Pihak korban kecewa Briptu Sanjaya memaksa tahanan wanita Polda Sulsel melakukan seks oral hanya divonis 3 tahun penjara. Vonis tersebut dianggap sangat jauh dari ekspektasi korban terutama karena jaksa penuntut umum sebelumnya meminta Briptu Sanjaya divonis 10 tahun penjara.
Briptu Sanjaya awalnya menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar pada Rabu (14/8) lalu. Jaksa menilai Briptu Sanjaya bersalah memaksa tahanan wanita melakukan seks oral dalam ruang tahanan.
"Sanjaya telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana. Menjatuhkan pidana oleh karena itu kepada terdakwa Sanjaya selama 10 tahun penjara dikurangi seluruhnya dengan penahanan yang telah dijalani," demikian tuntutan Jaksa Penuntut Umum dikutip dari situs resmi PN Makassar, Sabtu (17/8)..
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa juga meminta terdakwa diberi hukuman denda Rp 100 juta. Sementara pada tuntutan ketiga, jaksa juga meminta Briptu Sanjaya dihukum membayar uang pengganti Rp 25 juta.
"Apabila restitusi sebesar Rp 25 juta tidak dapat dibayarkan maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan," lanjutnya.
Briptu Sanjaya Cuma Divonis 3 Tahun
Berselang satu bulan kemudian, Briptu Sanjaya menjalani sidang putusan pada Kamis (12/9) lalu. Majelis hakim menyatakan Briptu Sanjaya terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana kekerasan seksual hingga menjatuhkan vonis 3 tahun penjara.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 3 tahun dan denda sebesar Rp 100 juta," demikian putusan majelis hakim dikutip detikSulsel, Sabtu (14/9/2024).
Selain dihukum membayar denda Rp 100 juta, terdakwa juga wajib membayar uang ganti rugi sebesar Rp 10 juta kepada korban. Jika tidak memenuhinya, maka terdakwa Briptu Sanjaya akan mendapatkan kurungan penjara tambahan.
"Menetapkan agar Terdakwa Sanjaya membayar biaya Restitusi sejumlah Rp 10 juta, apabila restitusi tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 1 bulan," ujar majelis hakim.
Pihak Korban Kecewa
LBH Makassar yang selama ini memberikan pendampingan hukum terhadap korban mengaku kecewa terhadap putusan 3 tahun tersebut. LBH menegaskan putusan itu jauh dari tuntutan jaksa penuntut umum.
"Kami tentu merasa kecewa dengan putusan yang dijatuhkan oleh Majelis Hakim, PN Makassar ke Briptu Sanjaya," kata Staf Divisi Hak Sipil dan Politik LBH Mirayati Amin kepada detikSulsel, Sabtu (14/9).
Dia merasa putusan itu tidak memikirkan keadilan bagi korban. Menurutnya, putusan itu menjadi bukti bahwa impunitas dalam Polri benar adanya.
"Pastinya ini akan menjadi satu preseden, bagaimana hakim Pengadilan Negeri Makassar membuktikan bahwa impunitas di tubuh Polri itu benar-benar ada, karena seperti yang kita ketahui Bersama bahwa untuk membawa kasus dengan aparat penegak hukum di mana hal ini polisi sebagai pelaku itu sangat sulit untuk dibawa sampai ke Pengadilan Umum atau Pengadilan Negeri," lanjutnya.
"Jadi, ini sebenarnya sudah menjadi salah satu praktik yang baik dalam memberantas impunitas di tubuh Polri dengan menggunakan Undang-Undang TPKS karena dia sebagai pelaku KS. Cuma pada akhirnya semua praktik baik ini terbantahkan dengan adanya putusan ringan oleh majelis hakim," sambungnya.
(hmw/hmw)