7 Fakta Oknum Pimpinan Ponpes Perkosa 41 Santriwati Modus Pengajian Seks

Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat

7 Fakta Oknum Pimpinan Ponpes Perkosa 41 Santriwati Modus Pengajian Seks

Tim detikBali - detikSulsel
Rabu, 24 Mei 2023 06:02 WIB
ilustrasi
Foto: Ilustrasi pemerkosaan. (Dok.Detikcom)
Lombok Timur -

Dua oknum pimpinan pesantren (Ponpes) di Kecamatan Sikur, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat (NTB) ditangkap atas aksi pencabulan dan pemerkosaan santriwati. Sedikitnya ada 41 santriwati yang dilaporkan menjadi korban kebejatan terduga pelaku.

Dua oknum pimpinan ponpes itu masing-masing berinisial HSN dan LMI. Khusus HSN, dia terungkap melakukan aksinya sejak 2012 silam dengan berbagai cara, termasuk membuka kelas pengajian seks.

Dirangkum dari detikBali, Rabu (24/5/2023), berikut 7 fakta kasus 2 oknum Ponpes perkosa 41 santriwati.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

1. Modus Kelas Pengajian Seks

Ketua Lembaga Studi Bantuan Hukum Nusa Tenggara Barat, Badaruddin yang memberikan pendampingan hukum kepada korban mengatakan pelaku HSN beraksi dengan cara membuka kelas pengajian seks.

Menurutnya, kelas pengajian seks tersebut dibuka jauh-jauh hari sebelum HSN melancarkan aksinya. Kelas ini khusus dibuka pelaku untuk calon korban yang diincar.

ADVERTISEMENT

"Jadi korban lupa itu pengajian tentang apa. Yang jelas, pelaku sengaja buka pengajian seks itu kepada korban-korban yang dia bidik untuk dicabuli," ujar Badaruddin kepada detikBali, Senin (22/5).

Kelas pengajian seks itu diberikan khusus pelaku HSN kepada santriwati yang tinggal di pondok. Kemudian, santriwati yang diincar jadi korban dikelompokkan ikut dalam materi pengajian tentang hubungan intim suami-istri.

"Dikelompokkan di situ. Jadi, satu rombongan ngaji di satu ruangan. Karena tidak semua diberikan pengajian soal hubungan suami istri kan. Nah, korban ini mengaku pernah ikut pengajian tersebut," lanjutnya.

Menurut Badaruddin, kelas pengajian seks berupa pelaku mengajarkan santriwati cara berhubungan intim. Mirisnya, para santriwati yang mengikuti kelas itu baru berusia 15-16 tahun.

"Saya pikir materi bagaimana cara berhubungan intim dengan pasangan isinya pengajian itu belum waktunya diberikan kepada santri di bawah umur itu," kata Badaruddin.

2. Pengakuan Korban Merasa Seperti Dihipnotis

Badaruddin juga mengungkap bahwa korban merasa seperti dihipnotis saat bertemu dengan pelaku HSN. Terduga pelaku disebut selalu menyentuh dan mengusap kepala para korban saat bertemu.

"Bahasanya itu 'Kamu dipanggil sama Abah minta berkah di rumah'. Jadi saat sampai rumah di kamar tamu, para korban disentuh kepalanya diusap itu tidak sadar. Dalam kondisi tidak sadar seperti dihipnotis baru korban ditiduri di dalam kamar pelaku," kata Badaruddin.

Dia mengatakan HSN sengaja meminta pengurus Ponpes memanggil korban ke dalam rumahnya. Hal itu sesuai keterangan para korban yang bersedia menjadi saksi di pengadilan.

"Jadi hampir semua proses pencabulan yang dilakukan oleh HSN itu sama. Bahkan ada korban yang sudah digauli lebih dari tiga kali. Tapi, belum ada korban sampai hamil," katanya.


3. Tercatat Total Ada 41 Korban

Masih menurut Badaruddin, jumlah korban dari HSN sejauh ini terdata 41 santriwati. Usia korban rata-rata masih 15-16 tahun dan duduk di kelas 3 MTs/SMP.

Dia juga mengatakan bahwa seluruh korban dari HSN diperkosa dengan modus bisa mendapatkan wajah berseri dan berkah untuk masuk surga.

"Modus yang ditawarkan, wajah bercahaya dan berkah agar masuk surga. Jadi, para korban dipegang dan diperkosa seperti diperdaya. Semua korban hampir sama prosesnya," katanya.

Menurut Badar, HSN sudah sekitar 11 tahun melancarkan aksinya bejatnya. Bahkan, kata Badar, ada sejumlah korban yang diperkosa lebih dari dua kali.

"Jadi setiap melakukan aksinya, pelaku ini memanggil korban ke dalam rumahnya. Di sana, dia (korban) dipegang tidak sadarkan diri, baru dibawa ke dalam kamar pelaku," katanya.

