Purnawirawan TNI Terdakwa Pelanggaran HAM Berat Paniai Dituntut 10 Tahun Bui

Sidang Pelanggaran HAM Berat Paniai

Purnawirawan TNI Terdakwa Pelanggaran HAM Berat Paniai Dituntut 10 Tahun Bui

Muhammad Irwan - detikSulsel
Senin, 14 Nov 2022 18:28 WIB
Sidang pelangagran HAM berat Paniai Papua di PN Makassar.
Foto: Xenos Zulyunico Ginting/detikSulsel
Makassar -

Mantan perwira penghubung Kodim 1705/Paniai Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu dituntut 10 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU). Jaksa menyatakan terdakwa terbukti bersalah melakukan pelanggaran HAM berat di Paniai.

"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan pada pengadilan hak asasi manusia pada pengadilan kelas IA Makassar yang memeriksa dan mengadili perkara ini memutuskan, menjatuhkan pidana terhadap Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu oleh karenanya dengan pidana penjara selama 10 tahun," ujar jaksa di PN Makassar, Senin (14/11/2022).

Jaksa meyakini terdakwa sah dan meyakinkan bersalah atas tindakan Pelanggaran HAM berat di Paniai pada Desember 2014 silam. Jaksa meminta terdakwa divonis seperti diatur UU tentang Pengadilan HAM.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Perlu divonis seperti diatur dalam UU Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM Pasal 42 Ayat (1) huruf a dan b Juncto Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf a, serta pasal 37," tegas jaksa.

Seperti diketahui, Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu menjadi terdakwa tunggal pada peristiwa Paniai berdarah. Dia merupakan mantan perwira penghubung Kodim 1705/Paniai yang dianggap bertanggung jawab atas tragedi tersebut.

ADVERTISEMENT

Dalam uraian dakwaan jaksa sebelumnya, terungkap kronologi pelanggaran HAM berat Paniai sebagai berikut:

1. Peristiwa Minggu, 7 Desember 2014

Pukul 17.30 WIT
Saksi berinisial MG, BK, YY, NG, OYE awalnya meminta sumbangan ke pengguna jalan roda dua dan empat di Jalan Enarotali-Madi kilometer 4, Pondok Natal Gunung Merah. Permintaan sumbangan tersebut dilakukan dalam rangka untuk mengikuti perlombaan pondok natal yang diselenggarakan oleh Pemkab Paniai.

Selanjutnya sepeda motor yang dikendarai anggota TNI dari arah Enarotali menuju Madi nyaris menabrak saksi BK. Akibatnya saksi BK dan sejumlah rekan-rekannya terlibat cekcok mulut dengan anggota TNI tersebut, namun selanjutnya anggota TNI tetap melanjutkan perjalanan menuju arah Madi.

Belakangan sejumlah anggota TNI menggunakan roda empat dengan membawa senjata api datang ke Pondok Natal Gunung Merah dan melakukan pemukulan terhadap saksi BK, YY, NG, OY. Sementara saksi MG bersembunyi karena mendengar suara tembakan.

Saksi MG kemudian menyampaikan kejadian tersebut kepada Saksi PG selaku Kepala Distrik Paniai Timur. PG kemudian membawa BK ke kantor Polres Paniai untuk memastikan siapa yang melakukan pemukulan tersebut.

2. Peristiwa Senin, 8 Desember 2014

Pukul 07.00 WIT
Insiden pemukulan itu membuat sekelompok orang melakukan blokade jalan di depan Pondok Natal Gunung Merah Jalan Lintas Madi-Enarotali Kilometer 4 sehingga tidak bisa dilalui masyarakat. Akibatnya jajaran Polres Paniai turun tangan ke lokasi untuk melakukan pengamanan dan membujuk massa membuka blokade jalan tersebut.

Pukul 09.00 WIT
Saksi Kabag Ops Polres Paniai Kompol Sukapdi, Kasat Sabhara Polres Paniai Saksi AKP Arkalius Tabelasirae, Kasat Bimas Polres Paniai AKP Lucter Randa Bunga dan Kapolsek Paniai Timur AKP Petrus Gawe Boro tiba di Pondok Natal Gunung Merah dan secara bersamaan tiba pasukan TNI Rider/Timsus 753/Batalyon 753/AVT Nabire sekitar 7-8 personel.

Di lokasi blokade jalan tersebut telah berkumpul massa sekitar 100 orang dengan membawa kapak, parang, panah, batu dan kayu yang kemudian melakukan penyerangan ke arah kendaraan petugas. Serangan itu membuat kaca mobil Kompol Sukapdi pecah.

