Kota Makassar

Penyebab Polisi Setop Kasus Arsitek Perkosa Mahasiswi Makassar

Agus Umar Dani - detikSulsel
Senin, 13 Mar 2023 07:00 WIB
Polrestabes Makassar. Foto: Hermawan Mappiwali-detikcom
Makassar -

Polisi menyetop penyidikan kasus arsitek berinisial SA (40) di Kota Makassar, Sulawesi Selatan memperkosa mahasiswi yang juga pacarnya. Penghentian tersebut didasari oleh korban yang mencabut laporan polisi.

"Cabut laporan korban," kata Kasat Reskrim Polrestabes Makassar AKBP Ridwan Hutagaol kepada detikSulsel, Minggu (12/3/2023).

Menurut Ridwan, pihaknya juga sudah melakukan proses restorative justice (RJ) antara korban dan pelaku. Oleh sebab itulah kasus ini tak dilanjutkan.


"Oh sudah di RJ udah selesai," katanya.

Terlepas dari hal tersebut, AKBP Ridwan tak menampik proses RJ tak bisa begitu saja diterapkan pada kasus pemerkosaan. Namun dia menyebut ada indikasi suka sama suka dalam kasus ini.

"Kalau pelecehan seksual di Pasal 285 iya. Tapi ini kan berkali-kali. Berarti suka sama suka," katanya.

AKBP Ridwan juga menjelaskan bahwa mekanisme RJ juga mempertimbangkan berat atau ringannya perkara. Jika perbuatan yang dilakukan pelaku masuk dalam kategori tidak berlebihan, maka RJ bisa diterapkan.

"Ada namanya sistem mekanisme yang di RJ. Apakah perkara itu berat, atau ini (ringan). Ada enggak perbuatannya yang melebihi," paparnya.

Pada kasus ini, Ridwan mengaku penerapan regulasi seperti RJ dilakukan semata-mata untuk keadilan. Korban dan pelaku sepakat kasus ini tidak perlu berlanjut ke meja hijau.

"Jadi undang-undang itu dilakukan untuk keadilan," tutupnya.

Aktivis Perempuan Buka Suara

Direktur Yayasan Rumah Mama Sulsel Lusia Palulungan turut buka suara terkait kasus ini. Lusia mengatakan proses RJ seharusnya tidak diterapkan pada kasus pemerkosaan.

"Dalam penanganan kasus kekerasan seksual, aparat penegak hukum harus mengacu bukan hanya pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tetapi juga pada UU No. 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS)," kata Lusia kepada detikSulsel, Minggu (12/3).

Dia mengatakan bahwa Polri sebenarnya sudah memuat regulasi penanganan kasus kekerasan seksual melalui surat telegram. Dia pun berharap agar pihak kepolisian menjalankan regulasi itu.

"Di dalam Surat Telegram Kapolri No. ST/1292/VI/RES 1.24/2022 sudah jelas mengatur hal itu," tegas Lusia.

Regulasi yang dimaksud oleh Lusia tersebut adalah penyidikan dilakukan berdasarkan amanah undang-undang terkait penuntasan kasus TPKS. Selain itu, pemeriksaan terhadap saksi/korban/tersangka tetap memperhatikan dan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM).

Kemudian, proses penyidikan kasus TPKS tidak bisa diselesaikan di luar sidang kecuali kekerasan pada anak sebagaimana diatur dalam undang-undang. Salah satu dari sekian banyak barang bukti yang bisa menguatkan korban saat diperiksa penyidik adalah tersedianya barang bukti yang mengakibatkan TPKS.

Simak di halaman berikutnya: Kronologi Kasus Arsitek Perkosa Mahasiswi...




(hmw/sar)

Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork