Kasus tambang ilegal yang diduga mendapat bekingan oknum pejabat Polri menuai perhatian setelah geger video pengakuan Ismail Bolong. Mantan anggota Polri berpangkat Aiptu itu mengaku sebagai pengepul batu bara ilegal dan pernah menyerahkan uang ke Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto.
Dilansir detikX, Ismail Bolong awalnya mengaku menjadi pengepul batu bara ilegal di wilayah Santan Ulu, Kecamatan Marang Kayu, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Hal itu dilakukan Ismail Bolong sejak Januari 2020 hingga November 2021.
Dia juga mengaku kegiatan ilegal ini sudah dikoordinasikan langsung dengan Komjen Agus Andrianto. Ismail bahkan mengatakan telah menyetor Rp 2 miliar per bulan kepada Komjen Agus selama periode September-November 2021.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Uang tersebut saya serahkan langsung kepada Komjen Pol Agus Andrianto di ruang kerja beliau," kata Ismail dalam video tersebut.
Lebih lanjut, tim detikX mengkonfirmasi dugaan adanya beking mafia tambang di Trunojoyo ini kepada dua pejabat Polri. Kedua sumber yang tidak mau disebutkan namanya itu membenarkan semua pernyataan Ismail Bolong.
"Itu dari pernyataan IB yang pertama itu 100 persen benar itu," kata sumber detikX, seorang perwira menengah Polri, saat dimintai konfirmasi terkait video tersebut pekan lalu.
Kasus mafia tambang yang diduga dibekingi perwira tinggi Polri ini berawal dari terbongkarnya jaringan tambang ilegal di Kalimantan Timur pada awal Januari lalu.
Tim Subdit IV Dittipidter dan Ditreskrimsus Polda Kaltim saat itu mengamankan total 12.300 ton metrik batu bara yang dicuri dari lahan izin usaha pertambangan milik PT Mahakam Sumber Jaya (MSJ) di Samarinda dan Kutai Kartanegara.
Nilai batu bara curian itu sekitar Rp 27 miliar. Dari situ, nama Ismail Bolong disebut oleh beberapa tersangka yang turut diperiksa.
Ismail Bolong diduga berperan sebagai beking sekaligus koordinator penambang ilegal di beberapa lahan tambang milik PT MSJ. Berdasarkan temuan awal, ada sedikitnya 10 pelaksana inspeksi tambang (PIT) tambang batu bara milik PT MSJ yang lahannya digarap oleh para penambang ilegal.
Tim penyidik yang kala itu mengembangkan kasus ini dengan mengunjungi beberapa lokasi tambang ilegal lainnya. Nama Ismail Bolong lagi-lagi disebut oleh beberapa penambang di lokasi tambang ilegal itu.
"Setelah itu, dikirim surat panggilan beberapa kali (ke Ismail Bolong), tapi nggak bisa. Nggak datang dia," kata sumber ini kepada reporter detikX.
Akibatnya, Ismail kembali dipanggil untuk menjalani pemeriksaan. Hanya saja Ismail Bolong lagi-lagi tidak datang.
Telepon Pati Polri Bikin Penyidik Mundur
Menurut sumber ini, pada akhirnya, tim penyidik melepaskan kasus yang melibatkan Ismail Bolong tersebut. Alasannya karena beberapa anggota saat itu sempat ditelepon oleh perwira tinggi (pati) Polri.
Pejabat tinggi ini diduga merupakan orang-orang dekat Ismail Bolong yang pernah dan masih menjabat posisi penting di Polda Sumatera Utara. Sumber ini mengistilahkan mereka sebagai 'Geng Sumut'.
"Jadi bukan mentok tembok lagi ini, sudah mentok gunung. Tidak bisa diproses. Daripada ribet, ya sudah, penyidik ngalah," jelas sumber tersebut.
Tim detikX telah berupaya mengkonfirmasi kebenaran dua salinan dokumen berupa surat ini kepada Kadiv Propam Polri Syahar Diantono, Karo Paminal Brigjen Anggoro Sukartono, dan Irwasum Polri Komjen Agung Budi Maryoto. Namun, sampai artikel ini diterbitkan, ketiganya belum menanggapi permohonan wawancara kami.
Baca juga: Geger Ismail Bolong di Trunojoyo |
Kami juga telah berupaya mengkonfirmasi dua salinan dokumen surat itu kepada Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo dan Kabag Penum Humas Polri Kombes Nurul Azizah. Nurul hanya menjawab singkat pesan kami dan mengatakan belum mendapatkan informasi terkait dokumen tersebut. Sedangkan Dedi menyebut saat ini Polri sedang berfokus pada pengamanan KTT G20 di Bali.
"Fokus ke pengamanan G20 dulu, oke?" tulis Dedi melalui pesan singkat pada Selasa, 8 November 2022.
Simak selengkapnya ulasan detikX di tautan ini
(hmw/ata)