Ahli filsafat moral Romo Franz Magnis Suseno SJ dihadirkan oleh kuasa hukum Bharada Richard Eliezer atau Bharada E sebagai salah satu saksi ahli meringankan dalam kasus pembunuhan Brigadir N Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Romo membahas soal dilema moral yang dialami Eliezer saat mendapatkan perintah dari Ferdy Sambo untuk menembak Yosua.
Dilansir dari detikNews, Selasa (27/12/2022), Pengacara Eliezer Ronny Talapessy mulanya bertanya kepada Romo Magnis soal tanggapan mengenai kliennya yang seorang anggota Polri dan memiliki kewajiban mengikuti perintah atasannya. Ronny bertanya bagaimana pandangan Romo melihat hal itu dari sudut pandang etika.
"Bharada E adalah seorang anggota Polri yang terikat oleh kewajiban untuk mengikuti perintah atasan. Termasuk saat diperintah untuk menembak orang. Bagaimana saudara ahli melihat tersebut dari sudut pandang etika?" tanya Ronny.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Romo kemudian menanggapi hal tersebut dari sudut pandang etika. Menurutnya, seseorang yang berada dalam situasi dilema moral sebenarnya tahu bahwa menembak orang sampai mati bukanlah hal kecil dan dia juga menyadari bahwa perilaku itu tidak dibenarkan.
Hanya saja, Eliezer juga disebut berada dalam posisi dilema lantaran harus taat pada atasan yang memberikan perintah.
"Dari sudut pandang etika, di situ kita bicarakan dengan sebuah dilema moral. Di satu pihak, harusnya dia tahu bahwa yang diperintahkan itu tidak boleh diperintahkan. Tentu di situ juga bisa dipertanyakan apakah misalnya dalam budaya yang sangat mementingkan perintah, batas wajib melaksanakan perintah dibicarakan. Saya tidak tahu sama sekali hal itu, jangan-jangan para katakan saja misalnya di kepolisian para polisi hanya dididik pokoknya kamu harus taat selalu," ujar Romo dalam persidangan di PN Jaksel, Senin (26/12/2022).
"Secara etis, dalam dilema itu bisa saja kejelasan penilaian yang bersangkutan itu yang jelas merasa amat susah karena berhadapan di satu pihak menembak sampai mati bukan hal kecil, setiap orang tahu, dia tahu juga. Di lain pihak yang memberi perintah itu orang yang juga dalam situasi tertentu malah berat memberi perintah untuk menembak mati," sambungnya.
Guru Besar Emeritus Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta ini pun meminta publik tidak langsung menyalahkan Eliezer. Sebab, jika dilihat dari sudut etika Eliezer berada dalam situasi bingung.
"Jadi di situ, dari sudut etika dalam situasi bingung, etika akan mengatakan kamu, menurut saya, jangan begitu saja mengutuk atau mempersalahkan dia objektif dia salah. Dia harus melawan, tapi apakah dia bisa mengerti? Dan dalam etika pengertian, kesadaran itu merupakan unsur kunci," kata Romo Magnis.
3 Poin Ringankan Eliezer
Selanjutnya, pengacara Eliezer kembali bertanya kepada Romo, apa saja poin-poin yang sekiranya dapat meringankan kliennya dalam kasus pembunuhan Yosua.
"Terkait dengan peristiwa penembakan terhadap Yosua oleh Eliezer dari sudut kajian filsafat moral apa saja unsur-unsur yang dapat meringankan Eliezer?" tanya Ronny.
Romo lalu membeberkan poin-poin tersebut berdasarkan kajian filsafat moral. Poin pertama yaitu Eliezer diperintahkan oleh Ferdy Sambo yang merupakan atasan Eliezer dengan pangkat yang jauh lebih tinggi.
Romo Magnis menilai tindakan itu dilakukan Eliezer semata-mata untuk menjalankan perintah. Tidak mungkin dia tidak melaksanakan perintah atasannya sedangkan pangkatnya paling rendah di polisi.
"Menurut saya, yang tentu paling meringankan adalah kedudukan yang memberikan perintah itu, kedudukan tinggi yang jelas memberi perintah yang di dalam sejauh, di dalam kepolisian tentu akan ditaati tidak mungkin katanya Eliezer 24 umurnya, jadi masih muda itu laksanakan itu, budaya laksanakan itu, adalah unsur yang paling kuat," kata Romo Magnis.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
"Yang kedua tentu keterbatasan situasi itu yang tegang yang amat sangat membingungkan saya kira semua itu, di mana dia saat itu harus menentukan laksanakan atau tidak, tidak ada waktu untuk melakukan pertimbangan matang, di mana kita umumnya kalau ada keputusan penting coba ambil waktu tidur dulu, dia harus langsung bereaksi. Menurut saya itu tentu dua faktor yang secara etis sangat meringankan," ujarnya.
Selain itu, Romo Magnis menambahkan poin terakhir, dia menganalogikan situasi dalam pertempuran militer ketika pangkat yang lebih tinggi memerintahkan menembak. Menurut Romo Magnis, ketika seorang atasan polisi memberi perintah 'tembak', hal itu tidak serta merta dapat disebut perintah tidak masuk akal.
"Tambahan satu poin, dalam kepolisian seperti di dalam situasi pertempuran militer di dalam kepolisian memang bisa ada situasi di mana atasan memberi perintah tembak itu di dalam segala profesi lain tidak ada itu. Jadi bahwa seorang atasan polisi memberi perintah tembak itu tidak total sama sekali tidak masuk akal, " kata Romo Magnis.
Eliezer Didakwa Lakukan Pembunuhan Berencana
Diketahui, Eliezer didakwa bersama-sama dengan Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir N Yosua Hutabarat. Eliezer disebut melaksanakan perintah Sambo untuk menembak Yosua dengan sadar dan tanpa ragu.
"Mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta melakukan perbuatan, dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain," ucap jaksa saat membacakan surat dakwaan dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Selasa (18/10).
Eliezer bersama terdakwa lainnya didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat1ke-1 KUHP.
Simak Video "Singgung Presiden dan Mafia, Romo Magnis: Saya Jelaskan Etika dalam Politik"
[Gambas:Video 20detik]
(urw/sar)