Virendy Marjefy (19), mahasiswa Unhas, yang tewas saat Diksar Mapala Fakultas Teknik disebut meninggalkan pesan melalui Alkitab yang kerap dia baca. Keluarga Virendy menyebut pesan itu berupa tanda garis pada sejumlah ayat tertentu di alkitab miliknya.
Ayah Virendy, James Wehantouw mengatakan temuan pesan itu bermula dari rasa penasaran keluarga terhadap Alkitab yang selama ini selalu dibawa oleh Virendy. Alkitab itu lalu dibuka oleh kakak Virendy.
"Kakaknya penasaran apa itu yang dibaca Virendy di Alkitab, terus kakaknya minta dibuka Alkitab yang dibawa ke lokasi," kata James saat berbincang dengan detikSulsel, Jumat (27/1/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ternyata itu ada dia beri garis bawah warna kuning baru dia lingkari," sambungnya.
Menurut James, Alkitab yang diberi tanda oleh Virendy seolah menggambarkan kekerasan yang dia alami selama proses Diksar. Sebab setiap ayat yang berkaitan tentang kekerasan diberi tanda menggunakan pulpen miliknya.
"Isinya itu kesannya menggambarkan apa yang dia alami, yang bilang dia disiksa ditindas itu ayat-ayat semua yang dia lingkari," ujar James.
James turut mengatakan anaknya memang sering menyendiri membaca Alkitab sambil memegang pulpen. Informasi tersebut diterima keluarga Virendy dari peserta Diksar lainnya yang menceritakan kebiasaan Virendy selama di lokasi.
"Teman ceweknya yang peserta bilang itu kita (peserta) kalau malam di kemah, kalau dia (Virendy) belum bisa tidur dia menyendiri baca Alkitab pegang-pegang pulpen," ucapnya.
Ada Juga Petunjuk Dugaan Kekerasan di HP Virendy
Pesan melalui ayat Alkitab yang digarisbawahi bukan satu-satunya pesan yang ditemukan keluarga. Petunjuk lainnya adalah bukti chat Virendy dengan rekan kampusnya.
James mengatakan kekerasan yang dialami oleh Virendy tidak diketahui kapan terjadinya. Namun Ia mengatakan curhatan anaknya terkait perlakuan senior yang kemudian diceritakan kepada teman kampusnya.
"Dia baku chat sama temannya di handphone-nya dia (Virendy) bilang untungnya dia pake kaca mata jadi tappe'-nya (tempeleng) senior tidak ke arah mata," kata James.
Kendati demikian, James mengaku tidak mengetahui secara pasti kapan dugaan kekerasan yang dialami oleh Virendy terjadi. Namun dia mengatakan curhatan anaknya terkait perlakuan senior yang kemudian diceritakan kepada teman kampusnya.
"Saya tidak sempat tanya itu apakah di lokasi Diksar atau sebelum yang jelasnya Itu banyak curhat-curhatannya anak saya," ujar James.
Selain itu, ayah Virendy juga mengatakan bahwa ternyata anaknya masuk Mapala atas perintah senior. Terkait biaya pendaftaran semua ditanggung oleh senior agar korban mau ikut Diksar Mapala Teknik 09 Unhas.
"Ada catatannya di HP-nya mengenai sebelum ikut Diksar apa kalau tidak masuk selalu ditahan di sekretariat, dia pun masuk Mapala itu seniornya yang bayarkan untuk biaya pendaftaran masuk Mapalanya," ucapnya.
Simak di halaman berikutnya: Mapala Teknik Unhas Pernah Bantah soal Kekerasan...
Mapala Teknik Unhas Sempat Bantah Kekerasan
Pihak Mapala Teknik Unhas sudah pernah membantah dugaan kekerasan di kasus Virendy Marjefy. Pihak Mapala juga mengaku terpukul atas kejadian ini.
"Yang pertama ini kegiatan pendidikan dasar ini kita bukan kali pertama kita lakukan ini sudah 27 kali sampai yang kemarin dan dari kami sangat terpukul dengan kondisi kemarin kondisinya itu bukan kita yang minta tidak diinginkan oleh siapapun," ujar Ketua Mapala Teknik Unhas Ibrahim kepada wartawan, Minggu (15/1) malam.
Ibrahim menjamin tidak terjadi kontak fisik saat proses diksar itu berlangsung di Maros, sejak hari Senin hingga hari Jumat. Mereka hanya melakukan pembinaan sebelum Diksar itu berlangsung dengan membekali persiapan materi maupun latihan.
"Kalau dari pihak panitia tidak ada sama sekali kekerasan kontak fisik yang ada kita hanya melatih fisiknya untuk bagaimana dia caranya bisa disiplin dan lain-lain. Ini sebelum perjalanan kan ada persiapan mulai dari jogging, bina materi, latihan simulasi renang dan lain-lain," jelas Ibrahim.