Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) melakukan gugatan berupa uji materi masa jabatan pimpinan KPK yang sebelumnya 4 tahun menjadi 5 tahun. MAKI meminta agar masa jabatan 5 tahun itu tidak perlu berlaku untuk pimpinan KPK saat ini, Firli Bahuri cs.
"Bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945) berlaku azas 'hukum tidak boleh berlaku surut' sehingga masa jabatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun berdasar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU-XX/2022 tidak berlaku untuk Pimpinan KPK yang saat ini menjabat dan semestinya berlaku untuk periode tahun 2023-2028," demikian permohonan uji materi yang disampaikan Koordinator MAKI Boyamin Saiman, dikutip dari detikNews, Selasa (11/7/2023).
Boyamin tepatnya mengajukan uji materi Pasal 34 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK jo Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 bertentangan dengan UUD 1945. Dalam petitumnya, Boyamin meminta agar pasal tersebut dinyatakan baru berlaku untuk periode pimpinan KPK periode berikutnya, bukan periode saat ini.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Putusan Nomor 112/PUU-XX/2022 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun tidak berlaku periode sekarang ( Firli Bahuri dkk) dan berlaku untuk periode selanjutnya (tahun 2023-2028)'," demikian dikutip dari permohonan.
Pemohon merupakan Boyamin dan Christophorus Harno. Pada Senin (10/7), sidang pemeriksaan pendahuluan telah digelar terkait gugatan Boyamin tersebut. Dalam sidang tersebut, Boyamin mengaku mencari penafsiran kapan putusan MK tersebut berlaku, apakah pada periode saat ini atau periode berikutnya.
"Permohonan kami sangat sederhana dan ini bagian dari bahwa yang berhak menafsirkan dari putusan adalah hakim itu sendiri, sementara polemik di masyarakat ini sudah terjadi, dan sehingga kami berikhtiar mengajukan ini sebagai bentuk bagian dari mempertegas dan memperjelas kapan berlakunya masa jabatan lima tahun itu, apakah berlaku yang sekarang atau berlaku yang akan datang? Dan otomatis permohonan kami, ya, bagian dari sebuah gugatan, maka menginginkan dalam bentuk berlaku yang akan datang," kata Boyamin, seperti disiarkan di YouTube MK.
MK Minta Sejumlah Perbaikan
Hakim Mahkamah Konstitusi Wahiduddin Adams menanggapi gugatan MAKI. Dia meminta Boyamin memperjelas inkonstitusional dalam pasal yang digugat dan mengutarakan apa yang menjadi kerugian yang dialaminya.
"Kemudian, ya, di sinilah kerugian konstitusional yang dialami, baik itu potensial ataupun aktual yang dimohonkan pengujiannya dan yang dijadikan apa dasar pengujian atau disebut juga batu ujinya ini Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D UUD 1945. Betul-betul dipertentangkan atau diuji, di apa adu, ya, pasal yang dimohonkan pengujian. Ya, adapun mau dikaitkan nanti dalam uraiannya bahwa dengan putusan apa, MK, ya, silakan. Tapi, betul-betul di mana letak apa inkonstitusionalnya itu, pasal itu yang dimohonkan pengujian dengan dasar pengujian atau batu ujinya. Saya kira itu nanti perlu dipertajam betul. Jadi tidak cukup satu," kata Wahiduddin.
Wahiduddin meminta Boyamin mengelaborasi lagi permohonan yang hanya 3 halaman tersebut. Adapun perbaikan tersebut harus disampaikan lagi ke MK hingga 24 Juli 2023.
"Kemudian di Petitum itu, ya, apa ini sepanjang tidak dimaknai artinya ini bersyarat, ya, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjabat lima tahun tidak berlaku sekarang, apalagi menyebut nama, ya, dan berlaku untuk periode selanjutnya. Nah, ini diperhitungkan betul karena norma yang dimohonkan pengujian itu, ya, adalah yang berbunyi, 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.' Nah, hanya Pemohon ini meminta ditambah sebagai syarat dimaknai 'tidak berlaku periode sekarang', lalu menyebut nama dan berlaku untuk periode selanjutnya," kata Wahiduddin.
"Ia menyebut juga batas waktunya 2023-2028. Terkait dengan apa Petitum yang demikian ini karena Permohonannya itu kan terkait dengan apa Pasal 34 itu. Nah, nah, jadi sekali lagi ini nanti jadi bahan pertimbangan Pemohon untuk kalau disempurnakan, sehingga, ya, nanti dielaborasi hal-hal yang ada di item-item di Kewenangan Mahkamah, di Kedudukan Hukum, dan di Alasan Permohonannya, di Positanya," Ungkapnya. Adapun perbaikan tersebut harus disampaikan lagi ke MK hingga 24 Juli 2023.
(hmw/hmw)