Jaksa penuntut umum (JPU) menanggapi eksepsi pengacara terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J, Putri Candrawathi (PC) yang mengatakan surat dakwaan tidak cermat. Jaksa menegaskan, surat dakwaan keterlibatan putri di pembunuhan berencana Brigadir J tidak dapat dibatalkan demi hukum.
"Dapat disimpulkan bahwa tujuan utama surat dakwaan itu adalah untuk menetapkan secara konkret atau nyata tentang orang tertentu yang telah melakukan perbuatan tertentu, pada waktu dan tempat yang tertentu pula. Sehingga kalau sudah terpenuhi tujuan utama surat dakwaan, maka dakwaan tersebut tidak dapat dikatakan batal demi hukum," kata jaksa dalam sidang lanjutan dengan terdakwa Putri Candrawathi di PN Jakarta Selatan dikutip dari detikNews, Kamis (20/10/2022).
Jaksa menyebutkan hanya ada tiga jenis keberatan yang berdasarkan Pasal 156 ayat 1 KUHAP. Pertama, pengadilan tidak berwenang mengadili perkara. Kemudian, surat dakwaan tidak dapat diterima. Terakhir, surat dakwaan harus dibatalkan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jaksa lalu menjelaskan bahwa surat dakwaan hanya bisa dibatalkan jika dakwaan yang dibuat penuntut umum tidak memenuhi syarat materiel. Syarat materiel yang dimaksud, kata jaksa, sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat 2 dan 3 KUHAP, berikut bunyinya:
(2) Penuntut umum membuat surat dakwaan yang diberi tanggal dan ditandatangani serta berisi:
a. nama lengkap, tempat lahir, umur atau tanggal lahir, jenis kelamin, kebangsaan, tempat tinggal, agama dan pekerjaan tersangka;
b. uraian secara cermat, jelas dan lengkap mengenai tindak pidana yang didakwakan dengan menyebutkan waktu dan tempat tindak pidana itu dilakukan.
(3) Surat dakwaan yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf b batal demi hukum.
"Apabila surat dakwaan yang dibuat penuntut umum tidak memenuhi syarat materiel yang dimuat dalam Pasal 143 ayat 2 b KUHAP, adalah batal dengan hukum," kata jaksa.
"Sedangkan surat dakwaan yang tidak memenuhi syarat formil sebagaimana diatur dalam Pasal 143 ayat 2 a dapat dibatalkan karena mengakibatkan error in persona," lanjutnya.
Jaksa juga menyebutkan batas ruang lingkup eksepsi tersebut adalah eksepsi hanya dapat diajukan terhadap dakwaan atau kewenangan pengadilan, kompetensi mengadili. Menurut jaksa nota keberatan tidak boleh menyentuh materi pokok perkara yang akan diperiksa di sidang.
"Hanya boleh diajukan terhadap hal-hal yang bersifat prosesuil dan tidak boleh menyentuh materi pokok perkara yang akan diperiksa di sidang pengadilan yang bersangkutan. Dengan perkataan lain, eksepsi hanya ditujukan pada aspek formal yang berkaitan dengan penuntutan atau pemeriksaan perkara tersebut oleh pengadilan. Sedangkan aspek materiel perkara tersebut tidak berada dalam lingkup eksepsi," tutur jaksa.
Nota Keberatan Putri Chandrawathi
Sebelumnya istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi mengajukan nota keberatan atas dakwaan jaksa terkait kasus pembunuhan Brigadir Yosua. Kuasa hukum Putri tetap berpatokan pada pelecehan yang dilakukan oleh Yosua.
"Bahwa dengan pengesampingan fakta yang krusial oleh Jaksa Penuntut Umum dalam surat dakwaan tersebut dapat mengaburkan peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan Nopriansyah Yosua Hutabarat kepada terdakwa Putri Candrawathi yang terjadi di Magelang. Padahal peristiwa kekerasan seksual tersebut terkonfirmasi," ujar tim pengacara Putri Candrawathi dalam sidang di PN Jaksel, Senin (17/10).
Kuasa hukum Putri melalui nota keberatan tersebut juga memaparkan kronologi pelecehan versi kliennya itu. Pengacara Putri mengklaim tanda-tanda pelecehan sudah dilakukan Yosua saat di Magelang pada 4 Juli 2022.
Menurut kuasa hukum Putri, saat itu Yosua hendak membopong Putri yang sedang beristirahat di sofa sambil menonton TV. Namun Putri menolak perlakuan Yosua.
Selain itu, ada kejadian yang diklaim sebagai pelecehan seksual terhadap Putri pada 7 Juli 2022 di rumah Magelang, pukul 18.00 WIB. Kejadian itu diklaim saat Putri Candrawathi sedang tidur setelah mengantarkan anaknya ke sekolah.
Tim pengacara mengatakan saat Putri tidur di kamar di lantai 2 rumah, Putri mendengar pintu kaca kamar miliknya terbuka dan mendapati Nopriansyah Yosua Hutabarat telah berada di dalam kamar.
Dalam kasus ini, Putri diadili dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(hsr/nvl)