Pengadilan Negeri (PN) Makassar mempertimbangkan sidang kasus tambang mineral dan batubara yang menjerat mantan Direktur PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan digelar secara offline. Pertimbangan itu muncul mengingat kasus ini menjadi sorotan publik.
PN Makassar dan jaksa penuntut umum awalnya berencana menggelar sidang secara virtual. Keputusan itu kemudian dikritik oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) yang menilai sidang secara virtual tidak lagi diperlukan saat ini.
"Mestinya sudah dihapus sidang online. Kalau masih ada, berarti ya cacat hukum. Karena sudah tidak ada alasan darurat," ujar Koordinator MAKI Boyamin Saiman dalam keterangannya, Rabu (10/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Boyamin mengatakan sidang online bertentangan dengan UUD, KUHAP, kekuasaan kehakiman dan berpotensi menghambat kebenaran materiil perkara yang harusnya bisa digali seluruh pihak. Jika terdakwa dihadirkan secara langsung, semua pihak bisa menggali secara komprehensif.
"Termasuk melihat gestur dalam pembuktian, misalkan gestur dari saksi. Karena ingin menggali materiil bukan formil seperti yang terjadi di sidang perdata gitu. Sehingga kalau jaraknya jauh, daring atau online, tentu sangat menghambat. Kesusahan jadinya, kemudian bisa jadi ada gangguan dengan jaringan dan peretasan," katanya.
Lebih lanjut, Boyamin menyinggung surat edaran Mahkamah Agung (MA) bahwa sidang tatap muka bisa digelar bagi terdakwa yang tidak ditahan dan sidang online bagi terdakwa yang ditahan, sangat tidak masuk akal.
"Apakah menjamin kalau terdakwa tidak ditahan, sidang tatap langsung menjamin semua sehat? dan tidak ditahan dia bebas COVID-19? faktanya justru yang lebih terjadi bebas COVID-19 yang ditahan," ujarnya.
Menanggapi hal tersebut, Humas PN Makassar Sibali mengatakan ada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) yang mengatur ketentuan sidang online. Dia menyebut Perma itu masih berlaku karena belum dicabut.
"Saya sudah berkoordinasi sama majelis hakimnya terkait dengan persidangan offline dan online. Kami memang ada Perma yang mengatur tentang persidangan online karena akibat kondisi darurat COVID. Cuma ini kan belum dicabut (Perma tersebut)," kata Sibali dalam wawancara terpisah, Rabu (10/5/2023).
Kendati demikian, Sibali menyebut majelis hakim yang menangani perkara ini sudah mempertimbangkan sidang digelar offline. Hal ini karena pihak terdakwa mengajukan permohonan agar sidang digelar offline.
"Jadi insyaallah kalau saya enggak salah, biasa saja offline dengan petimbangan (demi) kelancaran persidangan, tidak terganggu jaringan," katanya.
Sementara Kuasa Hukum Helmut Hermawan, Sholeh Amin mengatakan bahwa dengan dicabutnya status pandemi dan menjadi endemi, maka dasar sidang secara online dalam perkara pidana dengan alasan ada pandemi, tidak bisa lagi dijadikan dasar.
"Dengan persidangan secara langsung, para penegak hukum seperti majelis hakim, JPU dan advokat bisa berinteraksi secara langsung dengan terdakwa dan para saksi," kata dia.
Oleh sebab itu, dia mendorong majelis hakim menggelar sidang secara offline sehingga para penegak hukum bisa menggali untuk memperoleh kebenaran di kasus tersebut.
"Karena dasar kedaruratan pandemi tidak ada lagi. Untuk itu, tujuan peradilan pidana untuk memperoleh 'social justice' dan 'legal juctice' bisa menjadi kenyataan dengan diselenggarakannya sidang secara langsung," ujarnya.
Kasus Sengketa Tambang Jerat Helmut Hermawan
Dilansir detikNews, Helmut Hermawan adalah mantan direktur PT CLM yang diduga mendapatkan kriminalisasi dari institusi kepolisian terkait kepemilikan saham miliknya. Belakangan IPW melaporkan Wamenkumham Eddy Hiariej ke KPK karena mencium adanya aroma pemerasan dalam sengketa tambang itu.
Kendati merasa difitnah, Eddy enggan meneruskan tuduhan ini ke jalur hukum. Ia ogah melaporkan balik Ketua IPW Sugeng Teguh Santoso ke polisi.
"Oh saya tidak akan melapor. Kenapa saya tidak akan melapor? Ada beberapa alasan. Pertama, IPW itu kan LSM. LSM itu kan tugasnya adalah watch dog, ya silakanlah dia berkoar-koar karena memang tugas dia untuk melakukan sosial kontrol," kata Eddy.
Menurut Eddy, tiap pejabat publik yang diadukan ke lembaga penegak hukum, respons yang dilakukan harusnya kooperatif melakukan klarifikasi. Pilihan itu yang dipilihnya hari ini dibanding melaporkan pihak IPW ke polisi.
"Kalau saya melaporkan, itu kan berarti saya masuk dalam sistem peradilan pidana. Sistem peradilan pidana di mana pun the battle model, model berperang. Kalau berperang kan kita harus cari lawan yang seimbang," ucap Eddy.
(hmw/nvl)