Komnas Perempuan Tegaskan Persetubuhan ABG Parimo Masuk Kekerasan Seksual

Berita Nasional

Komnas Perempuan Tegaskan Persetubuhan ABG Parimo Masuk Kekerasan Seksual

Tim detikNews - detikSulsel
Jumat, 02 Jun 2023 09:05 WIB
Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah
Foto: Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah (Tiara Aliya/detikcom)
Jakarta -

Komnas Perempuan angkat bicara soal kasus ABG 15 tahun di Parigi Moutong (Parimo) yang disebut Polda Sulawesi Tengah (Sulteng) sebagai tindak pidana persetubuhan, bukan pemerkosaan. Pihaknya menegaskan kasus tersebut merupakan kekerasan seksual.

"Komnas Perempuan mengingatkan kembali bahwa setiap aktivitas seksual terhadap anak adalah Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)," ujar Komisioner Komnas Perempuan Siti Aminah Tardi kepada wartawan, dilansir dari detikNews, Kamis (1/6/2023).

Siti lantas menyebut alasan kasus tersebut masuk kekerasan seksual. Hal ini dikarenakan korban dianggap belum mampu memberikan persetujuan untuk terlibat dalam perilaku seksual.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Karena anak dinilai belum mampu memberikan persetujuan secara penuh untuk terlibat dalam aktivitas seksual (non competent consensual). Sehingga kekerasan seksual terhadap anak tidak memerlukan unsur paksaan atau kekerasan," paparnya.

Siti menilai pelaku yang merupakan orang dewasa harusnya memberikan perlindungan kepada anak. Pihaknya menyinggung terduga pelaku yang memiliki jabatan strategis di masyarakat.

ADVERTISEMENT

"Terduga pelaku yang adalah orang dewasa berada dalam posisi-posisi strategis yang seharusnya memberikan pelindungan terhadap anak dan menjadi contoh baik di masyarakat, seperti guru, kades, anggota kepolisian menunjukkan relasi kuasa atas korban, di antaranya relasi orang dewasa terhadap (anak), laki-laki terhadap perempuan," jelasnya.

Komnas Perempuan mendesak penegakan hukum atas kasus ini. Pihaknya meminta ada jaminan perlindungan terhadap korban.

"Kami mendorong pemenuhan hak korban atas penanganan, pelindungan dan pemulihan korban segera dipenuhi dan dikoordinasikan dengan para pemangku kepentingan," urai Siti.

Siti melanjutkan pendampingan psikologis mesti diprioritaskan. Penanganan medis kesehatan reproduksi juga harus diberikan terhadap korban.

"Anak korban kekerasan seksual dalam hal ini berhak atas serangkaian hak yang dijamin baik dalam UU Perlindungan Anak maupun UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual," tegasnya.

Siti menambahkan bahwa Komnas Perempuan akan terus memantau kasus ini. Komnas Perempuan juga akan berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait.

"Komnas Perempuan akan memantau dan berkoordinasi dengan semua pihak yang relevan terkait penanganan TPKS, di negara maupun masyarakat," imbuh Siti.

Kapolda Sulteng Sebut Kasus Persetubuhan

Sebelumnya Kapolda Sulteng Irjen Agus Nugroho membantah kasus ABG di Parimo merupakan kasus pemerkosaan. Agus menekankan kasus tersebut merupakan tindak pidana persetubuhan anak.

"Kita tidak menggunakan istilah pemerkosaan, melainkan persetubuhan anak di bawah umur," tegas Agus saat jumpa pers di Mapolda Sulteng, Rabu (31/5).

Agus kemudian menjelaskan alasan dia mengganti istilah 'pemerkosaan' menjadi 'persetubuhan' anak. Hal tersebut karena mengacu pada aturan hukum yang berlaku.

"Mengapa? Karena apabila kita mengacu pada istilah pemerkosaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 285 KUHP ini secara jelas dinyatakan bahwa unsur yang bersifat konstitutif di dalam kasus pemerkosaan adalah adanya tindakan kekerasan atau pun ancaman kekerasan, memaksa seorang wanita untuk bersetubuh dengannya di luar perkawinan," paparnya.

Untuk diketahui, kasus persetubuhan ini terjadi dalam kurun waktu April 2022 hingga Januari 2023. Polisi mengungkapkan ada 11 orang yang diduga melakukan persetubuhan anak terhadap korban, dimana 10 di antaranya sudah menjadi tersangka.

Dari 10 tersangka, 7 telah ditahan sementara 3 orang lainnya masih buron. Untuk 1 terduga pelaku yang belum menjadi tersangka ialah oknum Brimob. Adapun inisial 11 pelaku yang disebut korban sebagai berikut:

1. HR alias Pak Kades berusia 43 tahun, salah satu kades di wilayah Kabupaten Parigi Moutong;
2. ARH alias Pak Guru berusia 40 tahun, dia adalah seorang ASN, seorang guru SD;
3. RK alias A berusia 47 tahun, wiraswasta;
4. AR alias R berusia 26 tahun, petani;
5. MT alias E berusia 36 tahun, tidak memiliki pekerjaan;
6. FN berusia 22 tahun, mahasiswa;
7. K alias DD, 32 tahun, petani;
8. AW yang sampai saat ini masih buron;
9. AS ini pun sama sampai saat ini masih buron;
10. AK yang sampai saat ini masih buron;
11. NPS yang berprofesi sebagai anggota Polri, sampai saat ini masih dalam pemeriksaan, belum berstatus tersangka.




(sar/hmw)

Hide Ads