Direktur Utama (Dirut) Bank Arfindo berinisial NAC di Papua Barat ditetapkan tersangka kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU). Padahal NAC sendiri yang melaporkan kasus itu sebelumnya ke pihak kepolisian.
"Yang laporkan itu NAC usai diangkat sebagai direktur utama. Tapi, dia juga menjadi tersangka sebab kami menemukan ada aliran dana yang kami telusuri itu mengalir kepada yang bersangkutan," kata Wadirkrimum Polda Papua Barat AKBP Robertus A Pandiangan kepada detikcom, Selasa (3/10/2023).
Robertus menjelaskan NAC awalnya melaporkan adanya kredit macet di Bank Arfindo pada Senin (19/6). Hal ini diperkuat dengan hasil audit adanya dugaan penggelapan dana nasabah senilai Rp 345,8 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Arfindo itu melaporkan adanya kerugian di dalam Arfindo itu setelah dilakukan audit dari tim internal itu sebesar Rp 345,8 miliar. Atas dasar itu mereka membuat laporan polisi untuk mencari apa permasalahan yang terjadi di Arfindo itu," ujarnya.
Polisi pun melakukan penyelidikan atas laporan NAC tersebut. Sebanyak 30 saksi diperiksa hingga polisi menetapkan total 12 tersangka dalam kasus ini pada Rabu (16/8).
Salah satu tersangka ternyata menjerat nama NAC sendiri. NAC diduga menikmati aliran dana saat dirinya masih menjabat sebagai komisaris Bank Arfindo.
"Saksi yang diperiksa sebanyak 30-an orang dan barang bukti yang kami sita itu sudah beberapa yang mengembalikan uang dan sudah kami sita untuk dijadikan barang bukti dan ada juga dokumen terkait kejahatan yang dilakukan," papar Robertus.
Robertus mengatakan 12 tersangka kasus TPPU itu belum ditahan. Pihaknya berdalih masih akan melakukan penyidikan lebih lanjut.
"12 tersangka belum dilakukan penahanan karena penyelidikan yang kita lakukan masih menelusuri dan bisa saja adanya potensi tersangka baru dan itu bisa saja karena masih kami telusuri dan butuh waktu," ucapnya
"Maka kami lengkapi dulu itu dan kita akan meminta keterangan ahli perbankan, TPPU, OJK dan akan kita lakukan upaya. Ini penggelapan dalam jabatan yang ada di dalam Bank Arfindo. Karena Bank Arfindo ini operasi BPR milik swasta," tambah Robertus.
Modus Operandi 12 Tersangka
Sebelumnya diberitakan, Robertus mengungkap ada 12 tersangka dalam kasus TPPU tersebut. Mantan Direktur Umum Bank Arfindo inisial PN juga ditetapkan sebagai tersangka.
Adapun tersangka lainnya, yakni AK (Kepala Cabang Arfindo Sorong Kota), SRA (staf Bank Arfindo). Kemudian, FL (supervisor Bank Arfindo Cabang Sorong), IP (staf Bank Arfindo), LS (mantan Kepala Cabang Arfindo Sorong), SS (pimpinan BPR Arfindo Cabang Fakfak), HS (Direktur PT PSMS).
Sementara ada dua nasabah yang juga ditetapkan tersangka yakni inisial SDE (Direktur PT JMP dan LW (Direktur CV. RF). Kasus ini terbongkar usai adanya audit internal Bank Arfindo mulai tahun 2012 hingga 2022.
"Modus operandinya ini mereka dari pihak luar bekerja sama dengan orang dalam (Bank Arfindo), dalam hal ini direksi yakni direktur operasional hingga kepala cabang untuk pengajuan PK (permohonan kredit) yang tidak dilakukan sesuai dengan SOP atau tidak ada agunan yang diikat. Dan semua ini atas sepengetahuan, persetujuan dan atas perintah dari dewan direksi yakni PN dan JI," ungkap Robertus.
Akibat perbuatannya, para tersangka dikenakan pasal 2 ayat 1 huruf B dan I, pasal 3 dan pasal 4 serta pasal 5 UU nomor 8 tahun 2010 tentang TPPU. Kemudian pasal 49 ayat 1 dan 2 juncto pasal 14 UU nomor 10 tahun 1998 tentang Perbankan dan pasal 374 juncto 55 ayat 1 ke 1 dan pasal 56 KUHPidana.
(sar/asm)