Polri telah menerima rekomendasi hasil penyelidikan kasus Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J dari Komnas HAM. Dari hasil penyelidikan tersebut ada sejumlah PR besar bagi Polri yang harus diselesaikan berdasarkan rekomendasi dari Komnas HAM.
Dilansir dari detikNews, Komisioner Komnas HAM, Beka Ulung Hapsara menyebut rekomendasi tersebut salah satunya terkait temuan extrajudicial killing atau pembunuhan di luar proses hukum di kasus Brigadir J. Pembunuhan itu disebut dilatarbelakangi oleh adanya dugaan kekerasan seksual.
"Terjadi peristiwa pembunuhan terhadap Brigadir J yang merupakan tindakan extrajudicial killing yang memiliki latar belakang adanya dugaan kekerasan seksual," kata Beka, di Komnas HAM, Jakarta Pusat, Kamis (1/9).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lebih lanjut, Beka menyebut extrajudicial killing terhadap Brigadir J terjadi dengan perencanaan di rumah Ferdy Sambo yang berada di Jl Saguling III. Menurut Beka, pembunuhan terhadap Brigadir J sulit dijelaskan secara detail lantaran banyaknya tindakan menghambat penyidikan yang dilakukan sejumlah pihak dalam kasus tersebut.
Selain extrajudicial killing, Komnas HAM juga menyampaikan beberapa poin yang menjadi kesimpulan Komnas HAM dari hasil penyelidikan yang dilakukan.
"Saya akan membacakan bagian terakhir dari rilis Komnas HAM, yaitu kesimpulan dan rekomendasi," kata Beka dalam konferensi pers di kantornya, Kamis (1/9).
Berikut ini kesimpulan yang dibacakan Beka Ulung.
Dari keseluruhan hasil penyelidikan atas peristiwa tersebut, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Telah terjadi peristiwa kematian Brigadir J pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Eks Kadiv Propam Irjen FS di Duren Tiga No 46, Jakarta Selatan.
2. Pembunuhan Brigadir J merupakan extrajudicial killing.
3. Berdasarkan hasil autopsi pertama dan kedua, ditemukan fakta bahwa tidak ada penyiksaan terhadap Brigadir J, melainkan luka tembak. Penyebab kematian adalah 2 luka tembak, yang satu di kepala dan yang satu di dada sebelah kanan.
4. Terdapat dugaan kuat terjadinya peristiwa kekerasan seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Saudari PC di Magelang tanggal 7 Juli 2022.
5. Terjadi obstruction of justice dalam penanganan dan pengungkapan peristiwa kematian Brigadir J.
Rekomendasi Komnas HAM
Berdasarkan kesimpulan dari temuan dan analisis fakta peristiwa terkait peristiwa pembunuhan Brigadir J, Komnas HAM RI menyampaikan rekomendasi kepada Kepolisian Republik Indonesia sebagai institusi negara yang memiliki kewenangan penegakan hukum di Indonesia sebagai berikut:
a. Meminta kepada Penyidik untuk menindaklanjuti temuan fakta peristiwa oleh Komnas HAM RI dalam proses penegakan hukum dan memastikan proses tersebut berjalan imparsial, bebas intervensi, transparan, serta akuntabel berbasis scientific investigation;
b. Menindaklanjuti pemeriksaan dugaan kekerasan seksual terhadap Sdri. PC di Magelang dengan memperhatikan prinsip-prinsip hak asasi manusia dan kondisi kerentanan-kerentanan khusus;
c. Memastikan penegakan hukumnya tidak hanya sebatas pelanggaran disiplin atau kode etik, tapi juga dugaan tindak pidana dan tidak hanya terhadap terduga pelakunya, tapi juga semua pihak yang terlibat, baik dalam kapasitas membantu maupun turut serta;
d. Meminta kepada Inspektorat Khusus untuk memeriksa dugaan pelanggaran etik setiap anggota kepolisian yang terlibat dan menjatuhkan sanksi kepada anggota kepolisian yang terbukti melakukan obstruction of justice dalam penanganan dan pengungkapan peristiwa kematian Brigadir J sesuai dengan Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
• Sanksi Pidana dan Pemecatan kepada semua anggota kepolisian yang terbukti bertanggung jawab, memerintahkan berdasarkan kewenangannya membuat skenario, mengkonsolidasikan personel kepolisian dan merusak serta menghilangkan barang bukti terkait peristiwa kematian Brigadir J.
• Sanksi Etik Berat/Kelembagaan kepada semua anggota kepolisian yang terbukti berkontribusi dan mengetahui terjadinya obstruction of justice terkait peristiwa kematian Brigadir J.
• Sanksi Etik Ringan/Kepribadian kepada semua anggota kepolisian yang menjalankan perintah atasan tanpa mengetahui adanya substansi peristiwa dan/atau obstruction of justice.
e. Menguatkan kelembagaan UPPA menjadi direktorat agar dapat menjadi lebih independen dan profesional dalam penanganan pelaporan kasus kekerasan terhadap perempuan, termasuk kekerasan seksual.
f. Mengadopsi praktik baik dalam penanganan pelaporan kasus dugaan kekerasan seksual terhadap Sdri. PC pada kasus lain perempuan berhadapan dengan hukum.
g. Meminta kepada Kapolri sebagai pemegang kekuasaan tertinggi Kepolisian Negara Republik Indonesia melakukan evaluasi menyeluruh terhadap mekanisme penanganan perkara hukum yang melibatkan pejabat utama kepolisian serta membangun standar pelibatan Lembaga pengawas eksternal kepolisian.
h. Melakukan upaya pembinaan terhadap seluruh anggota kepolisian negara Republik Indonesia agar dalam menjalankan kewenangannya untuk tetap patuh pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku serta memegang teguh prinsip-prinsip profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, serta memenuhi asas keadilan dan sesuai dengan standar hak asasi manusia sebagai upaya penjaminan peristiwa yang sama tidak berulang.
(urw/asm)