Bharada Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E disebut diperintah atasannya Irjen Ferdy Sambo untuk membunuh Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J. Bharada E sebenarnya bisa menolak karena ada aturannya namun pangkatnya menjadi ganjalan.
"Aturan-aturan tersebut ada (yang mengizinkan bawahan menolak perintah atasan)," ungkap Komisioner Kompolnas Poengky Indarti seperi dilansir dari detikNews, Rabu (10/8/2022).
Namun kata Poengky, itu sulit dilakukan. Ini lantaran dalam kasus Bharada E dan Irjen Ferdy Sambo ada perbedaan pangkat yang sangat jauh.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tetapi memang dalam praktiknya, dapat dipahami jika seseorang dengan pangkat paling rendah di Kepolisian, bagaikan bumi dan langit dengan atasannya yang seorang jenderal, pasti sulit melawan," tuturnya.
Kendati demikian ada langkah yang bisa ditempuh Bharada E terkait posisinya tersebut. Salah satunya dengan menjadi justice collaborator.
"Jika E bersedia menjadi justice collaborator karena yang bersangkutan saksi kunci, maka yang bersangkutan perlu dilindungi dan dijamin keselamatannya agar dapat bersaksi yang sebenar-benarnya di pengadilan untuk mengungkap kasus ini," jelas Poengky.
Jika merujuk ke urutan kepangkatan Polri, Bharada E dan Irjen Ferdy Sambo memang bagaikan bumi dan langit. Pangkat Bharada (Bhayangkara Dua) merupakan pangkat terendah di golongan terendah Tamtama. Sehingga pangkat Richard Eliezer merupakan pangkat terendah atau paling bawah di kepolisian. Sementara Ferdy Sambo berada di golongan tertinggi atau perwira di level perwira tinggi dengan pangkat Irjen atau jenderal bintang dua.
Poengky lantas memaparkan aturan anggota Polri tak selamanya harus melakukan tindakan yang diperintah atasan. Salah satunya ada di pasal 18 UU nomor 2 tahun 2002 tentang Polri. Berikut isinya:
Pasal 18
(1) Untuk kepentingan umum pejabat kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana ayat (1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta kode etik profesi kepolisian Negara Republik Indonesia.
Aturan lebih tegas soal bawahan boleh menolak perintah atasan terdapat di Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Perpol) nomor 7 tahun 2022 tentang Kode Etik dan Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia yang diunduh dari situs peraturan.go.id Kemenkumham. Aturan bawahan bisa menolak perintah atasan tertera di dalam pasal 6 ayat (2). Berikut isinya:
Pasal 6
(2) Setiap Pejabat Polri yang berkedudukan sebagai Bawahan wajib:
a. melaksanakan perintah Atasan terkait dengan pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangannya dan melaporkan kepada Atasan.
b. menolak perintah Atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan; dan
c. melaporkan kepada Atasan pemberi perintah atas penolakan perintah yang dilakukannya untuk mendapatkan perlindungan hukum dari Atasan pemberi perintah.
Simak selanjutnya larangan atasan beri perintah melanggar hukum...
Perpol itu juga berisi larangan bagi atasan untuk memberi perintah yang melanggar hukum. Berikut aturannya:
Pasal 11:
(1) Setiap Pejabat Polri yang berkedudukan sebagai Atasan dilarang:
a. memberi perintah yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan;
b. menggunakan kewenangannya secara tidak bertanggung jawab; dan
c. menghalangi dan/atau menghambat proses penegakan hukum terhadap bawahannya yang dilaksanakan oleh fungsi penegakan hukum.
Kapolri Ungkap Irjen Sambo Perintah Bharada E Tembak Brigadir J
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengungkap Irjen Ferdy Sambo memberikan perintah kepada Bharada E untuk menembak Brigadir J. Ini disampaikannya usai mengumumkan Irjen Ferdy Sambo sebagai tersangka dalam konferensi pers, Selasa (9/8).
"Tim khusus menemukan bahwa peristiwa yang terjadi adalah peristiwa penembakan terhadap Saudara J yang menyebabkan Saudara J meninggal dunia yang dilakukan oleh Saudara RE atas perintah Saudara FS," kata Sigit.
Usai menembak Brigadir J, Irjen Ferdy Sambo lantas mengambil pistol Brigadir J. Menggunakan pistol Brigadir J, Sambo diduga menembak dinding ruangan tempat kejadian perkara (TKP) supaya terkesan Brigadir J melepaskan tembakan. Ada upaya rekayasa agar terkesan terjadi tembak-menembak.
"Saudara FS melakukan penembakan dengan senjata milik Saudara J ke dinding berkali-kali untuk membuat kesan seolah telah terjadi tembak-menembak," tukas Sigit.