Cerita Mahfud soal Kelompok Sambo Layaknya Kerajaan yang Berkuasa di Polri

Berita Nasional

Cerita Mahfud soal Kelompok Sambo Layaknya Kerajaan yang Berkuasa di Polri

Tim detikNews - detikSulsel
Jumat, 19 Agu 2022 06:15 WIB
Mahfud Md
Foto: Mahfud Md (dok. Istimewa)
Jakarta -

Menko Polhukam Mahfud Md menceritakan kelompok Irjen Ferdy Sambo seperti menjadi kerajaan sendiri di Polri. Kelompok ini seperti sub-Mabes yang sangat berkuasa sehingga disebutnya menghambat proses penyelidikan kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J.

"Yang jelas, ada hambatan-hambatan di dalam secara struktural ya, karena ini tidak bisa dimungkiri ini ada kelompok Sambo sendiri ini yang seperti menjadi kerajaan Polri sendiri di dalamnya. Seperti sub-Mabes-lah, ini yang sangat berkuasa," ungkap Mahfud dalam tayangan podcast bersama Akbar Faizal yang disiarkan di YouTube seperti dilansir dari detikNews yang sudah mendapat izin mengutip pernyataan Mahfud tersebut, Kamis (18/8/2022).

"Dan ini yang menghalang-halangi sebenarnya. Kelompok ini yang jumlahnya 31 orang itu yang sekarang sudah ditahan," tambahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahfud mengaku sudah menyampaikan kepada Polri untuk menuntaskan masalah ini. Mahfud menjelaskan untuk kasus terkait Sambo, ada tiga pembagian klaster yang turut membantu dalam pembunuhan Brigadir J. Mereka berperan mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga rekayasa kasus.

""Saya sudah sampaikan ke Polri, ini harus diselesaikan, masih ada tersangka. Ini ada tiga klaster yang kasus Sambo. Satu, pelaku yang merencanakan dan mengeksekusi langsung. Nah, yang ini tadi yang kena pasal pembunuhan berencana karena dia ikut melakukan, ikut merencanakan dan ikut memberi pengamanan di situ," tuturnya.

ADVERTISEMENT

Untuk klaster kedua, Mahfud menyebut mereka yang ikut menghilangkan barang bukti kasus ini. Klaster itu menurut Mahfud merupakan bagian dari obstruction of justice.

"Kedua, obstruction of justice. Ini tidak ikut dalam eksekusi tapi karena merasa Sambo, ini bekerja... bagian obstruction of justice ini membuang barang anu membuat rilis palsu dan macam-macam. Nah, ini tidak ikut melakukan," bebernya.

"Nah, menurut saya, kelompok satu dan dua ini tidak bisa kalau tidak dipidana. Kalau yang ini tadi melakukan dan merencanakan. Kalau yang obstruction of justice itu mereka yang menghalang-halangi itu, memberikan keterangan palsu. Membuang barang, mengganti kunci, mengganti barang bukti, memanipulasi hasil autopsi, nah itu bagian yang obstruction of justice," imbuhnya.

Simak selanjutnya soal klaster ketiga..


Kemudian klaster terakhir atau ketiga ini diklasifikasikan untuk mereka yang hanya ikut-ikutan karena sedang berjaga dan bertugas saat kejadian berlangsung. Sehingga mereka ikut serta lantaran harus menjalankan tugas sesuai perintah.

"Kemudian ada kelompok ketiga yang sebenarnya ikut-ikutan ini, kasihan, karena jaga di situ kan, terus di situ ada laporan harus diteruskan, dia teruskan. Padahal laporannya nggak bener. Prosedur jalan, jalan, disuruh buat ini ngetik, ngetik. Itu bagian yang pelanggaran etik," tuturnya.

Sehingga menurut Mahfud hanya klaster satu dan dua yang layak diproses pidana. Sementara untuk klaster ketiga disebutnya cukup dengan sanksi etik.

"Saya pikir yang harus dihukum tuh dua kelompok pertama, yang kecil-kecil ini hanya ngetik hanya ngantarkan surat, menjelaskan bahwa bapak tidak ada, memang tidak ada misalnya begitu. Menurut saya ini nggak usah hukuman pidana, cukup disiplin," lanjutnya.

Respons Polri soal Kerajaan Sambo

Kadiv Humas Polri Irjen Dedi Prasetyo merespons pernyataan Mahfud Md yang menyebut Irjen Ferdy Sambo layaknya punya kerajaan di Polri. Dedi menyebut tim khusus (timsus) saat ini fokus pembuktian penerapan pasal 340 atau pembunuhan berencana terhadap Irjen Ferdy Sambo.

"Timsus saat ini fokus untuk pembuktian pasal yang sudah diterapkan adalah 340 subsider 338 juncto 55 dan 56, fokus di situ. Pembuktian secara materiil baik secara formil," ungkap Dedi saat menjawab pertanyaan wartawan 'Mahfud bicara soal kerajaan Sambo di tubuh Polri, apa itu benar?'di PTIK, Jakarta Selatan dilansir dari detikNews, Kamis (18/8).

Mengenai update kasus pembunuhan Brigadir J, pihaknya mengungkapkan perkembangannya akan disampaikan besok. Dedi juga menegaskan kasus tewasnya Brigadir J ini akan dibuka secara transparan saat proses persidangan berjalan.

"Karena itu yang justru akan kita sampaikan ke JPU dan diuji dalam proses persidangan yang terbuka, yang transparan," jelas Dedi.

"Ya oke, itu dulu, besok kita akan sampaikan secara komprehensif," imbuhnya.

Halaman 2 dari 2
(tau/asm)

Hide Ads