Saksi Kompol Sukapdi akhirnya melaporkan kejadian itu ke Wakapolres Paniai Kompol Hanafiah melalui handy talky (HT). Kompol Sukapdi akhirnya mundur atas arahan Kompol Hanafiah, namun salah satu dari anggota TNI menolak mundur dari lokasi.

"Pak Polisi boleh mundur kami akan hadapi, karena kasus ini kami yang buat," ujar tim jaksa penuntut umum, mengulas ucapan anggota TNI dimaksud.

Simak di halaman berikutnya...

Tarian Perang Waita Berujung Kericuhan

Wakapolres Paniai Kompol Hanafiah saat itu langsung ikut turun tangan ke lokasi blokade jalan untuk membujuk massa agar bubar. Namun massa justru semakin tidak terkendali sambil melakukan tarian perang atau Waita.

Pada saat bersamaan salah satu anggota TNI berteriak kepada massa dengan cara melontarkan makian sehingga saksi Kompol Hanafiah dan Kompol Sukapdi menarik mundur personel kepolisian dari lokasi.

Namun dari arah bawah ujung jalan ke arah lapangan Karel Gobay terdengar rentetan tembakan sekitar 5 sampai dengan 6 kali sehingga massa mengejar ke sumber suara tembakan tersebut dan merusak 1 unit kendaraan roda empat yang digunakan saksi Lettu Prasenta Imanuel Bangun selaku Danki Yonif 753/AVT dan anggotanya.

Massa juga disebut berupaya merebut senjata Lettu Prasenta Imanuel Bangun sehingga anggota Satgas Yonif 753/AVT melakukan tembakan peringatan ke atas agar massa mundur.

Lebih lanjut dijelaskan jaksa penuntut umum bahwa saat itu saksi Kompol Hanafiah berjalan ke arah sumber tembakan dan bertemu dengan Lettu Prasenta Imanuel Bangun beserta anggotanya yang berjumlah sekitar 8-12 orang. Saat itu Kompol Hanafiah meminta anggota Yonif 753/AVT tidak melakukan tembakan.

Markas Koramil 1705-02/Enarotali Digeruduk Massa

Kondisi massa yang tak dapat dikendalikan membuat pihak kepolisian dan TNI meninggalkan lokasi dan kembali ke pos masing-masing. Namun massa ternyata terpecah menjadi 2 kelompok, yakni sebagian menuju lapangan Karel Gobay dan sebagian kembali ke Pondok Natal.

Kompol Hanafiah akhirnya menemui Yohanis Youw selaku Wakil Bupati Paniai di Pondok Natal untuk menenangkan massa. Sesampainya di lapangan Karel Gobay, massa justru bersama-sama melakukan tarian perang atau Waita saat melewati Mako Koramil 1705-02/Enarotali.

"Kemudian Terdakwa Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu memerintahkan anggota Koramil 1705-02/Enarotali untuk tutup pagar agar massa tidak masuk," kata jaksa.

Masih dalam dakwaan jaksa, terdakwa Isak Sattu disebut membiarkan para anggota Koramil 1705-02/Enarotali mengambil senjata api dan peluru tajam dari gudang senjata.

Sementara itu massa dari luar markas Koramil sudah memanjat pagar dan menolak turun saat diminta personel TNI. Massa disebut jaksa justru meminta untuk ditembak.

"Bahkan ada salah seorang dari massa melakukan perlawanan dengan mengatakan 'tembak sudah saya, karena itu senjata bukan milik kalian, tetapi milik negara'," kata tim JPU.

Perlawanan massa itu direspons dengan tembakan peringatan sambil berteriak ke terdakwa Mayor Inf. (Purn) Isak Sattu selaku Komandan Perwira Penghubung untuk meminta petunjuk.

"(Personel Koramil meminta petunjuk ke terdakwa) 'Komandan kami mohon petunjuk, kantor kita sudah diserang' dan pada saat itu anggota Koramil 1705-02/Enarotali melakukan penembakan ke arah massa dan juga melakukan pengejaran serta penikaman dengan menggunakan sangkur," kata Jaksa.

"Padahal Terdakwa Mayor Infanteri Purnawirawan Isak Sattu yang mempunyai kewenangan secara efektif bertindak sebagai komandan militer dalam hubungannya dengan bawahannya tidak melakukan tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kekuasaannya untuk mencegah atau menghentikan tindakan anggota yang melakukan penembakan dan kekerasan sehingga mengakibatkan 4 orang mati," sambung jaksa.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video PDIP Minta Kapolri Tanggung Jawab soal Ricuh Rekapitulasi Pilkada di Paniai"
[Gambas:Video 20detik]
(hmw/asm)

Hide Ads