Auditor BPK RI terdakwa kasus suap Rp 2,9 miliar dari kontraktor di Sulawesi Selatan (Sulsel), Wahid Ikhsan Wahyuddin terungkap panik saat KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah (NA) dan eks Sekdis PUTR Sulsel Edy Rahmat pada 2021. Wahid pun menitipkan uang suap itu ke rekannya.
Kesaksian soal paniknya Wahid diungkapkan oleh terdakwa lainnya, Yohanes Binur Haryanto Manik saat diperiksa sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Selasa (21/3). Terdakwa Yohanes awalnya mengungkap 11 kontraktor membayar dana partisipasi 1 persen untuk mengurangi temuan BPK.
Terdakwa Yohanes menjelaskan bahwa jumlah uang yang diserahkan oleh kontraktor adalah Rp 3 miliar 251 juta. Namun Edy Rahmat menerima komisi 10 persen atas perannya mengumpulkan dana partisipasi itu dari para kontraktor sehingga dana yang diterima Auditor BPK RI adalah Rp 2,9 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sisanya Rp 2 miliar Rp 971 juta," ungkap Yohanes di persidangan.
Jaksa kemudian menanyakan kemana uang Rp 2,9 miliar tersebut dibawa. Saat itulah Yohanes menjelaskan bahwa uang hasil suap sudah dipindahkan ke rumah pria bernama Arfa Anwar yang merupakan teman dari terdakwa Wahid Ikhsan Wahyuddin.
"Dipindahkan ke Arfa. Temannya Wahid," kata Yohanes.
Yohanes mengatakan bahwa Arfa merupakan seorang kontraktor. Jaksa pun menanyakan siapa yang membuat keputusan memindahkan uang suap tersebut.
"Siapa yang menyampaikan ke saudara yang 2 M (lebih) ini dipindahkan dari mess ke rumahnya Arfa Anwar?" tanya jaksa.
Yohanes menyampaikan bahwa terdakwa Wahid lah yang menyampaikan uang Rp 2,9 M itu telah dipindahkan ke rumah temannya. Terdakwa Wahid panik karena Edy Rahmat dan Nurdin Abdullah terjaring OTT pada Februari 2021 silam.
"Panik waktu itu. Karena OTT pak Edy Rahmat dan gubernur," kata Yohanes.
"Kapan kejadiannya? Pemindahan uang itu tidak lama setelah OTT?" timpal jaksa.
Yohanes pun membenarkannya. Semua uang suap dari kontraktor dipindahkan ke rumah Arfa Anwar tak lama setelah OTT terjadi.
(hmw/ata)