Pria bernama Momon Susila (49) di Kutai Timur, Kalimantan Timur (Kaltim) ditangkap polisi usai menganiaya sadis putrinya inisial GA (12) hingga tewas. Penganiayaan dilakukan Momon hanya karena putrinya itu malas makan.
Penganiayaan sadis itu dilakukan Momon di rumahnya yang berada di Jalan Margo Santoso, Kecamatan Sangatta Utara, Kutai Timur, pada Minggu (16/4). Anaknya yang tak mau makan justru dianiaya dengan cara ditendang di punggung dan lehernya.
"Permasalahannya hanya karena korban tidak mau makan. Pelaku yang saat itu emosi lalu menjambak rambut korban, setelah itu punggung korban dicubit kurang lebih 8 menit dengan keras. Setelah korban tersungkur pelaku menendang pinggang dan leher korban berkali-kali," ungkap Kasat Reskrim Polres Kutim AKP I Made Jata Wiranegara kepada detikcom, Kamis (1/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selanjutnya, pelaku menyeret korban ke kamar mandi. Namun saat itu korban langsung dibawa oleh ibu tirinya setelah mengaku bersedia menghabiskan makanannya.
"Selesai korban makan bersama ibu tirinya, kemudian pelaku menggendong korban ke kasur karena saat itu korban tidak bisa berjalan lagi," tuturnya.
Korban pun sempat istirahat hingga akhirnya meninggal dunia pada Senin (17/4) sekitar pukul 03.00 Wita. Pelaku yang mengetahui korban tidak bergerak sempat membawa anaknya itu ke rumah sakit.
"Sesampainya di rumah sakit oleh dokter rumah sakit korban dinyatakan sudah dalam kondisi meninggal dunia dan karena takut ketahuan, pelaku memakamkan korban dengan tergesa-gesa," jelasnya.
Kasus tersebut terungkap setelah guru sekolah dan Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) meminta bantuan polisi untuk menyelidiki kasus kematian GA. Sebab sebelum korban meninggal pihak guru juga sempat menemukan luka lebam di sekujur tubuh GA.
"Jadi saat tanggal 14 April, atau tiga hari sebelum korban meninggal, guru korban sempat membawanya ke rumah sakit karena korban sakit saat mengikuti ujian," jelas AKP I Made Jata Wiranegara.
Mendapatkan laporan itu, polisi kemudian melakukan penyelidikan dan memanggil dokter untuk melakukan autopsi terhadap jasad korban. Alhasil kuburan korban pun dibongkar lagi.
"Iya kuburan korban dibongkar untuk memastikan meninggalnya, dan dari hasil autopsi ditemukan tanda-tanda kekerasan," terangnya.
Polisi kemudian memeriksa 32 orang saksi mulai dari guru hingga tetangga korban. Pemeriksaan berjalan mulai April hingga Mei.
"Ya jadi hampir satu bulan dari 29 April hingga 28 Mei kita melakukan pemeriksaan saksi-saksi, itu ada 32 orang, termasuk guru, teman, tetangga, ketua RT dan yang mandikan jenazah korban," ungkapnya.
Dari keterangan saksi, polisi menemukan kejanggalan. Saat proses pemakaman, pelaku tidak mengizinkan orang-orang melayat termasuk para tetangga rumah.
"Dari keterangan itu kita panggil ayahnya dan saat diinterogasi pelaku mengakui telah melakukan penganiayaan terhadap korban," tuturnya.
Atas perbuatannya pelaku yang sudah ditetapkan sebagai tersangka ini dijerat pasal 80 UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah UU Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU RI Nomor 23 Tahun 2022 tentang Perlindungan Anak.
"Ancaman penjara 15 tahun dan atau denda paling banyak Rp 3 miliar," jelasnya.
(asm/sar)