Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Selatan (Sulsel) telah melimpahkan kasus investasi kripto bodong Rp 10 miliar ke Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Dalam kasus ini, ada tiga tersangka namun hanya dua yang dilimpahkan untuk segera disidang.
"Iya betul (satu tersangka belum dilimpahkan). Saat ini berkas masih di kejaksaan, masih diteliti oleh JPU karena dipisahkan sesuai koordinasi dari JPU," kata Kasubdit 2 Harta dan Benda (Harda) Ditreskrimum Polda Sulsel, AKBP Ahmad Mariadi kepada detikSulsel, Selasa (10/5/2022).
Mariadi menjelaskan tersangka Siti Suleha hanya turut membantu dua tersangka lainnya yakni Hamsul sebagai perekrut korban dan Sulfikar sebagai pimpinan perusahaan investasi bodong tersebut. Oleh sebab itu, berkas Suleha dipisahkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia (Siti Suleha) kan pasalnya turut membantu Pasal 55 dan 56. Jadi harus dipisahkan. Pasal 55 56 (ancaman hukumannya) 2 per 3 dari ancaman hukuman pokok," bebernya.
Selain itu, tersangka Suleha juga tidak ditahan di rutan Polda Sulsel. Alasannya, Suleha dianggap koperatif selama diperiksa penyidik dan hanya dilakukan wajib lapor.
"Sebenarnya kita tak lakukan penahanan karena dia kooperatif karena setiap dia mau diperiksa, dia tidak pernah tidak datang. Wajib lapor pun dia tiap hari datang," ungkapnya.
Kendati demikian, pihaknya menunggu kabar dari jaksa soal berkas perkara Suleha dinyatakan rampung atau P-21. Setelah itu dilakukan tahap 2.
"Iya (berkas perkara Sitti Suleha di Jaksa belum rampung) kita tunggu P-21," sebutnya.
Diberitakan sebelumnya, Kejati Sulsel melimpahkan dua tersangka inisial H dan S yang terjerat kasus investasi kripto bodong senilai Rp 10 miliar ke Pengadilan Negeri (PN) Makassar. Keduanya pun bakal segera disidang.
"(Tersangka kasus investasi kripto bodong) telah dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum (JPU) ke Pengadilan Negeri Makassar," kata Kasi Penum Kejaksaan Tinggi Sulsel, Soetarmi dalam keterangannya yang diterima detikSulsel, Selasa (10/5/2022).
Pelimpahan tersangka itu dilakukan di Kantor PN Makassar, Senin (9/5) pukul 09.00 Wita. Dalam kasus ini, tersangka Hamsul dan Sulfikar telah merugikan para korbannya total Rp 10 miliar.
"Terdakwa H dan S melanggar Pasal 372 KUHP Juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP atau diancam pidana dalam Pasal 378 KUHP Juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP," tegas Soetarmi.
Kasus investasi kripto bodong di Makassar berawal saat korban bernama Jimmy Chandra melaporkan kerugian yang ia alami pada April 2021. Laporan Jimmy itu lantas didukung dengan keterangan 18 orang yang juga mengaku korban investasi kripto bodong.
Besaran kerugian masing-masing korban beragam. Namun pihak korban mengklaim kerugian hingga Rp 10 miliar secara kumulatif.
"Totalnya semua dengan korban dan yang lain kurang-lebih Rp 10 miliar," ujar kuasa hukum salah satu korban, Budiman kepada detikSulsel, Selasa (4/1).
(asm/nvl)