Bawaslu dan KPU Sulawesi Selatan sudah menyiapkan skenario mengantisipasi mobilisasi pemilih yang tidak terdaftar atau pemilih siluman masuk di tempat pemungutan suara (TPS). Sebagai langkah antisipasi, KPU dan Bawaslu Sulsel memastikan undangan memilih diterima langsung oleh yang bersangkutan.
Hal itu disampaikan Anggota KPU Sulsel Upi Hastati dalam kegiatan Coffee Morning Bawaslu Sulsel bersama Stakeholder, di Hotel Claro, Makassar, Kamis (8/2/2024). Upi mengakui kejadian pemilih siluman terus terjadi dari pemilu ke pemilu.
"Terkait dengan pemilih siluman, kami juga berkomitmen. Kami sudah melengkapi alat kerja bagaimana pemilih dalam tiga kategori betul-betul yang masuk dan menggunakan haknya di TPS," kata Upi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Upi menjelaskan modus pemilih siluman bisa masuk TPS karena menyalahgunakan Form C-Pemberitahuan dulu C-6 atau yang lebih dikenal dengan undangan memilih. Mereka dimobilisasi datang ke TPS menggunakan undangan milik milik orang lain.
"Jadi dalam proses dropping C-Pemberitahuan atau dulu dikenal C-6 atau undangan, kali ini sampai rekap dan potongannya harus dikembalikan ke KPU (oleh KPPS). Jadi harus tercatat dan diadministrasikan dengan baik berapa yang tersalurkan, siapa yang menerima, bahkan kami meminta video siapa yang menerima," terangnya.
Pihaknya juga mengingatkan kepada Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) untuk tidak sembarangan menyerahkan undangan memilih itu. Boleh diberikan kepada pihak keluarga atau yang mewakili dengan syarat ada dokumentasi pada saat undangan diserahkan.
"Silakan berikan C-Pemberitahuannya mungkin yang menerima bukan orangnya langsung tetapi keluarganya, atau yang mewakili namun ada jejak siapa yang menerima. Ini bagian antisipasi kita sehingga C-Pemberitahuan itu betul-betul sampai ke yang berhak," jelasnya.
Anggota Bawaslu Sulsel Alamsyah menambahkan pihaknya juga sudah membekali pengawas tempat pemungutan suara (PTPS) soal titik rawan kecurangan saat pencoblosan dan penghitungan suara. Termasuk meminta PTPS memastikan yang masuk memilih bukan pemilih siluman.
"Yang rawan adalah titik masuk dengan pembacaan surat suara. Orang mungkin cuma tahu Pasal 372 ayat 2 huruf d, terkait pemilih siluman, orang cuma tahu namanya, tahu TPS-nya tapi tidak tahu wujudnya yang mana," kata Alamsyah.
Salah satu terobosan Bawaslu, kata Alamsyah, yakni PTPS diminta mendokumentasikan daftar hadir pemilih di TPS. Dia memastikan jika penyelenggara menghalangi maka akan disimpulkan sebagai pelanggaran administrasi dan berpotensi dilakukan pemungutan suara ulang di TPS tersebut.
"Salah satu terobosan yang kami bikin adalah bagaimana pendokumentasian berupa foto dan video terutama di daftar hadir. Kami sudah jelaskan semua ini kepada PTPS, persoalan dokumentasi sudah harga mati dan kalau ada penyelenggara yang keberatan di TPS maka silakan dicatat itu dan kita bisa langsung simpulkan PSU," ujarnya.
(hsr/hmw)