Klaim Pengacara soal KPK Tidak Berani Jemput Paksa Lukas Enembe di Papua

Papua

Klaim Pengacara soal KPK Tidak Berani Jemput Paksa Lukas Enembe di Papua

Tim detikcom - detikSulsel
Jumat, 14 Okt 2022 06:40 WIB
Profil Lukas Enembe, Kini Dicegah ke LN Usai Jadi Tersangka
Foto: Andhika Prasetia/detikcom
Papua -

Kuasa hukum Gubernur Papua Lukas Enembe, Aloysius Renwarin mengklaim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak akan berani menjemput paksa kliennya meski melibatkan TNI-Polisi. Aloysius menilai KPK sudah paham kondisi di Papua.

"Saya kira KPK sudah matang melihat kasus ini. Jadi saya beranggapan KPK pasti tidak akan melakukan eksekusi (jemput paksa) apalagi melibatkan militer atau polisi," ungkap Aloysius yang merupakan salah satu anggota tim pengacara Lukas Enembe kepada detikcom, Kamis (13/10/2022).

Apalagi menurut Aloysius kliennya saat ini masih sakit dan butuh perawatan. Dia menegaskan jika KPK menjemput Lukas Enembe dalam kondisi saat ini maka dapat menimbulkan hal-hal yang tak diinginkan terjadi di masyarakat.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dimana-mana memang kalau seseorang tidak memenuhi panggilan ketiga akan dilakukan eksekusi. Tapi perlu kita lihat keadaan gubernur dalam kondisi sakit. Kondisi Papua tidak bisa di sama dengan Sumatra, Jawa, Jakarta, maupun Key (Maluku). Tetapi Papua berbeda," tuturnya.

Aloysius juga mengungkapkan bahwa kliennya maupun tim kuasa hukum belum menerima surat panggilan ketiga dari KPK. Menurutnya berdasarkan undang-undang penegak hukum tidak bisa memeriksa orang yang sedang dalam kondisi sakit.

ADVERTISEMENT

"Nanti kalau KPK memberikan surat panggilan. Kita akan ambil langkah-langkah selanjutnya, tapi untuk saat ini belum ada, jadi kita saat ini fokus dengan kesehatan Gubernur," ujarnya.

Aloysius menegaskan Lukas Enembe siap diperiksa apabila kondisi kesehatannya sudah membaik. Hal itu telah disampaikan kliennya kepada tim kuasa hukum dan keluarganya.

"Kepada kami, gubernur pernah bercerita akan gentleman dan memberikan keterangan. Tapi memberikan keterangan itu dilaksanakan di kediaman, Koya, Muara Tami, Kota Jayapura," katanya.

"Gubernur akan siap diperiksa apabila kondisinya sudah sehat. Kalau sekarang janganlah kita paksakan, Gubernur itu sudah struk sudah 4 kali, itu berarti gangguan otak, saraf dan yang lainnya sedang terganggu," jelasnya.

2 Panggilan KPK Diabaikan Lukas Enembe

KPK sudah dua kali melayangkan surat panggilan kepada Lukas Enembe terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi. Namun, dua panggilan tersebut tidak dihadiri Lukas Enembe dengan alasan sakit.

Lukas Enembe pertama kali dipanggil dalam kasus dugaan kasus suap dan gratifikasi APBD Provinsi Papua pada tanggal 12 September 2022. Saat itu, Lukas Enembe masih sebagai saksi di tahap penyelidikan, namun dia mengirim penasihat hukumnya untuk menghadiri panggilan KPK di Mapolda Papua.

Kemudian pada Senin 26 September 2022 KPK menetapkan perkara Lukas Enembe ke tahap penyidikan. KPK melayangkan surat panggilan pertama sebagai tersangka kepada Lukas Enembe.

Panggilan pertama Lukas Enembe sebagai tersangka juga tidak dihadiri. Lukas kembali mengirimkan tim kuasa hukumnya untuk memberikan keterangan tidak hadir karena alasan kesehatan.

Baca selengkapnya di halaman berikutnya.

Pemuda Papua Desak Mendagri Nonaktifkan Lukas Enembe

Rakyat Papua Bersatu (RPB) mendesak Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian menonaktifkan Lukas Enembe sebagai Gubernur Papua. Kelompok pemuda Papua tersebut menilai perbuatan Lukas Enembe membuat masyarakat menderita.

"Mendagri segera nonaktifkan gubernur. Hal ini dilakukan guna proses pelayanan pemerintahan dan pelayanan publik dapat berjalan, mengingat Provinsi Papua pada saat ini tidak ada wakil gubernur," ujar Koordinator RPB, Michael M Sineri dalam konferensi pers yang digelar di Pendopo Kampung Sere, Sentani, Kabupaten Jayapura, Papua, Kamis (13/10).

Michael mengatakan masyarakat butuh kehadiran negara dan pemerintahan di tengah kasus yang menjerat Lukas Enembe saat ini. Dia mengingatkan agar kasus Lukas Enembe tidak membuat wibawa negara hilang di hadapan masyarakat.

"Apalagi permasalahan korupsi bagi masyarakat papua adalah kejahatan luar biasa, hampir sama dengan kejahatan terorisme, yang kejahatannya membuat masyarakat menderita," tegasnya.

Michael juga menyoroti lambatnya kerja KPK dalam menyelesaikan dugaan suap dan gratifikasi yang dilakukan Lukas Enembe. Dia menegaskan bahwa kasus korupsi tidak ada kaitannya dengan hukum adat.

"Kami berharap KPK bisa mempercepat proses pengadilan hukum terhadap Lukas. Yang namanya korupsi tidak menggunakan hukum adat, yang namanya korupsi sama dengan pencuri. Jadi harus diselesaikan dengan hukum positif yang ada di NKRI," ucapnya.

Halaman 2 dari 2
(hsr/ata)

Hide Ads