Cerita Warga Manggala Lelah Rumahnya Jadi Langganan Banjir di Makassar

Tim detikSulsel - detikSulsel
Rabu, 11 Des 2024 05:32 WIB
Foto: Suasana pengungsian warga terdampak banjir di Masjid Jabal Nur, Kecamatan Manggala, Kota Makassar. (Nur Hidayat/detikSulsel)
Makassar -

Warga di Kecamatan Manggala, Kota Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel), mengeluhkan rumahnya yang kerap menjadi langganan banjir. Situasi ini membuat warga pasrah lantaran harus mengungsi ke tempat aman tiap tahun.

Diketahui, hujan deras memicu terjadinya banjir di Makassar pada Selasa (10/12/2024). Dari data Tim Kaji Cepat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Makassar, tiga kecamatan dilaporkan terdampak, yakni Panakkukang, Biringkanaya, dan Manggala.

BPBD Makassar mencatat ada 2 kepala keluarga (KK) atau 8 orang di Kecamatan Manggala yang terpaksa mengungsi di Masjid Jabal Nur Blok 10, Kelurahan Manggala. Salah satu korban terpaksa harus bolak-balik mengungsi ketika banjir menerjang.


"Tiap tahun (rumah jadi langganan banjir), biasa 4 kali satu tahun. Sejak 2018," kata salah satu korban banjir, Dewi (52) kepada detikSulsel, Selasa (10/12).

Dewi mengatakan banjir menerjang saat keluarganya terlelap sekitar pukul 02.00 Wita. Ketinggian air di kediamannya saat itu sudah mencapai betis orang dewasa.

"Ke sini (Masjid Jabal Nur) mengungsi jam 9, bawa pakaian, bantal, kompor, panci. Seadanya saja," tuturnya.

Sejumlah barang rumah tangga maupun elektronik belum sempat diselamatkan di rumah saat memutuskan pergi mengungsi. Dewi menduga barang-barangnya yang tertinggal mengalami kerusakan.

"Elektronik juga, TV, kulkas, tiap tahun (mengalami kerusakan). Biasanya dipakai sebentar sekali, rusak total. Kena air, banyak-banyak kasihan. Ini kendaraannya tidak mau lagi jalan tadi," paparnya.

Dewi menyadari banjir yang melanda Kecamatan Manggala kerap terjadi. Kediamannya rawan terdampak karena termasuk wilayah dataran rendah.

"Rendah (tanahnya) memang di sini. Pokoknya mulai bulan 11 (November) waspada," ungkapnya.

Dia juga menduga banjir turut dipicu karena tidak adanya saluran air atau drainase yang representatif. Ketika hujan deras turun, otomatis air meluap dan masuk rumah.

"Ini got ini kulihat sudah dikerja, di luar di belakang rumah, tapi tetap itu air tergenang di situ," ucap Dewi.

Dewi sudah berupaya mentaktisi kondisi tersebut dengan meninggikan sebagian ruangan dalam rumah. Namun upaya itu hanya sebatas sebagai tempat menyimpan barang ketika banjir menerjang.

"Cuma dapur (yang ditinggikan). Untuk penyimpanan barang-barang kasihan," tambah Dewi.

Saat ini Dewi masih fokus bertahan di lokasi pengungsian. Dewi yang mengungsi bersama anak, cucu dan menantunya belum mau kembali ke rumah sampai kondisi normal.

"Biasa dua minggu, 10 hari-lah (bertahan di tempat pengungsian). Yang penting sudah tidak hujan. Ini baru mulai ini," tuturnya.

Barang-barang rumah tangga yang telanjur terdampak banjir belum terpikirkan untuk dibenahi. Dia tidak ingin bolak-balik membersihkan rumah karena khawatir banjir kembali menerjang.

"Kita punya di rumah, (nanti selesai mengungsi) pakai karpet tidur, karena kasur sudah basah. Mau dijemur tidak ada juga gunanya, apalagi kalau yang spring bed," ucapnya

"Tidak bisa juga membersihkan, biar pulang. Saya tidak tinggalkan masjid (pengungsian) kalau tidak bersih," sambung Dewi.

Simak selengkapnya di halaman berikutnya...




(sar/hsr)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork