"Saya belum dengar kabar soal proses pidananya. Kalau baca statement lawyer korban dari LBH Makassar sih belum jelas proses pidananya," kata Komisioner Kompolnas Poengky Indarti kepada detikSulsel, Senin (11/12/2023).
Poengky mengatakan proses pidana Briptu S seharusnya menunjukkan perkembangan yang signifikan. Dia menegaskan Briptu S sepatutnya sudah diseret ke meja hijau mengingat kasus kekerasan seksual itu terjadi pada Juli 2023 alias sudah 5 bulan berlalu.
"Kompolnas berharap proses pidana terhadap Briptu S dilaksanakan secara profesional, transparan, dan akuntabel," kata Poengky.
"Tidak ada gunanya melindungi anggota yang berperilaku kejam dan tercela. Ibarat buah busuk dalam keranjang, perlu dibuang agar busuknya tidak menulari buah-buahan lainnya dalam keranjang tersebut," sambung Poengky.
detikSulsel mengkonfirmasi Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Komang Suartana soal perkembangan proses pidana Briptu S. Namun Suartana belum memberikan respons.
Diberitakan sebelumnya, Briptu S yang merupakan anggota Direktorat Perawatan Tahanan dan Barang Bukti (Dit Tahti) Polda Sulsel itu menjalani sidang kode etik anggota Polri pada Selasa (5/12) lalu. Briptu S dijatuhi sanksi demosi selama tujuh tahun.
Putusan demosi ini juga disoroti Kompolnas karena dianggap terlalu ringan. Kompolnas menilai Briptu S seharusnya disanksi lebih berat berupa pemecatan tidak dengan hormat (PTDH).
"Meskipun putusan sidang kode etik adalah kewenangan KKEP (Komisi Kode Etik Polri), tetapi Kompolnas sangat menyesalkan putusan KKEP yang menjatuhkan hukuman ringan kepada Briptu S yang dianggap terbukti bersalah melakukan pelanggaran etik karena melakukan tindak pidana pelecehan seksual kepada tahanan perempuan di ruang tahanan Polda Sulawesi Selatan," kata Poengky, Sabtu (9/12).
Poengky menilai putusan demosi 7 tahun tersebut tidak sebanding dengan kekerasan seksual yang dilakukan Briptu S. Dia juga menyinggung tugas utama Briptu S sebagai personel Direktorat Perawatan Tahanan dan Barang Bukti.
"Briptu S seharusnya melaksanakan tugasnya dengan baik, bukan malah memanfaatkan kerentanan tahanan perempuan dengan melakukan kekerasan seksual kepada korban," cetusnya.
(hmw/sar)