Ini Dasar Hukum yang Bikin Pengacara Yosua Tak Diizinkan Ikut Rekonstruksi

Berita Nasional

Ini Dasar Hukum yang Bikin Pengacara Yosua Tak Diizinkan Ikut Rekonstruksi

Tim detikNews - detikSulsel
Rabu, 31 Agu 2022 10:12 WIB
Mabes Polri telah selesai merekonstruksi kasus pembunuhan Brigadir Yosua atau Brigadir J. Rekonstruksi 78 adegan selesai dalam 7,5 jam.
Rekonstruksi pembunuhan Brigadir J (Foto: Rifkianto Nugroho)
Jakarta -

Pengacara Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J sempat memprotes karena tidak diizinkan mengikuti proses rekonstruksi pembunuhan terhadap kliennya. Hal tersebut merupakan kewenangan penyidik dan telah sesuai dengan dasar hukum yang berlaku.

Dilanisr dari detikNews pada Rabu (31/08/2022), ada sejumlah dasar hukum yang mengatur tentang pelaksanaan rekonstruksi, yaitu Undang-Undang No 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara Pidana atau KUHAP, serta Peraturan Kapolri (Perkap) No 14 Tahun 2012 Tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Pelaksanaan rekonstruksi juga diatur dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol.Skep/1205/IX/2000 tentang Revisi Himpunan Juklak dan Juknis Proses Penyidikan Tindak Pidana.

Sementara itu, dalam KUHP sebenarnya tidak secara spesifik diatur mengenai pelaksanaan rekonstruksi yang juga berfungsi sebagai alat bukti tambahan. Namun, Pasal 5 ayat 1 huruf b dan Pasal 7 ayat 1 huruf j dijelaskan bahwa penyidik bisa melakukan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Tindakan lain yang dimaksud dalam aturan tersebut adalah tindakan untuk kepentingan penyelidikan. Tindakan ini juga harus memenuhi sejumlah syarat yang telah diatur dalam KUHP, sebagaimana dijeaskan di berikut ini:

Penjelasan Pasal 5 KUHAP

Yang dimaksud dengan "tindakan lain" adalah tindakan dari penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat :
a) tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b) selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan dilakukannya tindakan jabatan;
c) tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk dalam lingkungan jabatannya;
d) atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan memaksa;
e) menghormati hak asasi manusia

ADVERTISEMENT

Sementara itu, ketentuan mengenai rekonstruksi juga diatur dalam Perkap No 14 Tahun 2012, Pasal 68 yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 68

(1) Untuk kepentingan pembuktian, Penyidik/Penyidik Pembantu dapat melakukan rekonstruksi dan membuat dokumentasi.
(2) Penyidik/penyidik pembantu wajib membuat berita acara rekonstruksi

Ketentuan mengenai rekonstruksi juga diatur dalam Surat Keputusan Kapolri No. Pol.Skep/1205/IX/2000. Hal itu dijelaskan dalam Bab III tentang Pelaksanaan, angka 8.3.d Bujuklak Penyidikan Tindak Pidana. Berikut bunyinya:

Metode pemeriksaan dapat menggunakan teknik:

(1) interview
(2) interogasi
(3) konfrontasi
(4) rekonstruksi

Dalam hal ini, pemeriksaan yang dimaksud adalah kegiatan untuk medapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka dan atau saksi dan atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi. Hal tersebut diatur dalam Bab III angka 8.3.a Bujuklak Penyidikan Tindak Pidana. Berikut bunyi lengkapnya:

Pemeriksaan merupakan kegiatan untuk mendapatkan keterangan, kejelasan dan keidentikan tersangka dan atau saksi dan atau barang bukti maupun tentang unsur-unsur tindak pidana yang telah terjadi, sehingga kedudukan atau peranan seseorang maupun barang bukti di dalam tindak pidana tersebut menjadi jelas dan dituangkan di dalam Berita Acara Pemeriksaan.

Pelaksanaan rekonstruksi itu juga dijelaskan dalam aturan yang lebih spesifik dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Pemeriksaan Saksi/Ahli/Tersangka Bareskrim Polri. Disebutkan bahwa penyidik bisa melakukan hal-hal yang diperlukan jika tersangka mungkir dari pemeriksaan, berikut aturannya:

D. Pemeriksaan Tersangka

1. d. Dalam hal tersangka mungkir:
1. Perlihatkan fakta-fakta/bukti-bukti yang ada.
2. Tunjukkan kontradiksi dari setiap ketidakbenaran keterangan tersebut.
3. Adakan konfrontasi dan atau rekonstruksi

E. Konfrontasi dan Rekonstruksi

2. Demikian pula halnya untuk perkara tertentu, apabila dipandang perlu dalam pembuktiannya dapat dilakukan rekonstruksi

3. Pelaksanaan Konfrontasi dan Rekonstruksi

b. Rekonstruksi

- Maksud diadakannya rekonstruksi ialah untuk memberikan gambaran tentang terjadinya suatu tindak pidana dengan jalan memperagakan kembali cara tersangka melakukan tindak pidana dengan tujuan untuk lebih meyakinkan kepada pemeriksa tentang kebenaran tersangka atau saksi.
- Rekonstruksi dapat dilakukan ditempat kejadian perkara (TKP).
- Setiap peragaan perlu diambil foto-fotonya dan jalannya peragaan dituangkan dalam Berita Acara.
- Hasil rekonstruksi agar dianalisa terutama pada bagian-bagian yang sama dan berbeda dengan isi Berita Acara Pemeriksaan.

