Menanti Proses Pidana Bripda F Terduga Pemerkosa Wanita Makassar Usai Dipecat

Menanti Proses Pidana Bripda F Terduga Pemerkosa Wanita Makassar Usai Dipecat

Muhammad Darwan - detikSulsel
Rabu, 25 Okt 2023 07:00 WIB
Bripda F menjalani sidang kode etik di Mapolda Sulsel.
Foto: Bripda F menjalani sidang kode etik di Mapolda Sulsel. (Muhammad Darwan/detikSulsel)
Makassar -

Polda Sulawesi Selatan (Sulsel) telah memutuskan sanksi pemberhentian tidak dengan hormat (PTDH) kepada Bripda F, terduga pemerkosa wanita berusia 23 tahun di Makassar. Korban kini menanti proses pidana terhadap Bripda F.

Sidang kode etik Bripda F berlangsung di Ruang Sidang Propam Polda Sulsel, Selasa (24/10). Penasihat hukum korban, M Raona pun mengapresiasi putusan sidang kode etik tersebut, meskipun Bripda F akan melakukan upaya banding.

"Kita apresiasi putusan ini, kalau pun ada upaya banding itu hak mereka, kami meyakini bahwa apa yang disampaikan tadi dalam putusan itu cukup kuat pembuktian yang ada," ujar Raona kepada wartawan, Selasa (24/10/2023).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Setelah putusan sidang kode etik itu, Raona mengatakan kliennya akan mengawal proses pidana umum yang juga berjalan dengan Bripda F sebagai terlapor. Raona bahkan mengaku sudah mendapat informasi jika kasus dugaan pemerkosaan oleh Bripda F sudah naik ke tahap penyidikan.

"Tentu kita akan kawal kembali ini masalah pidana umumnya. Alhamdulillah kami dapat informasi dari penyidik bahwa dari lidik sudah ditingkatkan ke sidik," katanya.

ADVERTISEMENT

Raona menegaskan proses etik dan pidana umum adalah dua hal yang berbeda. Dia menyebut Bripda F akan menjadi masyarakat biasa dalam perkara dugaan perkosaan ini.

"Ya kan ini terpisah, ini kan tadi putusan kode etik, tentang pemecatan, itu kan pidana umumnya lain lagi. Ya tentu akan menjadi masyarakat biasa dalam proses pemidanaannya," imbuhnya.

Di sisi lain, Raona mengungkapkan pihak korban sebenarnya sudah memberikan ruang terhadap Bripda F untuk menyelesaikan persoalan itu secara kekeluargaan. Hanya saja Raona menilai pihak Bripda F tidak memperlihatkan iktikad baik.

"Karena memang kita sudah membuka ruang bagaimana diselesaikan secara kekeluargaan. (Tapi Bripda F tidak mau?) Iya. Bahkan dari awal sudah memperlihatkan itu iktikad buruk keluarganya bahkan melalui orang, padahal kami ini selaku keluarga selalu terbuka untuk bagaimana mereka mempertanggungjawabkan perbuatannya," tuturnya.

Selengkapnya di halaman selanjutnya.

Bripda F Disanksi PTDH

Kabid Propam Polda Sulsel Kombes Zulham Effendi mengatakan sidang kode etik terhadap Bripda F merupakan komitmen Polda Sulsel. Hasil sidang kode etik memutuskan memberi sanksi PTDH terhadap Bripda F.

"Sesuai dengan komitmen kami dan sesuai dari petunjuk dari pimpinan juga kami akan menyidangkan segera Bripda FN terkait dengan pelanggaran kode etik maupun disiplin. Tadi sudah kita dengar bersama, putusannya adalah PTDH," ujar Kombes Zulham.

Dia mengungkapkan ada dua putusan sanksi yang diberikan terhadap Bripda F dalam sidang kode etik tersebut. Sanksi tersebut berupa sanksi etik dan administrasi.

"Jadi ada dua putusan, sanksi yang berkait etiknya itu perbuatan tercela. Kemudian yang bersifat administratif itu adalah PTDH dan penempatan khusus selama 30 hari," terangnya.

Selain itu, Zulham juga mengungkap alasan Bripda F diberikan sanksi PTDH. Salah satunya karena Bripda F tak menunjukkan iktikad baik untuk meminta maaf kepada korban.

"Kemudian pada saat fakta persidangan kita lihat yang bersangkutan itu tidak ada iktikad untuk meminta maaf kepada korban maupun keluarganya. Kita sudah kasih peluang tapi tidak diambil peluang itu," kata Zulham.

Zulham juga mengatakan dalam persidangan terungkap jika Bripda F sudah melakukan hubungan badan dengan korban sebelum menjadi anggota Polri. Zulham menyebut itu juga menjadi dasar untuk memutuskan PTDH.

"Kemudian pada saat kita tanya kronologis, termasuk dia sudah melakukan hubungan badan layaknya suami istri sebelum jadi anggota Polri itu jadi dasar pertimbangan kita untuk memutuskan yang bersangkutan untuk PTDH," terangnya.

"Artinya pada saat sebelum masuk jadi anggota Polri dia sudah membuat atau mengisi data yang tidak benar. Pada saat di penelusuran mental kepribadian. Sementara ada aturan yang mengharuskan untuk mengisi yang sebenar-benarnya pada saat menjadi anggota Polri," lanjutnya.

Halaman 2 dari 2
(asm/ata)

Hide Ads