Sertifikat tanah warga berinisial ID di Balikpapan, Kalimantan Timur (Kaltim) dicabut atau dibatalkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) gegera kalah dengan salinan fotocopy. BPN Kaltim lantas digugat balik oleh ID.
"Hanya berupa fotocopy bukan salinan aslinya. Masa kami yang memiliki sertifikat sah malah dicabut. Kami sudah melayangkan gugatan pada 27 April 2022 lalu, dan surat keberatan, tapi hingga kini tidak direspons pihak BPN Kaltim," ujar kuasa hukum ID, Asri Purwanti kepada detikcom, Kamis, (14/6/2022).
Asri mengungkapkan, surat keputusan (SK) pencabutan sertifikat tanah itu dikelurkan BPN Kaltim dengan No 63/SK-64.MP.02.03/III/2022 tanggal 14 Maret 2022. Hal itu kemudian dianggap janggal karena pihaknya sudah memiliki sertifikat tanah yang sah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sertifikat tanah ini milik klien saya yang dititipkan ke PT May Bank. Tapi tiba-tiba sertifikat itu dicabut atau dibatalkan tanpa sepengetahuan kami padahal kami dengan pihak AB sudah membuat surat perjanjian damai, malah kami tahunya dari pihak Bank, jelas kami sangat dirugikan," kata Asri.
Tanah milik ID sendiri berada di pusat Kota Balikpapan dengan luasan lebih dari 3.000 meter persegi. Atas kejadian ini pihaknya menilai ada oknum yang menjadi mafia tanah yang sengaja agar surat keputusan tersebut lolos.
"Kalau tidak ada tanggapan atas keberatan kita, kami akan ke Jakarta melapor adanya mafia tanah ke Presiden dan Menteri. Jadi yang kami harap Kanwil BPN Kaltim ini bersikap tegas. Semua pihak harus dipanggil, jangan main batal-batal gini," terangnya.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala BPN Kaltim, Asnaedi menjelaskan SK yang dikeluarkan tersebut sudah berdasarkan putusan pengadilan dan Mahkama Agung (MA). Sehingga keputusannya sudah dianggap inkrah.
"Surat keputusan itu bukan sepihak, tapiberdasarkan keputusan pengadilan dan Mahkamah Agung, dan itu putusan inkrah menyatakan sertifikasi itu batal demi hukum," ujar Asnaedi kepada detikcom, Kamis (14/6).
Asnaedi mengungkapkan sertifikat tanah yang kalah dengan surat segel berupa fotocopy wajar terjadi di Indonesia. Sebab, di Indonesia saat ini masih menggunakan hukum publikasi bersifat negatif.
"Sertifikat hak tanah di Indonesia itu sistem publikasinya itu negatif. Jadi sertifikat itu bisa digugat, kalau dalam pengadilan kalah ya dibatalkan," sebutnya.
Mengenai gugatan dan keberatan yang dilayangkan ke pihaknya, Asnaedi mengaku belum menerima surat tersebut. Namun ia menyarankan pihak yang bersangkutan melakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Tata Usaha atau ke Pengadilan Umum Perdata.
"Belum ada terima (gugat). Kalau dia mau gugat saya itu haknya, cuman BPN Kaltim membatalkan itu karena ada keputusan pengadilan, kan sudah inkrah," paparnya.
"Kalau ada pihak silakan lakukan gugatan ke Pengadilan Negeri Tata Usaha Negara itu lebih kepada administrasinya, bisa juga ke pengadilan Umum bagian Perdata, nah di situ nanti ada putusan final," sambungnya.
(asm/nvl)