Selanjutnya, siapa saja yang harus hadir dalam rekonstruksi...

Siapa Saja yang Harus Hadir dalam Rekonstruksi?

Pada prinsipnya, rekonstruksi dilakukan untuk menguji kebenaran keterangan tersangka maupun saksi. Oleh karenanya, penyidik harus menghadirkan tersangka pelaku tindak pidana serta saksi dalam rekonstruksi yang dilakukan.

Meskipun begitu, tersangka berhak menolak untuk mengikuti rekonstruksi. Disebutkan dalam Pasal 66 KUHP, tersangka tidak dibebani kewajiban pembuktian, melainkan dibebankan kepada penuntut umum. Berikut aturannya:

Penuntut umumlah yang dibebani kewajiban membuktikan kesalahan terdakwa. Atau penyidiklah yang berkewajiban bertugas mengumpulkan bukti-bukti yang diperlukan membuktikan kesalahan tersangka.

Hal serupa juga disebutkan dalam Bab III angka 8.3.e.6 Bujuklak Penyidikan Tindak Pidana. Disebutkan bahwa penyidik dilarang memaksa tersangka dalam proses pemeriksaan. Berikut bunyi aturannya:

Pada waktu dilakukan pemeriksaan, dilarang menggunakan kekerasan atau penekanan dalam bentuk apapun dalam pemeriksaan.

Sementara itu, dalam Pasal 54 KUHP, disebutkan bahwa tersangka yang hadir dalam rekonstruksi wajib didampingi pengacaranya. Hal itu merujuk pada Pasal 54 KUHP. Berikut bunyinya:

Guna kepentingan pembelaan, tersangka atau terdakwa berhak mendapat bantuan hukum dari seorang atau lebih penasihat hukum selama dalam waktu dan pada setiap tingkat pemeriksaan, menurut tata cara yang ditentukan dalam undang-undang ini.

Selain menghadirkan pengacara tersangka, penyidik juga bisa mengundang Jaksa penuntut umum (JPU) untuk menghadiri pelaksanaan rekonstruksi. Hal itu dilakukan agar JPU bisa melihat dan menentukan apakah memang benar tersangka yang telah melakukan suatu tindak pidana dan bagaimana penuntutannya.

Sementara itu, untuk kuasa hukum korban, penyidik tidak mempunyai kewajiban untuk menghadirkannya dalam proses rekonstruksi. Dalam SOP pemeriksaan Bareskrim Polri juga dijelaskan bahwa pemeriksaan tersangka atau saksi pada prinsipnya tidak boleh dihadiri oleh orang yang tidak berkepentingan dengan pemeriksaan.

Berikut bunyi aturannya:

10. Dalam hal tersangka atau saksi pada prinsipnya tidak boleh dihadiri oleh orang yang tidak berkepentingan dengan pemeriksaan.
11. Pemeriksaan tersangka atau saksi pada prinsipnya tidak boleh dihadiri oleh orang yang tidak berkepentingan dengan pemeriksaan

Selanjutnya protes pengacara Yosua tak diundang rekonstruksi dan penjelasan dari Polri...

Pengacara Brigadir Yosua Protes Tak Diundang Rekonstruksi

Sebelumnya, pengacara Brigadir J, Jhonson Panjaitan memprotes karena tidak diizinkan ikut menyaksikan jalannya rekonstruksi pembunuhan terhadap kliennya. Ia menilai keterbukaan dalam proses rekonstruksi tidak berpihak kepada korban.

"Kan kalau kita mau bicara perspektif keadilan kan biasanya keadilan korban ya kan. Terus kami ini kan pengacara korban, masa dikayak begini. Kok seolah-olah transparansi itu hanya milik Komnas HAM, LPSK, Brimob, Mabes Polri, Polda, korban nggak," ujar Jhonson di Jalan Saguling III, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Selasa (30/8).

Protes yang sama juga datang dari pengacara Brigadir J lainnya, Kamaruddin Simanjuntak. Dia menyebut pihaknya akan melapor ke Jokowi, termasuk ke Komisi III DPR RI terkait hal tersebut.

"Secara lisan kami akan laporkan ke presiden dan kita akan melaporkan juga ke DPR komisi III," kata Kamaruddin.

Penjelasan Polri

Menanggapi hal tersebut, Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo mengatakan pengacara keluarga Yosua memang tidak diundang untuk rekonstruksi. Dia menyebut hal itu lantaran rekonstruksi diawasi oleh pengawas eksternal seperti Komnas HAM, jaksa penuntut umum (JPU), Kompolnas, serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

"(Pengacara Brigadir J) tidak diundang, jadi yang sudah disampaikan Pak Dirtipidum sudah sangat jelas. Yang rekonstruksi ini untuk membuat terang benderang suatu peristiwa pidana, oleh karenanya yang diundang, yang dihadirkan siapa? Adalah lima tersangka dan para saksi yang terlibat langsung dalam suatu peristiwa," katanya.

Sementara itu, Dirtipidum Bareskrim Polri Brigjen Andi Rian Djajadi mengatakan rekonstruksi digelar untuk kepentingan penyidikan. Dia menyebut ada pengawas eksternal, yakni Komnas HAM, LPSK, dan Kompolnas, yang mengawasi rekonstruksi.

"Yang wajib hadir dalam proses reka ulang atau rekonstruksi adalah penyidik, JPU, para tersangka, dan saksi beserta kuasa hukumnya," kata Andi Rian.

Halaman 2 dari 3


Simak Video "Video: Kasus yang Membuat Megawati Menangis"
[Gambas:Video 20detik]
(urw/nvl)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Hide Ads