air.

ADVERTISEMENT

"Mereka (warga) merasa akan terancam dengan adanya kegiatan yang akan berlangsung di kemudian hari, termasuk masa depan mereka. Terlebih kebutuhan air, udara dan tentu saja jalur transportasi yang akan membuat kemacetan suatu hari nanti," tuturnya.

"Di sana itu ada perumahan, ada industri. Masa dibuat lagi yang namanya tempat sampah. Ini hal yang membuat kekacauan di Makassar ini terkait adanya pembangunan bersifat tidak konsisten dalam menerapkan aturan yang ada," tambah Ray.

Sementara itu, anggota Komisi A DPRD Makassar, Natsir Rurung juga heran dengan penempatan PLTSa di Tamalanrea. Dia mengaku sejak awal perencanaan menyebutkan lokasi pembangunan berada di sekitar TPA Tamangapa.

"Pemkot Makassar juga telah melakukan perbaikan infrastruktur yang ada di TPA Tamangapa, berupa jalan beton untuk persiapan PLTSa tersebut," ungkap Natsir.

Apalagi sudah ada Perwali Nomor 1 Tahun 2021 terkait penunjukan TPA Tamangapa. Pemkot juga telah melakukan kajian di TPA tersebut, sementara perusahaan juga disebut telah melihat dan setuju akan lokasi PLTSa.

"Tetapi, kenapa tiba-tiba diakhir prosesnya ini investor keliling cari tempat. Pernah di sekitar Tello, di KIMA dan terakhir ini. Ini barang mau merubah aturan yang ada di Makassar," ungkapnya.

Sementara itu, Sekretaris DLH Makassar, Ferdi Mochtar menjelaskan, PLTSa merupakan tindak lanjut dari Perpres Nomor 35 Tahun 2014. Proses pembahasan proyek ini telah berlangsung sejak 2019 dan diakhiri dengan penandatanganan kontrak kerja antara Pemkot Makassar dan PT SUS selaku perusahaan pemenang tender pada 24 September 2024.

"Dari seluruh rangkaian tersebut, pembahasan di internal melibatkan banyak OPD, kurang lebih dari tujuh OPD teknis. Dan proses akhir semua ini, Pemkot membentuk panitia pemilihan dan tim ahli. Kami tidak dilibatkan karena itu kewenangan full dari panitia pemilihan dan tim ahli," ungkapnya.

Ferdi menyebut pemilihan lokasi PLTSa berdasarkan tiga kriteria. Pertama dekat sumber air, dekat jaringan listrik tegangan tinggi, dan berada di kawasan industri. Namun, penentuan lokasi sepenuhnya ditentukan oleh investor.

"Itulah menjadi rujukan panitia pemilihan dan tim ahli menentukan lokasi. Tapi sepenuhnya ditentukan investornya," jelasnya.

Sebelumnya diberitakan warga Kecamatan Tamalanrea, Kota Makassar, bersikeras menolak rencana pembangunan PLTSa karena diyakini bisa berdampak buruk bagi warga sekitar. Mereka pun menggelar aksi demonstrasi di depan DPRD Makassar pada Rabu (6/8).

"Kami mendukung PLTSa, tapi bukan di tengah rumah warga. Ini menyangkut kesehatan anak-cucu kami. Katanya izin operasional 30 tahun. Itu berarti selama tiga dekade kami harus menghirup udara tercemar setiap hari dari 1.300 ton sampah yang diolah," ujar warga Tamalanrea, Dadang.




(sar/hsr)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads