Kantor Imigrasi Kelas II TPI Sorong, Papua Barat Daya, menangkap warga negara China berinisial LK gegara melanggar izin tinggal atau overstay hingga 18 bulan. LK juga diduga menjadi pebisnis terkait hasil laut dan kayu.
"Iya benar, kami menangkap 1 warga negara asing (WNA) asal Tiongkok, China berinisial LK," kata Kepala Divisi Imigrasi Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Papua Barat Achmad Bramantyo Machmud kepada wartawan, Jumat (11/7/2024).
LK ditangkap di Kompleks Tampa Garam Resort, Distrik Sorong Barat, Kota Sorong pada Kamis (20/6) sekitar pukul 10.50 WIT. Achmad mengatakan keberadaan LK diketahui berdasarkan informasi masyarakat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Selanjutnya, Seksi Intelijen dan Penindakan Keimigrasian Kantor Imigrasi Kelas II TPI Sorong melakukan pengumpulan bahan keterangan di Tampa Garam resort serta pemeriksaan terhadap 1 orang asing kebangsaan Tiongkok inisial LK," terangnya.
Achmad mengungkap LK tinggal di Kota Sorong sejak Februari 2024. Sementara visanya sudah tidak diperpanjang lagi sejak 2022 lalu.
"Dari hasil pengumpulan bahan keterangan dan pemeriksaan tersebut diperoleh keterangan bahwa yang bersangkutan selain telah tinggal di wilayah Indonesia lebih dari 60 hari atau Overstay dengan menggunakan izin tinggal kunjungan yang di telah diperpanjang hingga 12 Desember 2022 pada Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Surabaya," tuturnya.
Sementara itu, Kepala Subbidang Perizinan Wawan A. Mido menyebut LK pernah menetap di Aimas, Kabupaten Sorong dan menjalani bisnis jual beli kayu dan ikan. Pihaknya masih melakukan penyelidikan terkait keterlibatan WNI dalam kasus tersebut.
"Dari keterangan beberapa saksi ditemukan bahwa sebelum terlapor berada di Kota Sorong, yang bersangkutan sebelumnya tinggal di Aimas, Kabupaten Sorong dan melakukan kegiatan jual beli ikan dan juga kayu," katanya.
Wawan mengaku ada dugaan kerugian negara dalam kasus ini. Pasalnya, kata Wawan aturan kementerian keuangan jelas menyebutkan setiap WNA yang melebihi izin tinggal dikenakan denda Rp 1 juta per hari.
"Dalam aturan keimigrasian yang bersangkutan telah tinggal melebihi 60 hari dan setiap harinya dalam peraturan Menteri Keuangan setiap hari lebih dari izin tinggal, biaya yang harus dibayarkan itu satu harinya (per hari) Rp 1 juta," tegasnya.
Wawan menuturkan LK masuk ke Indonesia menggunakan visa kunjungan sehingga dirinya hanya membayar ratusan ribu per tahunnya. Namun, LK justru berbisnis kayu dan hasil laut.
"Seharusnya untuk profesi bekerja WNA yang datang harus menggunakan visa bekerja dan wajib membayar Rp 12 juta per tahun yang disetor ke Negara. Yang bersangkutan ini justru masuk dengan visa kunjungan yang biayanya tidak sebesar itu atau hanya ratusan ribu saja. Maka dalam hal ini kita melihat ada potensi kerugian negara," terangnya.
Akibat perbuatannya, LK disangkakan Pasal 122 huruf a UU nomor 6 tahun 2011 dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Rp 500 juta.
(hsr/hsr)