Simak fakta selanjutnya di halaman berikutnya...

4. Korban Dijanjikan Masuk Surga

Kasi Humas Polres Lombok Timur Iptu Nicolas Osman menjelaskan HSN telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan pada Rabu (17/5). Sedangkan, LMI ditahan pada Selasa (9/5).

"HSN ini pimpinan ponpes di Kecamatan Sikur. LMI juga pimpinan ponpes di Kecamatan Sikur tapi berbeda desa," terang Nico, Senin (22/5).

Menurut Nico, korban dari ulah HSN yang melapor baru satu orang. Sedangkan, jumlah korban dari LMI disinyalir mencapai lima orang dan baru dua orang yang melapor.

"Kami mengimbau kepada masyarakat agar tidak main hakim sendiri dan mempercayakan kepada Aparat Penegak hukum (APH) untuk memproses ini secara profesional," kata Nico.

Menurut Nico, modus kedua pelaku masih didalami kepolisian. Namun, dari hasil pemeriksaan saksi, LMI melakukan pencabulan kepada para santrinya dengan modus ajakan masuk surga.

"Ya kira-kira begitu pengakuan korban dari LMI. Sementara, itu yang kami dapatkan," kata Nico.

Sementara itu, Direktur Biro Konsultan Bantuan Hukum (BKHB) Fakultas Hukum Unram Joko Jumadi selaku kuasa hukum korban pencabulan LMI menjelaskan LMI menerapkan modus yang sama.

"Rata-rata pengakuan dua korban pelaku LMI menjanjikan masuk surga. Jadi kalau tidak mau berhubungan badan, pelaku ancam keluarga korban dapat celaka," kata Joko.

Menurut Joko, rata-rata korban disetubuhi di ruangan lab di lingkungan ponpes. Sebelum melakukan aksinya, korban dipanggil oleh empat asisten pelaku yang merupakan pengurus ponpes.

"Ada empat asisten, laki-laki semua. Jadi asisten itu yang mengarahkan ke para korban ke dalam ruangan lab untuk disetubuhi," kata Joko.

5. Kemenag Lombok Timur Klaim Lokasi Pemerkosaan Bukan Ponpes

Kantor Kementerian Agama Kabupaten Lombok Timur turut buka suara terkait kasus ini. Kemenag mengklaim lokasi pencabulan itu bukanlah pondok pesantren

"Saya tegaskan itu bukan pondok pesantren, tapi itu asrama mengaji. Beda tempat ngaji dan beda tempat sekolah. Jadi, santri di sana ada yang sekolah di SMP dan SMA," kata Kepala Seksi Pondok Pesantren Kantor Kemenag Kabupaten Lombok Timur Hasan kepada detikBali, Selasa (23/5).

Hasan mengatakan asrama itu pun tidak mengantongi izin dari pihaknya. Oleh karena itu, ia menyerahkan pemanfaatan asrama tersebut kepada pemerintah desa dan kecamatan setempat.

"Kalau mau tutup ya silakan. Kalau kami, karena tidak ada izin, jadi apa yang kami akan kami cabut?" ujarnya.

Menurut hasil penelusuran Kanwil Kementerian Agama Kabupaten Lombok Timur, asrama tersebut memiliki sekitar 150 santri. Mereka datang mengaji setiap hari dan berasal dari sekolah yang berbeda.

"Kalau ponpes kan pasti punya lembaga pendidikan. Ini kan tidak ada," kata Hasan.

Simak fakta selanjutnya di halaman berikutnya...

6. Dua Oknum Ponpes Jadi Tersangka

HSN dan LMI yang diduga mencabuli dan memerkosa puluhan santriwati telah ditetapkan sebagai tersangka.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTB Kombes Teddy Ristiawan menyebut proses penetapan tersangka terhadap kedua pimpinan ponpes itu sudah berdasarkan alat bukti yang kuat dan keterangan sejumlah saksi. Dia menyebut kasus tersebut kini menjadi atensi Polda NTB.

"Memang kasus ini menjadi atensi Kapolda NTB. Jadi, semua rangkaian penyidikan berjalan dengan baik oleh Satreskrim Polres Lombok Timur," kata Teddy.

7. Tersangka Ngaku Difitnah

Salah satu tersangka, HSN membantah melakukan pemerkosaan santriwati. Dia mengaku dirinya difitnah.

"Itu fitnah. Saya sedang sakit, selesai operasi, dibeginikan," kata HSN saat diamankan ke ruang Subdit IV Imitasi PPA Ditreskrimum Polda NTB, Selasa (23/5).

HSN menegaskan pencabulan dan pemerkosaan itu hanyalah tuduhan semata. Namun dia tidak menjelaskan lebih jauh siapa pihak yang memfitnahnya.

"Fitnah semuanya. Bohong!" teriaknya.

Halaman 4 dari 3
(hmw/sar)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads