Seorang sekuriti berinisial FR di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim) ditangkap polisi lantaran merekayasa pengeroyokan dan penyekapan yang dialaminya. Setelah diusut alasan FR melakukan itu, agar dia mendapatkan kenaikan gaji.
"Alibinya supaya gajinya dinaikkan," kata Kapolres PPU AKBP Hendrik Eka Bahalwan saat dihubungi detikcom, Jumat (27/1/2023).
Saat itu, FR mengaku menjadi korban pengeroyokan dan penyekapan oleh tiga pria tak dikenal pada Selasa (24/1) dini hari. FR pun melaporkan apa yang dialaminya ke Satgas Operasi Nusantara Mahakam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia mengaku disekap oleh 3 orang tak dikenal. Karena waktunya malam setelah itu ada bajunya yang robek juga, itu langsung dievakuasi ke Polsek Sepaku dulu untuk pertolongan pertamanya. Sambil untuk melengkapi persyaratan visumnya ke RS Pratama Sepaku," paparnya.
Setelah laporan itu FR pun di BAP oleh penyidik sebagai korban. Di saat itu FR pun membuat skenario kepada petugas, namun dari ceritanya itu timbul kecurigaan oleh polisi.
"Dia ngaku diseret, diancam dan dibacok di pinggang sebelah kiri. Tapi begitu penyidik kita di lapangan melihat bekas luka yang di pinggang sebelah kiri kita ada suatu yang janggal," kata Hendrik.
"Tapi karena statement dia tetap ngotot waktu itu, ya sudah kita ambil sesuai apa yang dia sampaikan berulang-ulang itu. Dia konstruksi kan," imbuhnya.
Menjelang pagi, prarekonstruksi pun dilakukan oleh pihak kepolisian, saat itu kecurigaan polisi semakin nyata, lantaran keterangan dari FR yang tidak konsisten.
"Ternyata gak nyambung semuanya. Setelah gak nyambung, kita curiga dia mulai ngelantur kan. Langsung kita inisiatif coba cek urin dia rupanya yang bersangkutan positif amfetamin," ungkapnya.
Benar saja, setelah dilakukan test urin, FR pun mengakui laporannya adalah laporan palsu.
"Langsung kita geledah lagi rumahnya. Pada saat digeledah rumahnya, di situlah dia mengakui bahwa dia itu mengontruksi cerita. Malah dia alibi ke gaji," ungkapnya.
Atas laporan palsu itu, FR ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 266 KUHP subs 220 tentang memberikan keterangan palsu.
"Kami miliki dua alat bukti yang cukup. Sehingga ditetapkan sebagai tersangka, untuk ancamannya maksimal 7 tahun penjara," pungkasnya.
(ata/ata)