Seorang perempuan muda berinisial FTN (22) asal Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan (Sulsel), melaporkan oknum anggota polisi Briptu JYC ke Propam Polda Sulsel karena diduga melakukan tindakan asusila. Namun, ironisnya, FTN justru ditetapkan sebagai tersangka kasus pornografi usai dilaporkan balik oleh Briptu JYC ke Polres Jeneponto.
Kuasa hukum FTN, Ahmad Rianto, menjelaskan bahwa kasus ini berawal dari hubungan asmara antara FTN dan Briptu JYC yang terjalin sejak 2021 dan berlangsung selama sekitar tiga tahun. Selama menjalin hubungan, Briptu JYC disebut kerap membujuk FTN untuk melakukan hubungan intim.
"Klien kami beberapa kali diajak oleh diduga pelaku untuk melakukan hubungan layaknya suami istri. Bahwa ajakan pertama kali klien kami, dan setelah itu terus dibujuk rayu. Dan pada saat melakukan hubungan layaknya suami istri, klien kami berusia 18 tahun," ujar Rianto kepada detikSulsel, Rabu (16/7/2025).
Rianto menyebut, kala itu Briptu JYC tinggal di kompleks asrama Polres Jeneponto dan sering kali mengajak FTN ke dalam asrama secara diam-diam. Briptu JYC juga menjanjikan akan menikahi FTN.
"Bahkan klien kami sering dibawa secara sembunyi-sembunyi masuk ke dalam asrama polisi Polres Jeneponto dan diajak untuk bermalam serta melakukan hubungan layaknya suami istri, diiming-imingi dan dijanji akan dinikahi," terangnya.
Namun pada tahun 2024, keluarga Briptu JYC datang menemui FTN dan memintanya untuk menjauh dari anggota polisi tersebut. Tak lama kemudian, Briptu JYC menikah dengan perempuan lain pada 4 April 2024.
"Dan klien kami baru mengetahui fakta bahwa diduga pelaku telah menikah setelah beberapa bulan pernikahan. Akan tetapi, diduga pelaku masih sering menghubungi klien kami dan mengajak melakukan VCS (video call sex) pada tanggal 27 April 2024," lanjut Rianto.
Masalah makin runyam saat Mei 2025, istri Briptu JYC yang berinisial U menghubungi FTN untuk menggali informasi tentang hubungan suaminya. U kemudian meminta FTN mengirimkan bukti bahwa Briptu JYC masih berkomunikasi dan mengajak melakukan VCS.
"Dan dikirimkan satu bukti hasil screenshot VCS, yang di mana dalam screenshot tersebut terduga pelaku (Briptu JYC) tidak berbusana (telanjang). Foto tersebut digunakan diduga pelaku untuk melaporkan klien kami," jelasnya.
Setelah bukti dikirim ke istri Briptu JYC, FTN dan keluarganya justru menerima kiriman foto tidak senonoh milik FTN dari nomor WhatsApp yang tidak dikenali. FTN kemudian melapor ke Propam Polda Sulsel pada 23 Juli 2024, namun hingga kini belum ada sidang etik terhadap Briptu JYC.
"Setelah klien kami mengirim bukti tersebut kepada istri diduga pelaku, orang tua klien kami dan salah seorang dari klien kami mendapat kiriman foto tanpa busana milik klien kami dari nomor WhatsApp yang tidak dikenal," ujarnya.
"Bahwa dengan adanya masalah tersebut klien kami membuat pengaduan di Propam Polda Sulsel pada tanggal 23 Juli 2024. Bahwa pengaduan tersebut sampai saat ini diduga pelaku belum dilakukan sidang kode etik," sambungnya.
Tak berselang lama, FTN justru dilaporkan ke Polres Jeneponto atas dugaan pornografi melalui laporan nomor LP/B/511/VIII/2024/SPKT/Polres Jeneponto/Polda Sulawesi Selatan, tertanggal 28 Agustus 2024. Kasus ini lalu naik status ke tahap penyidikan pada 27 September 2024. FTN kemudian ditetapkan sebagai tersangka melalui surat ketetapan tertanggal 17 Oktober 2024.
"Proses penetapan tersangka klien kami tidak melalui prosedur yang seharusnya, di mana laporan polisi tersebut langsung masuk pada proses penyidikan tanpa melalui penyelidikan," terang Rianto.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, FTN kembali mengadukan Briptu JYC ke Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Sulsel atas dugaan pelanggaran Undang-Undang ITE dan perbuatan asusila.
"Setelah klien kami ditetapkan sebagai tersangka di Polres Jeneponto, klien kami kembali membuat pengaduan Direktorat Reserse Kriminal Khusus dan melaporkan terlapor dengan inisial Briptu JYC atas dugaan tindak pidana asusila melalui informasi dan transaksi elektronik serta tindak pidana lainnya," ujarnya.
Rianto menilai laporan kliennya terkesan lambat ditindaklanjuti. Ia pun telah melayangkan surat kepada Propam dan Irwasda Polda Sulsel untuk mempercepat penanganan perkara.
"Dan surat permohonan gelar perkara khusus ke Kabag Wasidik Dirkrimum Polda Sulsel terkait penetapan tersangka terhadap klien kami yang dilakukan oleh Reskrimum Polres Jeneponto yang tidak melalui proses yang seharusnya," tutup Rianto.
Simak penjelasan Polres Jeneponto di halaman selanjutnya.
(asm/hsr)