Komnas HAM turun tangan menyelidiki kasus 2 wanita diperkosa massa saat demo ricuh di Kabupaten Nabire, Papua Tengah. Komnas HAM pun menyoroti beberapa hal terkait kasus itu.
Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua Frits Ramandey memastikan pihaknya tidak akan tinggal diam terkait kasus yang terjadi. Dia mengatakan pihaknya difasilitasi Pj Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk akan bertemu dengan pihak-pihak terkait setelah libur Lebaran.
"Itu sudah pasti (melakukan penyelidikan). Kami punya pengalaman tangani kasus di Deiyai, Dogiyai, Paniai, Intan Jaya, di Nabire. Jadi itu sudah berdasarkan fungsi, itu sudah pasti. Seperti kata Ibu Gubernur (Ribka Haluk) setelah Lebaran akan ada pertemuan," ujar Frits dalam keterangannya, dikutip Rabu (10/4/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kasus ini, pihaknya akan mendalami data, informasi, dan fakta (DIF) terkait kasus di Nabire. Pihaknya akan membentuk tim untuk mengumpulkan fakta-fakta di lapangan sebelum menentukan sikap.
"Data sudah ada, informasi sudah ada, fakta belum. Untuk mendapatkan fakta ada fungsi penyelidikan. Tim ini akan dibentuk. Sebagai perwakilan kami akan laporkan kepada Ketua Komnas HAM di Jakarta," bebernya.
Frits lalu menyoroti terkait aksi pemerkosaan yang dialami oleh 2 wanita saat demo ricuh di Nabire. Dia menyebut peristiwa itu masuk unsur pelanggaran HAM.
"Kekerasan ingat, kelompok rentan marginal itu anak-anak termasuk perempuan. Termasuk kelompok rentan. Jadi kalau ada kekerasan terhadap mereka itu masuk unsur pelanggaran HAM," katanya.
Dia juga menyoroti terkait demo yang masuk unsur pelanggaran HAM itu. Frits mengaku masih akan mendalami lebih lanjut.
"Sekali lagi soal demo itu kami harus tanya kepada Pak Kapolres. Kenapa Polres tidak bisa memberi ruang. Sekali lagi saya katakan dalam Undang-Undang Nomor 9, kita demo tidak perlu izin polisi. Pemberitahuan. Tapi ingat, sifat pemberitahuan itu harus memenuhi unsur. Siapa penanggung jawab, berapa banyak, mau ke mana? Itu," paparnya.
Frits menambahkan, setiap orang yang ingin memperjuangkan HAM semestinya tidak ikut melanggar HAM. Aksi para massa demo di Nabire pun disebutnya tidak bisa dibenarkan.
"Tidak, tidak bisa (dibenarkan melakukan kekerasan). Ibu Gubernur mengatakan, saya mengamini bahwa, memperjuangkan HAM, jangan melanggar HAM orang lain. Itu tidak bisa. Misalnya kita demo, kita tutup jalan. Ada orang sakit mau lewat tidak bisa, itu kan melanggar HAM orang lain," imbuhnya.
Pengakuan korban di halaman selanjutnya.
Pengakuan Wanita Diperkosa Massa Demo
Kedua korban diperkosa saat unjuk rasa berlangsung di enam titik, salah satunya di Jalan Jayati, Kelurahan Wonorejo, Nabire pada Jumat (5/4). Pj Gubernur Papua Tengah Ribka Haluk mengaku telah menemui korban pemerkosaan tersebut.
Ribka mengatakan peristiwa itu bermula ketika korban dan sejumlah wanita mencoba berlindung di rumah warga saat aksi unjuk rasa mulai ricuh. Namun massa aksi mengetahui keberadaan mereka sehingga mendatangi rumah tersebut.
"Karena dengar ada situasi yang seperti itu, ada kerumunan, aksi dan seterusnya, mereka coba melindungi diri ke salah satu rumah pemilik masyarakat di situ juga, orang asli," kata Ribka kepada wartawan di Jayapura, Selasa (9/4).
"Tetapi mungkin diketahui atau tahu bahwa ada sejumlah orang di situ, termasuk orang ini (korban), begitu. Jadi memang didatangi," lanjutnya.
Ribka menjelaskan saat massa aksi berdatangan, pemilik rumah meminta semua orang untuk menyelamatkan diri. Dua wanita korban pemerkosaan itu kemudian kabur menggunakan sepeda motor namun diadang di tengah jalan.
"Sama pemilik rumah 'aduh mereka ini sudah kepung jadi masing-masing harus selamatkan diri', begitu. Dia juga tidak sanggup untuk lindungi semua yang ada di situ. Akhirnya, ya teman berdua ini pakai motor mencoba keluar untuk melarikan diri. Sudah sampai di luar, di tengah jalan kemudian dihalangi sama ada sekelompok massa lagi," tuturnya.
Massa demo kemudian mengancam kedua korban tersebut menggunakan anak panah. Kedua wanita tersebut tak berdaya sehingga massa demo melancarkan aksi bejatnya.
"Jadi dihalangi kemudian ya ada yang menggunakan alat tajam, seperti panah, mengancam. Jadi ya mungkin terjadi pemaksaan, terus karena mereka ini saking takut kehilangan nyawa, serahkan diri aja, begitu. Ini menurut pengakuan dari korban begitu. Akhirnya memang terjadilah kekerasan seksual di situ," ungkap Ribka.