Eks Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ibnu Khajar menjalani sidang tuntutan kasus penggelapan dana donasi dari Boeing untuk keluarga atau ahli waris korban kecelakaan Pesawat Lion Air 610 hari ini. Sidang dijadwalkan berlangsung pukul 10.00 WIB di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Selasa, 27 Desember 2022, jam 10.00 WIB agenda tuntutan JPU," tulis SIPP, dilansir dari detikNews, Selasa (27/12/2022).
Dalam sidang yang yang digelar hari ini, terdakwa lainnya yaitu mantan Presiden ACT Ahyudin juga akan mengikuti sidang tuntutan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ibnu Khajar Didakwa Gelapkan Dana Rp 117 M
Dalam tuntutan, Ibnu Khajar didakwa melakukan penggelapan dana donasi sebesar Rp 117 M. Jaksa menuturkan penggelapan dana yang dilakukan mantan Presiden ACT itu terkait dana donasi yang diperuntukkan untuk keluarga atau ahli waris korban kecelakaan Lion Air 610.
Selanjutnya, jaksa menyebut dalam surat dakwaan bahwa Ibnu Khajar melakukan perbuatan itu bersama tersangka lainnya yang juga mantan Presiden ACT Ahyudin dan Hariyana Hermain (HH). HH sendiri merupakan salah satu pembina ACT dan memiliki jabatan tinggi lain di ACT, termasuk mengurusi keuangan. Tuntutan untuk tiap terdakwa itu dilakukan terpisah.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain. Barang tersebut ada dalam kekuasaannya karena ada hubungan kerja atau karena pencahariannya atau karena mendapat upah untuk itu. Perbuatan tersebut dilakukan Terdakwa Ibnu Khajar," kata jaksa saat membacakan dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (15/11).
Penggelapan dana yang dilakukan bermula saat terjadi insiden maskapai Lion Air dengan penerbangan 610, jenis pesawat Boeing 737 Max 8, jatuh setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, pada 29 Oktober 2018 lalu. Insiden tersebut menelan sebanyak 189 korban jiwa yang terdiri dari penumpang dan kru pesawat.
The Boeing Company atau Boeing menyediakan dana USD 25 juta melalui Boeing Financial Assistance Fund (BFAF) sebagai ganti rugi untuk membantu keluarga atau ahli waris yang ditinggalkan. Tidak hanya itu, Boeing juga memberikan dana sebesar USD 25 juta sebagai Boeing Community Investment Fund (BCIF) yang merupakan bantuan filantropis kepada komunitas lokal yang terdampak dari kecelakaan.
"Di mana dana tersebut tidak langsung diterima oleh para ahli waris korban, namun diterima oleh organisasi amal atau pihak ketiga yang ditunjuk oleh ahli waris korban," kata jaksa.
Seluruh ahli waris korban Lion Air 610 mendapat santunan dari Boeing sebesar USD 144.320 atau senilai Rp 2 miliar. Sementara itu pihak ACT lalu menghubungi keluarga korban dan mengatakan telah ditunjuk dari Boeing sebagai lembaga yang akan mengelola dana sosial/BCIF dari Boeing.
"Bahwa kemudian sebanyak 189 keluarga korban selaku ahli waris telah mendapatkan santunan dari perusahaan Boeing yaitu masing-masing ahli waris mendapatkan dana USD 144.320 (seratus empat puluh empat ribu tiga ratus dua puluh dolar Amerika) atau senilai Rp 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) (kurs Rp 14.000), di mana santunan tersebut diterima langsung oleh ahli waris sendiri," ujar jaksa.
"Pihak Yayasan ACT menghubungi keluarga korban dan mengatakan Yayasan ACT telah mendapatkan amanah (ditunjuk) dari Boeing untuk menjadi lembaga yang akan mengelola dana sosial/BCIF dari Boeing," imbuhnya.
Dalam penyaluran dana, ACT meminta pihak keluarga korban menyetujui dana sosial sebesar USD 144.500. Jaksa menyebut Ibnu Khajar bersama terdakwa lainnya telah menggunakan dana Boeing Community Investment Fund (BCIF) sebesar Rp 117,9 miliar di luar peruntukannya tanpa seizin ahli waris korban Lion Air 610.
"Bahwa Terdakwa Ibnu Khajar selaku Presiden Yayasan Aksi Cepat Tanggap dan juga menjabat selaku Senior Vice President Partnership Network Department GIP bersama-sama dengan Saksi Drs Ahyudin selaku Ketua Presiden Global Islamic Philanthropy dan saksi Hariyana binti Hermain selaku Senior Vice President Operational GIP dan juga selaku Direktur Keuangan Yayasan Aksi Cepat Tanggap telah menggunakan dana BCIF sebesar Rp 117.982.530.997 di luar dari peruntukannya, yaitu untuk kegiatan di luar implementasi Boeing adalah tanpa seizin dan sepengetahuan dari ahli waris korban kecelakaan Maskapai Lion Air pesawat Boeing 737 Max 8 maupun dari pihak perusahaan Boeing sendiri," ungkap jaksa.
Jaksa menambahkan, Ibnu Hajar menyetujui nilai rencana anggaran biaya pembangunan fasilitas pendidikan yang lebih kecil dari jumlah uang yang diserahkan oleh pihak Boeing kepada ACT.
"Padahal Terdakwa Ibnu Khajar mengetahui penggunaan dana BCIF tersebut harus sesuai dengan implementasi program Boeing dan pengeluaran biaya administrasi harus bernilai wajar dan biasa," katanya.
Akibat perbuatannya, Ibnu Khajar bersama terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 374 KUHP subsider Pasal 372 KUHP juncto Pasal 55 ayat1ke-1 KUHP.
(urw/asm)