Mahfud Md Ungkap Kelompok Ferdy Sambo Layaknya Kerajaan di Polri

Berita Nasional

Mahfud Md Ungkap Kelompok Ferdy Sambo Layaknya Kerajaan di Polri

Tim detikNews - detikSulsel
Kamis, 18 Agu 2022 15:10 WIB
Jakarta -

Menko Polhukam Mahfud Md mengungkapkan sejumlah hambatan dalam penanganan kasus tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Salah satunya karena kelompok Irjen Ferdy Sambo disebutnya seperti menjadi kerajaan sendiri di Polri.

"Yang jelas, ada hambatan-hambatan di dalam secara struktural ya, karena ini tidak bisa dimungkiri ini ada kelompok Sambo sendiri ini yang seperti menjadi kerajaan Polri sendiri di dalamnya," kata Mahfud dalam tayangan podcast bersama Akbar Faizal yang disiarkan di YouTube, seperti dilihat Kamis (18/8/2022). detikcom sudah mendapatkan izin untuk mengutip pernyataan Mahfud.

"Seperti sub-Mabes-lah ini yang sangat berkuasa dan ini yang menghalang-halangi sebenarnya. Kelompok ini yang jumlahnya 31 orang itu yang sekarang sudah ditahan," tambahnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mahfud menuturkan, ada tiga klaster yang turut membantu pembunuhan Brigadir J mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga rekayasa kasus. Klaster pertama ini kelompok yang membantu mengeksekusi secara langsung korban di lokasi kejadian.

"Saya sudah sampaikan ke Polri, ini harus diselesaikan, masih ada tersangka. Ini ada tiga klaster yang kasus Sambo. Satu, pelaku yang merencanakan dan mengeksekusi langsung. Nah, yang ini tadi yang kena pasal pembunuhan berencana karena dia ikut melakukan, ikut merencanakan dan ikut memberi pengamanan di situ," bebernya.

ADVERTISEMENT

Selanjutnya klaster kedua ini kata Mahfud merupakan kelompok mereka yang membantu menghilangkan barang bukti di kasus Brigadir J termasuk memanipulasi dengan membuat rilis. Menurut Mahfud, klaster ini merupakan bagian dari obstruction of justice.

"Kedua, obstruction of justice. Ini tidak ikut dalam eksekusi tapi karena merasa Sambo, ini bekerja... bagian obstruction of justice ini membuang barang anu membuat rilis palsu dan macam-macam. Nah, ini tidak ikut melakukan," jelasnya.

"Nah, menurut saya, kelompok satu dan dua ini tidak bisa kalau tidak dipidana. Kalau yang ini tadi melakukan dan merencanakan. Kalau yang obstruction of justice itu mereka yang menghalang-halangi itu, memberikan keterangan palsu. Membuang barang, mengganti kunci, mengganti barang bukti, memanipulasi hasil autopsi, nah itu bagian yang obstruction of justice," sambungnya.

Mahfud menambahkan untuk klaster ketiga ini dimasukkan kedalamnya mereka yang sekadar ikut-ikutan lantaran saat itu sedang berjaga dan bertugas. Sehingga klaster ketiga ini hanya menjalankan perintah dari atasan.

"Kemudian ada kelompok ketiga yang sebenarnya ikut-ikutan ini, kasihan, karena jaga di situ kan, terus di situ ada laporan harus diteruskan, dia teruskan. Padahal laporannya nggak bener. Prosedur jalan, jalan, disuruh buat ini ngetik, ngetik. Itu bagian yang pelanggaran etik," tuturnya.

Untuk klaster satu dan dua, Mahfud menegaskan kelompok ini layak untuk diproses pidana. Berbeda dengan yang masuk di klaster ketiga, Mahfud menyebut cukup diberikan sanksi etik.

"Saya pikir yang harus dihukum tuh dua kelompok pertama, yang kecil-kecil ini hanya ngetik hanya ngantarkan surat, menjelaskan bahwa bapak tidak ada, memang tidak ada misalnya begitu. Menurut saya ini nggak usah hukuman pidana, cukup disiplin," katanya.

(tau/nvl)

Hide Ads