Organisasi Angkutan Darat (Organda) Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), mengungkap aliran uang Rp 5 ribu yang dipungut dari setiap sopir angkot alias pete-pete. Pihaknya mengatakan uang pungutan itu digunakan oleh penjaga posko trayek Daya untuk kebutuhan sehari-hari.
"Dia (penjaga posko di trayek Daya) bagi, dia pakai makan tidak disetor ke Organda bukan disetor ke Polisi, bukan disetor ke (dinas) Perhubungan tidak. Dia pakai makan kasihan itu," kata Ketua Organda Makassar Rahim Bustamin kepada detikSulsel, Sabtu (5/4/2025).
Rahim menjelaskan para penjaga posko merupakan sopir pete-pete yang tidak lagi mengemudi. Mereka disebut mendapat sumbangan sukarela dari sesama sopir pete-pete yang melintas di wilayah posko tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kadang ta' (Rp) 25 ribunya kan mereka itu begini, yang jaga itu di sana sopir pete-pete ji juga tetapi karena dia sudah tidak bawa mobil karena tugasnya dia jaga di situ. Maka ada sumbangan sukarela begitu," ucapnya.
Menurut Rahim, orang yang menjaga posko bukanlah pengurus Organda. Namun Organda memberikan legalitas berupa surat sebagai bentuk perlindungan kepada penjaga posko.
"Jadi temannya ji sopir itu bukan pengurus Organda temannya ji sopir cuma kita berikan legalitas kita kasih nama jangan sampai orang lain yang berbuat dia yang kena. Jadi dikasih surat berdasarkan dengan permintaan sopir itu. Jadi tidak semua sopir juga membayar," jelasnya.
Rahim menegaskan pungutan itu diambil setelah para sopir menandatangani surat sebagai bentuk legalitas. Dia menegaskan pungutan itu sebenarnya bukan pungutan liar melainkan sumbangan sukarela untuk petugas posko.
"(Pungutan itu dari) Persetujuan sopir, ada tanda tangannya mereka itu begitu. Dan itu bukan pungutan (liar), itu istilahnya itu sukarela. Tidak ada yang dipaksa. Ada pernyataannya sopir itu terhadap kerja sama posko," tutur Rahim.
Diberitakan sebelumnya, sopir pete-pete rute Sentral-Sudiang Kahar (38), mengaku setiap hari dipalak oleh seorang pria yang mengatasnamakan Organda Makassar. Para sopir diwajibkan membayar pungutan sebesar Rp 5 ribu setiap kali kendaraan beroperasi.
"Pertamanya itu dia cuma menahan mobil ilegal katanya. Jadi orang semua membayar Rp 5 ribu per mobil. Sekarang dia itu yang sopir-sopir semua takut semua jadi dia membayar semua sama dia," kata Kahar.
Kahar mengatakan oknum tersebut mengaku sebagai utusan Organda Makassar. Belakangan oknum tersebut tidak mengizinkan mobil yang dikemudikan Kahar melintas, tepatnya di dekat Bukit Katulistiwa, Jalan Perintis Kemerdekaan, dengan alasan mobilnya ilegal, Sabtu (22/3) sekitar pukul 14.00 Wita.
Dari sinilah Kahar merekam aksi oknum tersebut hingga akhirnya viral di media sosial. Sebab, aksi tersebut dianggap sudah keterlaluan yang dapat menghambat mata pencahariannya sebagai sopir pete-pete.
"Saya tidak dibiarkan jalan saya punya angkot, dibilang ini mobil ilegal. Nah ini mobil bukan mobil ilegal karena ini izin trayek sudah ada, cuma tinggal peralihan dari dinas perhubungan. Nah dia terpaksa tahan itu baru tinggal itu mobil. Jadi kalau tinggal mobil saya mau makan apa?" keluh Kahar.
(sar/hsr)