Warga bernama Franky Harlindong (60) di Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) mengeluhkan laporan kasus investasi kripto bodong yang menimpa dirinya sudah dua tahun mandek di Ditreskrimsus, Polda Sulawesi Selatan (Sulsel). Franky mendesak penyidik kepolisian segera menuntaskan laporannya yang sudah masuk ke tahap penyidikan.
Franky membuat laporan tentang tindak pidana penipuan online ke Polda Sulsel pada bulan Juni 2021. Polisi sendiri disebut sudah menetapkan tersangka namun berkas perkaranya tak kunjung rampung.
"Semuanya masih bergulir sampai saat ini itu dari polisi ke jaksa, jaksa kembalikan lagi P19," ujar Franky kepada detikSulsel, Selasa (12/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Franky lantas mempertanyakan keberpihakan pihak kepolisian. Pasalnya, menurutnya penyidik berdalih bahwa kasus ini mandek karena barang bukti dari korban tidak diserahkan.
"Sementara dari pihak tersangka yang saya tahu dari pihak korban tahu, itu tidak satupun barang bukti yang disita. Itu kan satu hal yang aneh. Kalau dibilang siber yang tangani ini, ITE, e-mail, akun itu adalah hal yang krusial tapi tidak dilakukan penyitaan," jelasnya.
"Jadi saya sebagai masyarakat awam saya mempertanyakan, ini polisi sebenarnya maunya apa. Apa memihak kepada masyarakat jadi korban, atau memihak kepada tersangka yang mengumpulkan dana dari masyarakat dengan cara menipu," cetusnya.
Franky pun menilai Polda Sulsel tidak mampu menangani kasus tersebut. Dia berharap agar Mabes Polri dapat mengambil alih kasus penipuan ini yang menurutnya dapat merugikan banyak orang.
"Yah kami sebagai korban kalau memang pihak Polda tidak mampu, kami berharap supaya Mabes Polri bisa menarik kasus ini supaya benar-benar keadilan itu ditegakkan," pintanya.
Franky Klaim Sudah Ada 4 Tersangka
Franky lebih lanjut mengklaim sudah ada 4 tersangka di kasus tindak pidana penipuan online investasi kripto bodong. Dia mengaku mengetahui hal tersebut melalui surat pemberitahuan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP) yang ia terima dari penyidik. Dia menyebut tersangka bernama Hamsul dan tiga tersangka tambahan lainnya.
"Jadi penetapan Hamsul lebih dulu, kemudian berdasarkan BAP dari para saksi dan sebagainya, mereka gelar perkara lagi ulang, terus ada penetapan tersangka baru lagi 3 orang," tuturnya.
Awal Mula Franky Jadi Korban Investasi Kripto Bodong
Franky awalnya mendapatkan tawaran dari Hamsul untuk melakukan investasi kripto Bitalgo dalam sebuah aplikasi. Ia diiming-imingi melalui sejumlah postingan investor yang telah berhasil dan mendapatkan banyak keuntungan.
"Dimulai dengan berita bohongnya dia oleh Hamsul bahwa dia di masa pandemi pada saat itu 2020, itu dia katanya dengan menghasilkan criptocurrency yang dibuat oleh Sulfikar itu yang disebut namanya Bitalgo, itu mendapatkan keuntungan sekian banyak koin di algo itu, dia jual itu koinnya, dari hasil jual koin itu dia bisa beli mobil Alphard," katanya.
Ia kemudian tertarik dan dituntun membuat akun oleh Sitti Sulaeha. Franky lantas menyetor uang ke Sulaeha dan Sulaeha meneruskan ke Hamsul.
"Akhirnya ketemu dengan Sitti Sulaeha, kami dijelaskan untuk bergabung, bagaimana cara investasi dan sebagainya. Akhirnya dibuatkan akun aplikasi kami sebagai korban masing-masing akun oleh Sitti Sulaeha atas tuntunan dari Hamsul," jelas Franky.
"Saat itu menyetor sekitar Rp 14 juta-an, teman-teman yang lain juga bahkan ada yang sampai Rp 300 sampai Rp 400 juta dia menyetor. Ada juga yang menyetor jutaan saja sih," katanya.
Franky telah dirugikan oleh pelaku investasi kripto bodong sekitar Rp 14 juta. Sementara apabila diakumulasikan dengan sejumlah korban lainnya yang menjadi saksi terhadap laporan Franky, maka akumulasi kerugian mencapai sekitar Rp 2 miliar.
"Total kalau di saya dengan teman-teman itu, di LP saya dengan para saksi hampir 2 M. Sekitar 2 miliar," tuturnya.
Tanggapan Polda Sulsel
Kasubdit V Cyber Crime Ditreskrimsus Polda Sulsel Kompol Bayu Wicaksono menjelaskan bahwa laporan Franky mandek lantaran tidak diberikan barang bukti. Ia menuturkan, pihaknya membutuhkan bukti elektronik berdasarkan petunjuk dari Kejaksaan.
"Jadi kami stuck-nya di situ dari penyidik saya. (Bahwa) ada petunjuk dari jaksa, dia minta lagi berupa bukti elektronik. Kemudian dipanggil oleh anggota yaitu pelapor. Kan bukti elektroniknya ada di HP-nya pelapor kan. Sama anggota dibilang diminta bukti elektroniknya untuk jaksa. Tapi dari pelapor itu tidak mau dia kasi HP-nya. Kalau dari penyidik begitu (alasannya)," ujar Kompol Bayu kepada detikSulsel, Selasa (12/9).
Kompol Bayu pun mengaku sempat mengarahkan tim penyidik untuk memanggil kembali pelapor untuk menjelaskan penyebab mandeknya laporan tersebut.
"Sudah saya bilang sih untuk panggil lagi pelapornya kan. Sampaikan lagi begitu kondisinya," katanya.
Lebih lanjut, ia juga menyinggung soal tersangka yang sudah divonis hukuman penjara atas nama Hamsul dan Sulfikar. Kompol Bayu menegaskan bahwa yang dilaporkan sudah dipenjara usai dilaporkan oleh korban lainnya, namun Franky masih mengajukan laporan terkait ITE.
"Iya sudah vonis, sudah masuk Lapas. Cuma dari pelapor tetap mau dinaikkan juga yang terkait ITE-nya ini," pungkasnya.