Hal itu diungkapkan oleh Dyah Faisal saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Rabu (20/3/2024). Awalnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) membawa dan memberikan bukti peta lokasi lahan kepada majelis hakim.
Saksi kemudian memeriksa dan mengomentari peta tersebut. Ia menjawab beberapa pertanyaan dari jaksa dan hakim ketua.
"Di peta, ada gambar kuning yang tumpang tindih. Apakah data garis kuning itu dalam bentuk sertifikat atau apa?" tanya jaksa Ahmad Yani.
"Ada yang bersertifikat, ada juga yang tidak bersertifikat," jawab saksi.
Dari Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang ada di tangan hakim, ia kemudian menanyakan terkait garis bewarna dalam peta lokasi lahan tersebut. Salah satu garisnya adalah garis kuning yang dinilai tumpang tindih oleh jaksa dan hakim anggota.
"Garis kuning ini yang tumpang tindih, apakah ini tanah bermasalah? Menurut Anda selaku Kasi (Survei dan pemetaan)," tanya Hakim Anggota Farid.
"(Saksi mengangguk) ya," jawabnya.
Dyah sebelumnya juga menyebutkan bahwa 150-an sertifikat lahan industri sampah Makassar masih atas nama orang lain. Artinya, kata dia, lahan yang dibebaskan tersebut belum menjadi hak Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar.
"Belum (tercatat sebagai hak milik pemkot)," jawab Dyah.
Untuk diketahui, eks Kabag Pemerintahan Pemkot Makassar, Sabri menjadi terdakwa korupsi pembebasan lahan industri sampah menjadi energi listrik di Tamalanrea, Makassar, pada tahun 2012, 2013, dan 2014. Ia dinyatakan bersalah mengadakan pembebasan lahan tanpa dokumen memadai dan tidak melibatkan beberapa pihak berwenang.
"Tidak adanya penelitian mengenai status hukum tanah yang haknya akan dilepaskan atau diserahkan dan dokumen yang mendukungnya, tidak adanya lembaga penilai harga tanah, tidak melibatkan panitia pengadaan tanah sebagaimana Keputusan Walikota Makassar Nomor: 590.05/452/Kep/III/2012 tanggal 8 Maret 2012, tentang Pembentukan Panitia Pengadaan Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk Kepentingan Umum di Kota Makassar Tahun Anggaran 2012, khususnya pihak Kepala Kantor Pertanahan Kota Makassar," demikian dakwaan JPU seperti dikutip dari Sistem Informasi Penelusuran Perkara (SIPP) PN Makassar, Minggu (3/3).
"Akibat perbuatan Terdakwa Sabri bersama-sama dengan Muh. Yarman, M Iskandar Lewa, Abdullah Syukur Dasman, dan Abd Rahim secara melawan hukum mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 45.718.800.000 (sekitar Rp 45 miliar)," kata jaksa.
Dalam sidang sebelumnya, pihak BPN juga sempat menghadiri sidang lanjutan tipikor ini. Eks Kepala BPN Makassar bernama Nahri mengaku bahwa dirinya tidak tahu ada pembebasan lahan, dirinya tidak dilibatkan sebagai panitia pengadaan tanah, dan SK panitian pengadaan tanah yang memuat namanya itu dipalsukan.
(hmw/hmw)