Pimpinan panti asuhan berinisial IS (41) di Ketapang, Kalimantan Barat (Kalbar), divonis hukuman mati terkait kasus pemerkosaan dan pencabulan enam orang anak asuhnya. Vonis tersebut dijatuhkan lantaran aksi bejat terdakwa dinilai sudah sangat keterlaluan.
Terdakwa IS menjalani sidang putusan pemerkosaan dan pencabulan di Pengadilan Negeri (PN) Ketapang pada Rabu (17/5). Pihak pengadilan juga merilis foto terdakwa saat mengikuti persidangan secara virtual.
Dari foto yang diperoleh detikcom, terlihat wajah IS tampil di layar televisi di ruang sidang. Terdakwa mengenakan kopiah hitam dan rompi oranye.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlihat IS tegang mendengarkan pembacaan putusan dari majelis hakim. Dalam putusan tersebut, IS dihukum mati karena terbukti memperkosa 4 anak dan mencabuli 2 anak lainnya sebagaimana tertuang dalam putusan nomor 11/Pid.Sus /2023/PN Ktp.
"Jadi memang korbannya ini 6 anak di bawah umur rentang usia 12 sampai 17 tahun pada saat kejadian. Fakta-fakta yang terungkap di persidangan 4 diperkosa dan 2 dicabuli," ujar Humas Pengadilan Negeri Ketapang Aldilla Ananta kepada detikcom, Sabtu (20/5/2023).
IS diketahui bekerja di panti asuhan tersebut selama 21 tahun. Dengan waktu tersebut, hakim menduga korban bisa jadi lebih dari 6 anak.
"Panti asuhan itu kan berdiri selama 25 tahun, dia bekerja di sana selama 21 tahun. Bisa jadi korbannya lebih dari 6 ini, saksi dalam persidangan yang alumni di sana juga adalah korban dari terdakwa," jelasnya.
Kini panti asuhan itu telah ditutup dan dicabut perizinannya. Sejumlah anak ada yang telah dipindahkan ke panti asuhan lain.
"Izinnya sudah dicabut, yang anak perempuan sudah dipindah ke panti asuhan lain. Terakhir informasinya ada yang bertahan, tapi anak laki-laki saja," terang Ananta.
Diberitakan sebelumnya, IS divonis hukuman mati terkait kasus pemerkosaan dan pencabulan enam orang anak asuhnya. Majelis hakim menilai aksi bejat terdakwa memperkosa anak asuhnya sangat keterlaluan.
"Dari fakta-fakta dan demi keadilan bagi anak-anak korban kami pun menjatuhi hukuman mati terhadap terdakwa karena apa yang dilakukannya sudah sangat keterlaluan menurut majelis hakim," ujar Aldilla Ananta, Sabtu (20/5).
Kasus ini terungkap usai seorang guru wanita di panti asuhan menyadari kejanggalan dari tangisan anak asuhnya. Sang anak lantas membongkar aksi bejat terdakwa.
"Kalau terungkapnya ini ada salah satu anak korban ke 5, jadi ketika itu ada mata pelajaran agama tiba-tiba dia menangis. Si ibu guru ini curiga, dan dipanggil lah ke ruangan," terangnya.
(hmw/hsr)