Eks Kepala Bea Cukai Makassar 10 Tahun Double Job, Siasatnya Dibongkar KPK

Eks Kepala Bea Cukai Makassar 10 Tahun Double Job, Siasatnya Dibongkar KPK

Tim detikNews - detikSulsel
Minggu, 09 Jul 2023 16:59 WIB
KPK telah selesai memeriksa eks Kepala Bea-Cukai Makassar sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi dan pencucian uang. Andhi Pramono ditahan KPK.
Eks Kepala Bea Cukai Makassar Langsung Berbaju Oranye. Foto: Ari Saputra
Jakarta -

Mantan Kepala Bea Cukai Makassar, Sulawesi Selatan (Sulsel) Andhi Pramono akhirnya ditahan KPK. Andhi dijerat dengan dugaan penerimaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).

Dilansir dari detikNews, Wakil ketua KPK Alexander Marwata mengatakan perbuatan Andhi Pramono berkaitan dengan barang ekspor-impor pada Kantor Pelayanan Bea dan Cukai Makassar.

KPK mengambil langkah tersebut berawal saat viralnya kabar tentang kekayaan Andhi Pramono yang ternyata setelah ditelusuri tidak ada kecocokan dengan profilnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Selanjutnya, berdasarkan kecukupan bukti permulaan, kemudian naik ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka," terang Alexander.

Dari hasil penelusuran KPK, Andhi rupanya dalam 10 tahun terakhir mulai dari 2012 hingga 2022 telah menjalani siasat double job sebagai broker atau perantara. Kantong pribadi Andhi Pramono pun menggelembung berisi rupiah-rupiah dari para pengusaha ekspor-impor.

ADVERTISEMENT

"Dalam rentang waktu tahun 2012 sampai 2022, AP (Andhi Pramono) dalam jabatannya selaku PPNS sekaligus pejabat eselon III di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai diduga memanfaatkan posisi dan jabatannya tersebut untuk bertindak sebagai broker atau perantara dan juga memberikan rekomendasi bagi para pengusaha yang bergerak di bidang ekspor-impor sehingga nantinya dapat dipermudah dalam melakukan aktivitas bisnisnya," papar Alexander.

Alexander mengaku, Andhi selaku broker diduga melakukan aktivitas ekspor dan impor dengan mencarikan barang logistik yang dikirim ke beberapa negara ASEAN mulai dari Singapura, Malaysia, Vietnam hingga Thailand.

"Sebagai broker, AP diduga menghubungkan antar-importir untuk mencarikan barang logistik yang dikirim dari wilayah Singapura dan Malaysia, yang di antaranya menuju ke Vietnam, Thailand, Filipina, Kamboja," imbuhnya.

Dari rekomendasi itu, Andhi Pramono menerima uang. Rekomendasi Andhi Pramono juga disebut KPK menyalahi aturan kepabeanan.

"Siasat yang dilakukan AP untuk menerima fee di antaranya melalui transfer uang ke beberapa rekening bank dari pihak-pihak kepercayaannya yang merupakan pengusaha ekspor impor dan pengurusan jasa kepabeanan dengan bertindak sebagai nominee," ucapnya.

Alex mengatakan Andhi diduga menerima gratifikasi Rp 28 miliar. Alex menyebut Andhi diduga menjadi broker atau perantara untuk pengusaha impor-ekspor.

"Dugaan penerimaan gratifikasi oleh AP sejauh ini sejumlah sekitar Rp 28 miliar dan masih terus dilakukan penelusuran lebih lanjut," tutup Alexander.

Sadar bila yang dilakukan salah, Andhi Pramono kemudian bersiasat agar hartanya tersamarkan. Dia pun mengalihkan hartanya itu dengan pembelian barang mewah seperti berlian seharga Rp 653 juta hingga polis asuransi senilai Rp 1 miliar.

"Diduga AP membelanjakan, mentransfer uang yang diduga hasil korupsi dimaksud untuk keperluan AP dan keluarganya, di antaranya dalam kurun waktu 2021 dan 2022 melakukan pembelian berlian senilai Rp 652 juta, pembelian polis asuransi senilai Rp 1 miliar dan pembelian rumah di wilayah Pejaten, Jaksel, senilai Rp 20 miliar," imbuh Alexander.

Alex juga menjabarkan, selain memanfaatkan rekening orang kepercayaan, Andhi diduga menggunakan rekening mertuanya untuk menampung uang gratifikasi. Namun hingga kini, KPK belum mengungkap berapa besaran uang yang ditampung di rekening mertua Andhi.

"Kalau dari proses penyidikan dan ekspose, ada beberapa pembayaran yang digunakan melalui rekening mertuanya. Kalau dilihat dari proses pembayaran, tentu itu digunakan untuk rekening menampung gratifikasi dan sebagainya," ucap Alex.

KPK pun menerapkan Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (selanjutnya disebut UU Tipikor) untuk Andhi Pramono. Selain itu dia juga dijerat Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan UU TPPU.




(afs/hmw)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads